Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jutaan Rumah Tangga Negara Berkembang Pakai Plastik untuk Bahan Bakar

Kompas.com - 19/02/2025, 19:59 WIB
Monika Novena,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

Sumber PHYSORG

KOMPAS.com - Jutaan rumah tangga di negara-negara berkembang menggunakan plastik sebagai bahan bakar.

Dalam survei, 13 persen rumah tangga di Nigeria dilaporkan menggunakan sampah plastik sebagai bahan bakar memasak.

Sementara, sampel tanah dan makanan di Indonesia mengungkapkan tingkat racun berbahaya yang terkait dengan pembakaran plastik.

Hal tersebut terungkap dalam studi berjudul "The Use of Plastic as a Household Fuel among the Urban Poor in the Global South" yang diterbitkan di Nature Cities pada 18 Februari 2025.

Studi yang dipimpin oleh ilmuwan dari Curtin University di Australia ini menemukan, banyak masyarakat di negara-negara berkembang di Afrika, Asia, dan Amerika Latin tidak mampu membeli bahan bakar yang lebih bersih seperti gas atau listrik.

Baca juga: Fans Taylor Swift Pilih Piringan Hitam Bebas Plastik untuk Koleksinya

Perluasan kota juga telah membuat bahan bakar tradisional seperti kayu dan arang sulit ditemukan.

Pada saat yang sama, kurangnya pengelolaan limbah menyebabkan plastik melimpah. Plastik ini yang kemudian justru dimanfaatkan oleh masyarakat untuk memasak.

Padahal, dikutip dari Phys, Rabu (19/2/2025), ada banyak risiko yang dihadapi dengan membakar plastik.

"Pembakaran plastik melepaskan bahan kimia berbahaya seperti dioksin, furan, dan logam berat ke udara, yang berdampak kesehatan seperti penyakit paru-paru," kata Dr. Bishal Bharadwaj dari Curtin Institute for Energy Transition (CIET) yang melakukan studi.

Risiko ini akan lebih besar pada perempuan dan anak-anak karena mereka menghabiskan lebih banyak waktu di rumah.

Bahan beracun hasil pembakaran plastik tak cuma akan mencemari rumah, tetapi menyebar ke lingkungan memengaruhi banyak orang.

Baca juga: Mikroplastik Mengintai dari AMDK, Gelas Plastik Paling Banyak

"Banyak pemerintah tak menangani masalah sampah plastik secara efektif karena biasanya terkonsentrasi di daerah kumuh yang sering terabaikan," ungkap Profesor Peta Ashworth, Direktur CIET.

"Cara untuk mengatasi masalah ini salah satunya adalah memberikan subsidi untuk bahan bakar yang lebih bersih agar terjangkau bagi keluarga miskin, pengelolaan limbah yang lebih baik untuk mencegah plastik menumpuk di daerah kumuh," papar Ashworth lagi.

Selain itu juga perlu sosialisasi untuk memberi tahu masyarakat tentang bahaya pembakaran plastik dan solusi memasak alternatif yang inovatif dan murah yang disesuaikan dengan daerah berpenghasilan rendah.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau