Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 13 Februari 2025, 07:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

KOMPAS.com - Indonesia dan Jerman berkolaborasi dalam riset terkait industri tekstil yang berkelanjutan melalui program proyek BMBF EnaTex.

Akademisi dari Universitas Katolik Indonesia (Unika) Atma Jaya Juliana Murniati mengatakan, riset tersebut merupakan kolaborasi lintas sektor antara industri dan perguruan tinggi.

Dia menjelaskan, mitra Indonesia dan Jerman dalam proyek BMBF EnaTex mengembangkan pendekatan baru dan mengoptimalkan proses dalam industri yang berkelanjutan

Baca juga: DHL Angkut Kargo dengan Manfaatkan Avtur Berkelanjutan

Dengan menerapkan praktik berkelanjutan, industri bisa penghematan hingga 40 persen melalui berbagai tindakan seperti persiapan penyempurnaan, pewarnaan, dan penyelesaian akhir.

Murni berujar, banyak negara kini menerapkan tarif tinggi untuk bahan bakar fosil sebagai respons terhadap isu perubahan iklim. 

"Di Eropa, produk berbasis bahan bakar fosil dikenakan biaya lebih mahal, sementara industri tekstil global mulai menuntut rantai pasokan yang bebas karbon. Oleh karena itu, industri tekstil dan garmen di Indonesia perlu bersiap mengadopsi regulasi seperti European Green Deal," jelas Murni, sebagaimana dilansir Antara, Rabu (12/2/2025).

Murni menambahkan, selama empat tahun, proyek EnaTex mengkaji peluang yang tersedia bagi perusahaan industri tekstil Indonesia untuk menghemat energi fosil, sehingga dapat terus bertahan di pasar global. 

Baca juga: Perbaikan Danau Lido, Menteri LH Pastikan Pengelolaan Berkelanjutan

EnaTex didanai oleh Kementerian Pendidikan dan Riset Jerman dengan dua perguruan tinggi di Indonesia yang menjadi anggota konsorsium ini, yakni Unika Atma Jaya di Jakarta dan Politeknik Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil (STTT) di Bandung.

Di dalam proyek tersebut juga terdapat mitra industri yakni SriTex dan Harapan Kurnia.

Sementara itu, konsorsium Jerman terdiri dari lembaga penelitian IZES, University of Applied Sciences, Niederrhein, perusahaan Bruckner Trockentechnik GmbH & Co KG, dan Sunfarming.

Dosen Politeknik STTT Bandung Mohammad Widodo menyampaikan, proyek riset itu mampu menentukan pengukuran jangka pendek, menengah, dan panjang untuk meminimalkan penggunaan bahan bakar fosil.

Baca juga: Transisi Energi: 3 Rekomendasi untuk Hilirisasi Nikel Berkelanjutan

Misalnya, bahan kimia fungsional dapat diaplikasikan dengan bantuan aplikasi minimal pada satu sisi dan dengan cairan sesedikit mungkin. Hal itu dapat secara drastis mengurangi proses pengeringan selanjutnya dan menghasilkan penghematan energi hingga 40 persen.

Selain itu, penerapan minimal juga berarti menggunakan sistem pewarna untuk mewarnai selulosa yang memiliki tingkat fiksasi jauh lebih tinggi.

Hal itu memungkinkan konsentrasi rendaman pewarna serta jumlah dan suhu rendaman pembilas jauh lebih rendah, serta dapat menghemat sejumlah besar energi. Terutama untuk warna gelap, hingga 25 persen emisi karbon dioksida per kilogram tekstil.

Selain itu, penghematan energi hingga tujuh persen dapat dicapai melalui pembakaran yang optimal.

Selain itu, penghematan juga bisa didapatkan dengan memanfaatkan kembali panas dari udara pembakaran untuk memanaskan air untuk pembangkitan uap atau udara pembakaran.

Baca juga: Ilmuwan Kembangkan Semen Berkelanjutan, Seperti Apa?

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Menteri LH Ancam Pidanakan Perusahaan yang Terbukti Sebabkan Banjir Sumatera
Menteri LH Ancam Pidanakan Perusahaan yang Terbukti Sebabkan Banjir Sumatera
Pemerintah
KLH Bakal Periksa 100 Unit Usaha Imbas Banjir Sumatera
KLH Bakal Periksa 100 Unit Usaha Imbas Banjir Sumatera
Pemerintah
Tambang Energi Terbarukan Picu Deforestasi Global, Indonesia Terdampak
Tambang Energi Terbarukan Picu Deforestasi Global, Indonesia Terdampak
LSM/Figur
Food Estate di Papua Jangan Sampai Ganggu Ekosistem
Food Estate di Papua Jangan Sampai Ganggu Ekosistem
LSM/Figur
Perjanjian Plastik Global Dinilai Mandek, Ilmuwan Minta Negara Lakukan Aksi Nyata
Perjanjian Plastik Global Dinilai Mandek, Ilmuwan Minta Negara Lakukan Aksi Nyata
LSM/Figur
Cegah Kematian Gajah akibat Virus, Kemenhut Datangkan Dokter dari India
Cegah Kematian Gajah akibat Virus, Kemenhut Datangkan Dokter dari India
Pemerintah
Indonesia Rawan Bencana, Penanaman Pohon Rakus Air Jadi Langkah Mitigasi
Indonesia Rawan Bencana, Penanaman Pohon Rakus Air Jadi Langkah Mitigasi
LSM/Figur
Hujan Lebat Diprediksi Terjadi hingga 29 Desember 2025, Ini Penjelasan BMKG
Hujan Lebat Diprediksi Terjadi hingga 29 Desember 2025, Ini Penjelasan BMKG
Pemerintah
Kebakaran, Banjir, dan Panas Ekstrem Warnai 2025 akibat Krisis Iklim
Kebakaran, Banjir, dan Panas Ekstrem Warnai 2025 akibat Krisis Iklim
LSM/Figur
Perdagangan Ikan Global Berpotensi Sebarkan Bahan Kimia Berbahaya, Apa Itu?
Perdagangan Ikan Global Berpotensi Sebarkan Bahan Kimia Berbahaya, Apa Itu?
LSM/Figur
Katak Langka Dilaporkan Menghilang di India, Diduga Korban Fotografi Tak Bertanggungjawab
Katak Langka Dilaporkan Menghilang di India, Diduga Korban Fotografi Tak Bertanggungjawab
LSM/Figur
Belajar dari Banjir Sumatera, Daerah Harus Siap Hadapi Siklon Tropis Saat Nataru 2026
Belajar dari Banjir Sumatera, Daerah Harus Siap Hadapi Siklon Tropis Saat Nataru 2026
LSM/Figur
KUR UMKM Korban Banjir Sumatera Akan Diputihkan, tapi Ada Syaratnya
KUR UMKM Korban Banjir Sumatera Akan Diputihkan, tapi Ada Syaratnya
Pemerintah
Kementerian UMKM Sebut Produk China Lebih Disukai Dibanding Produk Indonesia, Ini Sebabnya
Kementerian UMKM Sebut Produk China Lebih Disukai Dibanding Produk Indonesia, Ini Sebabnya
Pemerintah
Walhi Sebut Banjir Sumatera Bencana yang Direncanakan, Soroti Izin Tambang dan Sawit
Walhi Sebut Banjir Sumatera Bencana yang Direncanakan, Soroti Izin Tambang dan Sawit
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau