Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saset dan Gelas Plastik Sekali Pakai Dominasi TPA di 6 Kota Indonesia

Kompas.com, 21 Februari 2025, 18:14 WIB
Zintan Prihatini,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Penelitian Net Zero Waste Management Consortium (NZWMC) mengungkap bahwa kemasan saset dan gelas air mineral sekali pakai turut mendominasi timbulan sampah di tempat pembuangan akhir di enam kota.

Founder NZWMC, Ahmad Safrudin, mengatakan riset dilakukan di Surabaya, DKI Jakarta, Bali, Medan, Samarinda, dan Makassar. Pihaknya mengidentifikasi 25 sampah plastik yang menjadi masalah utama di TPA.

"Sampah saset cukup banyak timbulannya, termasuk di kawasan yang sudah settled peruntukannya atau bukan tempat sampah. Timbulan sampah kemasan saset didominasi oleh produk shampoo, minuman berperisa, deterjen, penyedap rasa, dan lain-lain," kata Safrudin dalam acara Kompas.com Talks bertajuk "Mitos Vs Fakta: Benarkah Semua Plastik adalah Sampah," di Jakarta Pusat, Jumat (21/2/2025).

Selain itu, produk yang diidentifikasi lainnya ialah botol plastik, wadah pasta gigi, hingga popok bayi. Menurut Safrudin, sampah plastik juga masih belum dikelola secara efektif sehingga masih menyebabkan penumpukan limbah di TPA atau TPS.

"Fakta di kota, kami melihat bahwa 60 persen sampah kita adalah sampah organik, sekitar 40 persen anorganik. Nah untuk sampah anorganik, bobotnya kisarannya 15-18 persen dari total sampah di kota, tetapi plastik bisa sekitar 80 persen," jelas Safrudin.

Baca juga: HPSN 2025, Kompas.com Gelar Diskusi Pengelolaan Sampah Plastik

Penelitian itu melaporkan, sampah di Surabaya didominasi sampah organik yang mencapai 56 persen sedangkan 44 persen merupakan sampah anorganik.

Sementara, sampah di Jakarta juga didominasi organik sebesar 54 persen dengan 50 persen sampah sisa makanan, sementara 4 persennya dedaunan atau kayu.

Sampah di Bali didominasi sampah organik mencapai 58 persen, sementara sisanya 42 persen sampah anorganik. Sampah organik di Medan mencapai 51 persen dan 46 persen merupakan sampah sisa makanan.

Kemudian, sampah organik di Samarinda mencapai 60 persen dengan 40 persen sampah anorganik. Terakhir, sampah organik di Makassar sebanyak 54 persen dengan 44 persen sisanya merupakan sampah anorganik.

"Audit sampah dilakukan di enam kota dengan teknik sampling antara 12-17 mencakup TPS, TPA dan berbagai lokasi seperti pinggir jalan, badan sungai dan lain-lain. Audit berhasil mengidentifikasi 1,9 juta sampah dari enam kota yang terdiri atas 635 jenis sampah," papar Safrudin.

Dari jumlah tersebut, serpihan plastik menempati urutan pertama, disusul plastik kresek, bungkus mi instan, gelas air mineral sekali pakai, dan botol minuman bersoda.

"Keberadaan sampah kemasan TPA mengindikasikan belum efektifnya program pengurangan sampah sebagaimana komitmen produsen," imbuh dia.

Baca juga: Tak Semua Plastik Jadi Sampah, Format dan Sistem Daur Ulang Penentunya

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Polusi Udara dari Bahan Bakar Fosil Sebabkan 2,52 Juta Kematian
Polusi Udara dari Bahan Bakar Fosil Sebabkan 2,52 Juta Kematian
LSM/Figur
Ini Hitungan Kerugian Ekonomi yang Terjadi di Indonesia akibat Krisis Iklim
Ini Hitungan Kerugian Ekonomi yang Terjadi di Indonesia akibat Krisis Iklim
Pemerintah
Bukan dari Aspirasi Petani, Kebijakan Pertanian Sulit Kontribusi Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen
Bukan dari Aspirasi Petani, Kebijakan Pertanian Sulit Kontribusi Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen
LSM/Figur
BMKG Perkirakan Hujan Lebat Disertai Petir Bakal Landa Sejumlah Wilayah
BMKG Perkirakan Hujan Lebat Disertai Petir Bakal Landa Sejumlah Wilayah
Pemerintah
Incar Ekonomi Tumbuh 8 Persen, RI Perlu Andalkan Peternakan dan Perikanan
Incar Ekonomi Tumbuh 8 Persen, RI Perlu Andalkan Peternakan dan Perikanan
Pemerintah
Perubahan Iklim Bisa Ganggu Kualitas Tidur, Kok Bisa?
Perubahan Iklim Bisa Ganggu Kualitas Tidur, Kok Bisa?
Pemerintah
Koalisi Manajer Aset Net Zero Kembali, Tapi Tanpa Komitmen Iklim 2050
Koalisi Manajer Aset Net Zero Kembali, Tapi Tanpa Komitmen Iklim 2050
Pemerintah
7.500 Peserta Ikuti PLN Electric Run 2025, Ajang Lari Nol Emisi Pertama di Indonesia
7.500 Peserta Ikuti PLN Electric Run 2025, Ajang Lari Nol Emisi Pertama di Indonesia
BUMN
Jangkar Kapal Merusak Terumbu Karang di TN Komodo, Potret Gagalnya Tata Kelola Pariwisata
Jangkar Kapal Merusak Terumbu Karang di TN Komodo, Potret Gagalnya Tata Kelola Pariwisata
LSM/Figur
Studi Ungkap Emisi Penerbangan Nyata Bisa Tiga Kali Lipat Lebih Tinggi dari Kalkulator Karbon
Studi Ungkap Emisi Penerbangan Nyata Bisa Tiga Kali Lipat Lebih Tinggi dari Kalkulator Karbon
Pemerintah
Sektor Pertanian Harus Tumbuh 4,7 Persen Per Tahun Jika Pertumbuhan PDB RI Ingin Capai 8 Persen
Sektor Pertanian Harus Tumbuh 4,7 Persen Per Tahun Jika Pertumbuhan PDB RI Ingin Capai 8 Persen
LSM/Figur
Kemenaker: 104 Kecelakaan Kerja Terjadi di 'Smelter' Nikel, SOP hingga K3 Masih Diabaikan
Kemenaker: 104 Kecelakaan Kerja Terjadi di "Smelter" Nikel, SOP hingga K3 Masih Diabaikan
Pemerintah
Emisi Tak Terlihat dari Colokan Listrik
Emisi Tak Terlihat dari Colokan Listrik
Pemerintah
Pertamina dan KLHK Tanam Ratusan Pohon Produktif di Hulu DAS di Bogor
Pertamina dan KLHK Tanam Ratusan Pohon Produktif di Hulu DAS di Bogor
BUMN
Tropenbos Indonesia: Restorasi Gambut Swakelola di Tingkat Tapak Butuh Pendampingan
Tropenbos Indonesia: Restorasi Gambut Swakelola di Tingkat Tapak Butuh Pendampingan
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau