KOMPAS.com - Ada lebih dari 109.000 kapal yang mengarungi perairan di dunia. Tetapi armada yang ada tersebut menua dan rusak dengan cepat. Diperkirakan sekitar 1.800 kapal menjadi usang setiap tahun.
Jumlah itu bahkan diperkirakan akan terus meningkat dalam beberapa tahun ke depan
Namun pernahkah terpikir apa yang terjadi saat kapal-kapal itu rusak dan mencapai akhir masa pakainya?
Baca juga: Tak Semua Plastik Jadi Sampah, Format dan Sistem Daur Ulang Penentunya
Mengutip Eco Business, Sabtu (22/2/2025) ketika sebuah kapal menjadi tua dan terlalu rapuh untuk diperbaiki, pemiliknya menjual bangkai kapal tersebut ke perantara internasional atau 'pembeli tunai' di tempat-tempat seperti Dubai, Singapura, atau Hong Kong.
Perantara internasional itu yang kemudian menjual kapal ke pembongkar kapal.
Pembongkaran kapal seperti, galangan kapal di Asia Selatan membongkar sekitar 85 persen hingga 90 persen kapal yang dinonaktifkan.
Dalam beberapa dekade terakhir, galangan di Asia Selatan juga telah menggunakan tenaga kerja tidak terampil yang melimpah dan aturan longgar untuk membongkar kapal-kapal tua.
Tempat daur ulang kapal di Bangladesh, India, dan Pakistan misalnya, secara langsung mempekerjakan puluhan ribu pekerja yang sebagian besar bersifat sementara.
Kapal-kapal tua yang rusak kemudian didorong ke daerah pasang surut di pantai. Proses itu disebut sebagai beaching, di mana para pekerja memotong kapal dengan tangan, sepotong demi sepotong.
Namun, pembongkaran yang lebih aman dilakukan dengan mengangkut kapal ke tempat peluncuran kapal beton atau dok kering, kemudian alat-alat mekanis seperti derek digunakan untuk membongkar kapal.
Baca juga: Kedatangan Kapal Tepat Waktu Dapat Kurangi Emisi Pelayaran
Galangan kapal di Eropa atau di zona Alia?a di Turki menggunakan metode yang lebih aman itu, tetapi mereka hanya menangani sebagian kecil kapal bekas.
Selanjutnya, beberapa bagian seperti batang baja, pipa, atau pelat, digunakan kembali secara langsung.
Sedangkan sebagian besar baja digulung ulang atau dilebur menjadi baja yang dapat digunakan dalam pembangunan atau produksi.
Dengan memasok barang bekas untuk pembuatan baja, itu dapat mengurangi sejumlah besar emisi pemanasan planet.
Pembuatan baja dari satu ton barang bekas menghemat 1,5 ton CO2 dibandingkan dengan yang dibuat dari biji besi dalam jumlah yang sama.
Baca juga: Wujudkan Ekonomi Sirkular, Daur Ulang Baterai Kendaraan Listrik Diperlukan
Keuntungan lain dari daur ulang ini juga dapat dirasakan bagi negara yang tidak memiliki tambang biji besi seperti Bangladesh.
Mereka memperoleh sebagian besar bahan baku pembuatan baja dari kapal-kapal tua yang terkadang dikenal sebagai tambang terapung.
Namun manfaat itu harus diimbangi oleh risiko yang tersembunyi di kapal tua.
Asbes dan bahan kimia organik dapat menimbulkan bahaya kesehatan serius bagi pekerja.
Belum lagi logam berat, residu minyak, dan limbah lumpur dari kapal yang dibongkar juga dapat meresep ke lingkungan dan menyebabkan polusi.
Industri ini pun telah berupaya meningkatkan standar keselamatan dan perlindungan lingkungan.
Salah satu bagian utama hukum internasional yang berupaya mengendalikan risiko ini adalah konvensi Basel 1989 yang melarang pemindahan limbah berbahaya yang umumnya ditemukan di kapal tua dari negara-negara kaya ke negara-negara berkembang.
Perjanjian Perserikatan Bangsa-Bangsa lainnya akan segera mengharuskan limbah berbahaya untuk didaftarkan sebelum kapal dikirim ke negara daur ulang.
Sementara pendaur ulang kapal akan memerlukan persetujuan resmi untuk rencana pembongkaran sebelum kapal dihancurkan.
Baca juga: Akibat Krisis Iklim, Risiko Tabrakan Hiu Paus dengan Kapal Semakin Tinggi
Namun, aktivis hak asasi manusia dan lingkungan menyerukan agar negara-negara yang mendaur ulang kapal mengadopsi perubahan yang lebih radikal.
Mereka menginginkan penghentian bertahap metode daur ulang dengan menepi di pantai, dan mendesak pemilik kapal dari belahan bumi utara untuk mendukung pemilik galangan kapal dan pekerja dengan lebih banyak dana dan dukungan teknis.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya