Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
KILAS

Fakta Daur Ulang di Balik Plastik PET Kemasan Besar yang Jadi Primadona

Kompas.com - 27/02/2025, 16:57 WIB
Sri Noviyanti

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Plastik polyethylene terephthalate (PET) telah lama menjadi material pilihan utama dalam industri daur ulang.

Berbeda dengan jenis plastik lainnya, PET memiliki nilai ekonomi tinggi dan rantai pasok daur ulang yang lebih mapan, terutama dalam industri air minum dalam kemasan (AMDK). Hal ini membuat PET lebih diminati dibandingkan plastik jenis lain, termasuk kemasan gelas plastik.

"Plastik PET itu punya rantai daur ulang yang jelas. Nilai ekonominya lebih tinggi," ujar Ahmad Safrudin dari Konsorsium Pengelolaan Sampah Net Zero (NZWMC) dalam acara Kompas.com Talks bertajuk "Mitos Vs Fakta: Benarkah Semua Plastik Adalah Sampah?" yang digelar di Aroem Resto and Cafe Jakarta, Jumat (21/2/2025).

Baca juga: Es Teh Jumbo dan Masalah Sampah Plastik di Soloraya

Sebelumnya, NZWMC bersama Litbang Harian Kompas mempublikasikan hasil audit “Potret Sampah 6 Kota: Medan, Samarinda, Makassar, Denpasar, Surabaya, dan DKI Jakarta”, Rabu (22/11/2023).

Di antara sampah kemasan, botol dan cup AMDK minuman mendominasi di berbagai site dan rantai jalur sampah, yakni menempati posisi keempat.

Meski demikian, ada perbedaan mencolok dalam pola pengelolaannya. Botol PET lebih banyak dikumpulkan oleh pemulung dan masuk ke rantai daur ulang, sementara gelas plastik cenderung tidak diambil karena nilai ekonominya lebih rendah.

Seperti diketahui, dalam audit yang dilakukan NZWMC, tidak ditemukan galon PET AMDK. Ini tandanya, kemasan besar, termasuk dalam bentuk galon terserap oleh industri daur ulang.
Selain faktor ketahanan, galon PET juga lebih menarik bagi industri daur ulang karena bobotnya lebih berat dan nilainya lebih tinggi dibandingkan botol PET kecil atau gelas plastik. Hal ini membuat pemulung dan bank sampah lebih tertarik untuk mengumpulkannya.

Daur ulang plastik PET vs PP

CEO Kita Bumi Global, Hadiyan Faris Azhar, menjelaskan bahwa plastik jenis PET dan high density polythylene (HDPE) memiliki nilai ekonomi tinggi dalam industri daur ulang karena lebih mudah diproses.

Baca juga: Murah tapi Sulit Didaur Ulang, Alasan Sampah Gelas Plastik AMDK Membludak

Sebaliknya, kemasan cup dalam industri AMDK kerap kali menjadi tantangan dalam proses daur ulang.

“Dalam proses daur ulang itu kemasan gelas (berbahan popipropilena atau PP) sebetulnya bisa didaur ulang, tapi nilai ekonominya sudah pasti menyusut. Tak main-main, susutnya bisa sampai 60 persen,” tambahnya.

Ukurannya yang kecil juga menyulitkan proses pengumpulan dan daur ulang yang efektif.

Selain itu, dalam praktiknya, kata Faris, plastik cup sering kali tercampur dengan sisa cairan, sedotan atau tutup gelas yang menempel. Tiap komponen harus dipilah dan dibersihkan.

Baca juga: Saset dan Gelas Plastik Sekali Pakai Dominasi TPA di 6 Kota Indonesia

 

Tiap proses itu membutuhkan biaya. Pada akhirnya hasil daur ulang yang bisa dihargai sejumlah tertentu harus menyusut karena pelaku perlu mengeluarkan biaya. Inilah yang membuat plastik jenis ini tidak menarik bagi pemulung atau bank sampah.

Namun, pada akhirnya, tantangan dalam daur ulang akan tetap ada. Untuk itu, dorongan regulasi dalam pengelolaan sampah plastik (waste management) juga menjadi faktor penting.

Beberapa negara telah mewajibkan produsen untuk mengelola siklus hidup produk plastik mereka, termasuk skema pengumpulan kembali (take-back scheme) untuk produk kemasan plastik yang diproduksinya.

Di Indonesia, pemerintah mulai mendorong konsep extended producer responsibility (EPR), di mana produsen bertanggung jawab atas pengelolaan sampah plastik mereka.

 

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Unhas dan University of Hawai’i Bahas Kemiri Jadi Bahan Bakar Pesawat

Unhas dan University of Hawai’i Bahas Kemiri Jadi Bahan Bakar Pesawat

LSM/Figur
Perayaan Paskah di Inggris Hasilkan 8.000 Ton Sampah Kemasan Telur Cokelat

Perayaan Paskah di Inggris Hasilkan 8.000 Ton Sampah Kemasan Telur Cokelat

Pemerintah
MIND ID Siapkan 4 Proyek Prioritas yang Bisa Didanai Danantara

MIND ID Siapkan 4 Proyek Prioritas yang Bisa Didanai Danantara

BUMN
Nestle Manfaatkan Limbah Sekam Padi untuk Bahan Bakar di 3 Pabrik

Nestle Manfaatkan Limbah Sekam Padi untuk Bahan Bakar di 3 Pabrik

Swasta
Penetapan Taman Nasional di Pegunungan Meratus Dinilai Ciderai Kehidupan Masyarakat Adat

Penetapan Taman Nasional di Pegunungan Meratus Dinilai Ciderai Kehidupan Masyarakat Adat

LSM/Figur
Langkah Hijau Apple, Pangkas Emisi Gas Rumah Kaca Global Lebih dari 60 Persen

Langkah Hijau Apple, Pangkas Emisi Gas Rumah Kaca Global Lebih dari 60 Persen

Pemerintah
Pengesahan UU Masyarakat Adat Jadi Wujud Nyata Amanat Konstitusi

Pengesahan UU Masyarakat Adat Jadi Wujud Nyata Amanat Konstitusi

LSM/Figur
KLH Tempatkan Tim Khusus Tangani Sampah Laut di Bali

KLH Tempatkan Tim Khusus Tangani Sampah Laut di Bali

Pemerintah
75 Tahun Hubungan RI-China Jadi Momentum Perkuat Pembangunan Hijau

75 Tahun Hubungan RI-China Jadi Momentum Perkuat Pembangunan Hijau

LSM/Figur
Pemprov DKI Pasang 111 Alat Pemantau Kualitas Udara, Bisa Diakses Lewat JAKI

Pemprov DKI Pasang 111 Alat Pemantau Kualitas Udara, Bisa Diakses Lewat JAKI

Pemerintah
KG Media Hadirkan Lestari Awards sebagai Ajang Penghargaan ESG

KG Media Hadirkan Lestari Awards sebagai Ajang Penghargaan ESG

Swasta
Tren Investasi Properti Indonesia Mengarah ke Keberlanjutan

Tren Investasi Properti Indonesia Mengarah ke Keberlanjutan

Pemerintah
Ahli Yakin Harimau Jawa Tak Mungkin Masih Ada dengan Kondisi Saat Ini

Ahli Yakin Harimau Jawa Tak Mungkin Masih Ada dengan Kondisi Saat Ini

LSM/Figur
Gapki Antisipasi Kebakaran Lahan Sawit Jelang Musim Kemarau

Gapki Antisipasi Kebakaran Lahan Sawit Jelang Musim Kemarau

LSM/Figur
Menteri LH: Gangguan Lingkungan di Pulau Kecil Masif akibat Tambang

Menteri LH: Gangguan Lingkungan di Pulau Kecil Masif akibat Tambang

Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau