Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wujudkan Ekonomi Sirkular, Daur Ulang Baterai Kendaraan Listrik Diperlukan

Kompas.com, 21 Februari 2025, 16:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Para pemangku kepentingan perlu merealisasikan penanganan baterai kendaraan listrik bekas untuk mewujudkan ekonomi sirkular.

Founder & Principal PT Life Cycle Indonesia Jessica Hanafi mengatakan, kendaraan listrik merupakan bagian dari rencana aksi untuk mendorong ekonomi hijau dan ekonomi sirkular.

Apabila penetrasi kendaraan listrik semakin tinggi, maka kebutuhan baterai juga akan semakin meningkat.

Baca juga: Bukan Nikel, Baterai LFP Semakin Dinikmati Pasar Global

Oleh karena itu, produksi dan konsumsi dari kendaraan listrik  perlu diikuti dengan pendekatan penerapan ekonomi sirkular secara utuh, termasuk daur ulang baterai.

"Dan tentu juga ada pertanyaan, baterainya kalau sudah tidak digunakan setelah tujuh atau delapan tahun sesuai dengan umur optimumnya, ini mau diapakan?" Kata Jessica dalam diskusi kebijakan yang digelar Low Carbon Development Indonesia dan dipantau secara daring, Kamis (20/2/2025).

Selain baterai, komponen lain dari kendaraan listrik juga perlu mendapat perhatian untuk penanganan.

Dia pun mendorong adanya realisasi pengolahan limbah dari kendaraan listrik yang sudah tidak dipakai.

Baca juga: 45 Persen Bahan Baku Baterai Dunia dari Indonesia, tapi Diolah di China

"Selain kendaraan listrik, tentu banyak juga yang perlu kita tangani dari sisi industri elektronik, bagaimana sirkular ekonomi ini bisa diterapkan lebih lanjut," ujar Jessica.

Ketika mencapai akhir masa pakainya, kendaraan listrik perlu dibongkar dan dipilah.

Material-material hasil pemilahan seperti baja, aluminum, hingga plastik dapat didaur ulang untuk menjadi bahan baku.

Sementara itu, baterainya perlu diproses untuk mengambil material yang berharga seperti litium dan kobalt.

Baca juga: Satgas Hilirisasi Harus Dorong Pembangunan Industri Baterai dan Kendaraan Listrik

Material tersebut dapat dimanfaatkan kembali sebagai bahan baku baterai sehingga mengurangi kebutuhan bahan mentah dan mengurangi dampak lingkungan.

Setidaknya ada tiga metodologi untuk memproses baterai bekas yakni pyrometallurgy, hydrometallurgy, dan daur ulang langsung.

Pyrometallurgy merupakan proses temperatur tinggi untuk mengambil material berharga seperti kobalt, nikel, dan tembaga, namun tidak bisa untuk litium.

Sedangkan proses hydrometallurgy memanfaatkan fluida untuk mengambil material berharga seperti litium, kobalt, dan nikel.

Sementara itu, daur ulang langsung bertujuan untuk menggunakan material katoda secara langsung. Metode ini mengurangi kebutuhan untuk pemrosesan kembali baterai secara penuh.

Baca juga: Ambisi AS Bangun Sistem Baterai Terbesar di Dunia, Seperti Apa?

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Dampak CO2 pada Pangan, Nutrisi Hilang dan Kalori Bertambah
Dampak CO2 pada Pangan, Nutrisi Hilang dan Kalori Bertambah
Swasta
Indonesia Disebut Terbelakang dalam Kebencanaan akibat Anggaran Terlalu Kecil
Indonesia Disebut Terbelakang dalam Kebencanaan akibat Anggaran Terlalu Kecil
LSM/Figur
Status Kawasan Hutan Bikin Ribuan Desa Tertinggal, Bisa Picu Konflik Agraria
Status Kawasan Hutan Bikin Ribuan Desa Tertinggal, Bisa Picu Konflik Agraria
Pemerintah
Pakar Tanyakan Alasan Indonesia Tolak Bantuan Asing untuk Korban Banjir Sumatera
Pakar Tanyakan Alasan Indonesia Tolak Bantuan Asing untuk Korban Banjir Sumatera
LSM/Figur
Peristiwa Langka, Beruang Kutub Betina Terekam Adopsi Anak Beruang Kutub Lain di Kanada
Peristiwa Langka, Beruang Kutub Betina Terekam Adopsi Anak Beruang Kutub Lain di Kanada
LSM/Figur
Menteri ATR Nusron Tahan 1,67 Juta Hektar HGU, Tawarkan 2 Skema Reforma Agraria
Menteri ATR Nusron Tahan 1,67 Juta Hektar HGU, Tawarkan 2 Skema Reforma Agraria
Pemerintah
PSN Papua, Menteri ATR Nusron Wahid Singgung Swasembada Pangan Butuh Perluasan Lahan
PSN Papua, Menteri ATR Nusron Wahid Singgung Swasembada Pangan Butuh Perluasan Lahan
Pemerintah
Hadapi Gelombang Panas Ekstrem, Spanyol Bangun Jaringan Penampungan
Hadapi Gelombang Panas Ekstrem, Spanyol Bangun Jaringan Penampungan
Pemerintah
Studi Sebut PLTB Lepas Pantai Tingkatkan Fungsi Ekologis Perairan Pesisir
Studi Sebut PLTB Lepas Pantai Tingkatkan Fungsi Ekologis Perairan Pesisir
Pemerintah
Peringatan Met Office: 2026 Diprediksi Jadi Tahun Terpanas
Peringatan Met Office: 2026 Diprediksi Jadi Tahun Terpanas
Pemerintah
3 Skenario ATR/BPN Selesaikan Lahan Masyarakat Diklaim Kawasan Hutan
3 Skenario ATR/BPN Selesaikan Lahan Masyarakat Diklaim Kawasan Hutan
Pemerintah
Jakarta Punya Pusat Daur Ulang Sampah, Kapasitasnya hingga 10 Ton
Jakarta Punya Pusat Daur Ulang Sampah, Kapasitasnya hingga 10 Ton
Pemerintah
Perubahan Iklim Ancam Kesehatan Reproduksi di Asia
Perubahan Iklim Ancam Kesehatan Reproduksi di Asia
Pemerintah
IESR: Penghentian Insentif Kendaraan Listrik Bisa Hilangkan Manfaat Ekonomi hingga Rp 544 Triliun
IESR: Penghentian Insentif Kendaraan Listrik Bisa Hilangkan Manfaat Ekonomi hingga Rp 544 Triliun
LSM/Figur
BMKG Prediksi Hujan Lebat dan Angin Kencang di Indonesia Seminggu ke Depan
BMKG Prediksi Hujan Lebat dan Angin Kencang di Indonesia Seminggu ke Depan
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau