Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

IFish, Proyek KKP-FAO Budidaya dan Lepasliarkan Ikan Sidat

Kompas.com - 27/02/2025, 18:12 WIB
Zintan Prihatini,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Kelautan dan Perikanan bersama Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO), membudidaya ikan sidat yang status konservasinya dilindungi secara terbatas melalui proyek IFish.

Sebanyak 2,5 persen hasil budidaya sidat dilepaskan ke perairan umum.

Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan KKP, Nyoman Radiarta, mengatakan proyek tersebut sejalan dengan program ekonomi biru dalam pengelolaan berkelanjutan ekosistem perikanan darat.

Baca juga: KKP Tetapkan Dua Kawasan Konservasi Baru di Perairan Bintan dan Bitung

"Output proyek IFish salah satunya dalam mendukung upaya menjaga kelestarian dan keberlanjutan ikan sidat dan arwana telah dilakukan restocking, gerakan bersih sungai, serta perluasan kawasan pencadangan konservasi perairan darat," ujar Nyoman dalam acara Lesson Learned Form the Ifish Project, di Jakarta Pusat, Kamis (27/2/2025).

Adapun IFish berlangsung sejak 2017-2024 dengan bantuan pendanaan dari The Global Environment Facility (GEF).

Melalui proyek ini, 20 kilogram sidat hasil budidaya dilepasliarkan di Bendung Cijalu, Cilacap, untuk menjaga keseimbangan populasi habitat aslinya pada 2024.

"Dampak jangka panjang dari perubahan perilaku dalam pengelolaan sumber daya perikanan darat yaitu meningkatkan perlindungan sumber daya ikan terutama untuk jenis ikan yang terancam punah," jelas Nyoman.

"Kedua, meningkatan upaya pengelolaan sumber daya perikanan darat dan meningkatkan kesadaran serta partisipasi masyarakat," imbuh dia.

Selama tujuh tahun, proyek itu mengembangkan 15 kebijakan nasional maupun regional yang mengatur lebih dari 11.800 kilometer persegi ekosistem air tawar kritis di Jawa, Kalimantan, dan Sumatera.

Salah satu pencapaian signifikannya ialah pengesahan sistem pengelolaan perikanan adat Lubuk Larangan di Kabupaten Kampar, Riau, yang menerapkan zona larangan tangkap untuk melindungi stok ikan.

Baca juga: KKP Larang Penangkapan Ikan Sidat di 10 Wilayah Ini

IFish memperkenalkan model pengelolaan berbasis komunitas di lima wilayah demonstrasi dengan target spesies bernilai tinggi yaitu sidat di Cilacap dan Sukabumi, arwana dan perikanan beie di Barito Selatan dan Kapuas, serta belida di Kampar.

Kurangi Limbah Perikanan

Proyek IFish disebut mendorong pengurangan limbah di sektor perikanan, dan menjadi solusi mengatasi stunting pada anak.

Di samping itu, lebih dari 10.500 masyarakat lokal mendapatkan pelatihan dalam akuakultur berkelanjutan, pemantauan keanekaragaman hayati, serta pengolahan pasca-panen termasuk ditetapkannya standar nasional kompetensi Ecosystem Approach to Fisheries Management (EAFM) perairan darat, budidaya arwana, pengelolaan dan pemanfaatan sidat.

"IFish telah menunjukkan bahwa keterlibatan aktif masyarakat dan pendekatan berbasis sains dapat menciptakan pengelolaan yang lebih berkelanjutan. Ke depan, kami akan terus memperkuat sinergi lintas sektor agar manfaat dari proyek ini dapat diperluas ke wilayah lain," tutur Nyoman.

Baca juga: Stok Makin Sedikit, KKP Susun Rencana Pengelolaan Ikan Sidat

IFish turut berkontribusi dalam pengembangan jalur ikan atau fishway berkelanjutan di kawasan Jawa Barat untuk melindungi spesies ikan yang bermigrasi seperti belut dari risiko kepunahan.

Sementara itu, Kepala Perwakilan FAO di Indonesia dan Timor-Leste, Rajendra Aryal, menekankan bahwa model keberlanjutan proyek dapat menjadi inspirasi global.

"Dengan mendorong keterlibatan komunitas dan kolaborasi lintas sektor, IFish bukan hanya proyek percontohan bagi Indonesia, tetapi juga bagi dunia," ungkap Rajendra.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau