Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Akibat Krisis Iklim, Risiko Tabrakan Hiu Paus dengan Kapal Semakin Tinggi

Kompas.com, 14 Oktober 2024, 12:45 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

Sumber Euronews

KOMPAS.com - Studi terbaru dalam jurnal Nature Climate Change, memprediksi bahwa tabrakan antara hiu paus dengan kapal bisa meningkat hingga 15.000 kali lipat pada tahun 2100.

Para ilmuwan dari University of Southampton dan Marine Biological Association di Inggris memperkirakan bahwa lautan yang lebih hangat akan memaksa hiu paus mencari habitat baru, yang berpotensi membawa mereka ke jalur sibuk lalu lintas kapal.

Dalam penelitian itu, bukti terbaru menunjukkan bahwa hiu paus sangat rentan tertabrak kapal besar, sehingga berpotensi terluka atau tewas. 

Baca juga: Pakar Kelautan Definisikan Ulang Konsep Penangkapan Ikan Berkelanjutan

Pasalnya, mereka sering berada di perairan dangkal dan berkumpul di wilayah pesisir. Hiu paus juga sangat aktif bergerak dan peka terhadap perubahan suhu.

"Kami menemukan bahwa habitat laut yang disukai oleh hiu paus akan bergeser di masa depan, kadang-kadang ke lokasi baru yang sama sekali berbeda, sering kali ke perairan yang lebih dingin," ujar peneliti utama, Dr. Freya Womersley. 

Jika hiu-hiu tersebut pindah ke wilayah yang baru bisa dihuni, kata dia, mungkin mereka bisa sedikit terhindar dari dampak perubahan iklim.

"Namun, mereka juga bisa terkena risiko seperti tertangkap secara tidak sengaja dalam penangkapan ikan, ketidakcocokan mangsa, serta tabrakan dengan kapal," tambahnya.

Dikutip dari Euronews, Minggu (13/10/2024), hiu paus merupakan jenis ikan terbesar di dunia, dengan ukuran terbesar yang pernah tercatat mencapai 18,8 meter.

Baca juga: Limbah Industri Sebabkan Kematian 20 Ton Ikan di Sungai Brasil

Spesies yang terancam punah ini biasanya hidup di perairan tropis dan jarang berada di lautan dengan suhu di bawah 21°C.

Hiu Paus Bisa Kehilangan Sebagian Besar habitat

Studi ini menggabungkan data pelacakan satelit hiu paus dengan model iklim global, untuk memprediksi distribusi masa depan hiu paus dengan tiga skenario iklim yang berbeda.

Peta distribusi tersebut kemudian dibandingkan dengan kepadatan lalu lintas kapal untuk melihat apakah hiu paus akan berpindah ke area yang padat kapal, yang meningkatkan risiko tabrakan.

Dalam skenario emisi tinggi (jika dunia masih bergantung pada bahan bakar fosil), studi ini memprediksi hilangnya lebih dari 50 persen habitat inti di beberapa perairan nasional pada tahun 2100, dengan potensi kerugian terbesar di Asia.

Baca juga: Ikan Pari Jawa Dinyatakan Punah, Aktivitas Manusia Jadi Penyebabnya

Mengingat ancaman tersebut, Dr. Womersley menegaskan pentingnya upaya pemerintah dan dunia untuk meningkatkan perlindungan terhadap ekosistem hewan laut. 

“Dengan mengurangi perubahan iklim, kita bisa memastikan laut menjadi tempat yang lebih aman bagi beberapa penghuni terbesarnya," ujar dia. 

Saat ini, Dr. Womersley menjelaskan, strategi yang bisa dicoba untuk membatasi tabrakan antara kapal dan hiu, antara lain dengan memperlambat kecepatan kapal dan mengalihkan jalur di sekitar situs kunci hewan laut tersebut. 

"Sekarang terserah kepada pemerintah untuk mengambil tindakan,” tambahnya.

Dr. Womersley juga merekomendasikan agar pemerintah dan pengelola kelautan mengintegrasikan prediksi ancaman iklim kuantitatif seperti studi ini ke dalam upaya konservasi masa depan.

"Dengan cara ini, perlindungan akan lebih adaptif dan tahan terhadap berbagai skenario perubahan iklim," pungkas dia. 

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
LSM/Figur
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Pemerintah
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Pemerintah
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Pemerintah
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Pemerintah
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
BUMN
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Pemerintah
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
LSM/Figur
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Pemerintah
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Pemerintah
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
LSM/Figur
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
Pemerintah
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Pemerintah
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Pemerintah
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Swasta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau