Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sedotan Plastik vs Kertas, Kenapa Larangan Trump Tak Sepenuhnya Salah?

Kompas.com - 12/02/2025, 16:42 WIB
Yunanto Wiji Utomo

Penulis

KOMPAS.com - Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, Senin (10/2/2025) mengumumkan kebijakan terbarunya yang lagi-lagi kontroversial: mengakhiri larangan pemakaian sedotan kertas dan meminta bagian pengadaan pemerintahannya untuk kembali ke plastik.

Di laman Gedung Putih, Trump memberi waktu 45 hari untuk mengakhiri sedotan kertas. Dia menyatakan, kembali ke plastik ialah gerakan "kembali ke akal sehat." Sedotan kertas tak sesehat yang diperkirakan karena mengandung polyfluoroalkyl (PFAS).

Di media sosial, banyak yang mengutuk kebijakan Trump berdasarkan pernyataan "kembali ke plastik." Namun, sejumlah penelitian menunjukkan bahwa sedotan kertas memang tak seideal yang dikira. 

Sedotan Kertas dan PFAS

Kertas punya sifat yang tidak tahan air. Seperti yang Trump sempat bilang juga, sedotan kertas kena air panas malah lembek dan tidak berfungsi. Akibatnya, pengguna harus pakai lebih dari satu. Agar lebih kokoh dan tahan air, maka ditambahkanlah PFAS. 

Masalahnya, PFAS ini senyawa yang sulit terurai di alam. Mengekspos diri dengan senyawa itu berulang-ulang sama saja menimbun racun di dalam tubuh. PFAS bisa menyebabkan gagal hati dan ginjal, penyakit tiroid, kolesterol tinggi, dan lainnya. 

Thimo Groffen, ilmuwan lingkungan dari University of Antwerp, dan rekannya mengumpulkan 39 sedotan dari beragam bahan, mulai plastik, kertas, kaca, bambu, dan stainless steel yang beredar di Belgia.

Hasil penelitiannya yang dipublikasikan di jurnal Food Additive and Contaminants pada 2023 mengungkap, 18 daro 20 atau 90 persen dari sedotan berbahan kertas yang diteliti mengandung PFAS. Persentase itu adalah yang paling besar dibandingkan bahan lain.

PFAS juga ditemukan pada 4 dari 5 (80 persen) sedotan bambu dan 2 dari 5 (40 persen) sedotan kaca. Secara keseluruhan, 69 persen dari sedotan yang beredar di pasaran sana mengandung PFAS.

Baca juga: Minuman dalam Kemasan Plastik Kecil Paling Berbahaya bagi Lingkungan

Meskipun dilakukan di pasar Belgia, praktik pembuatan sedotan serupa sama di beragam wilayah sehingga PFAS kemungkinan juga ditemukan pada produk yang sama di tempat lain. Beberapa dari sedotan yang diteliti berasal dari Amerika Serikat.

Riset khusus di pasar Amerika Serikat dilakukan oleh Alina Tishima dari University of Florida. Berdasarkan riset yang dipublikasikan di Chemosphere pada 2021 itu, 21 dari 29 sedotan plastik yang beredar mengandung PFAS.

Berdasarkan dua riset tersebut, maka argumen Trump bahwa sedotan plastik berbahaya bagi lingkungan tak salah. Meski bisa diuraikan materinya, ada senyawa tertentu yang sulit terurai, senyawa PFAS yang kerap disebut "forever chemical."

Bagaimana dengan Sedotan Plastik?

Satu yang jelas dan sudah diketahui banyak orang adalah bahwa sedotan plastik sulit terurai. Indonesia menghasilkan 93 juta ton sedotan plastik per tahun dan meski ekonomi sirkuler bisa menyelesaikan sampah, mekanisme itu belum efektif untruk sedotan.

Ungkapan Trump "back to plastic" seolah-olah menunjukkan bahwa sedotan plastik adalah solusi untuk menghindari PFAS. Sayangnya, riset oleh Groffen dan Tishima menunjukkan bahwa sedotan plastik pun mengandung senyawa toksik tersebut.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau