Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 04/03/2025, 15:58 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Berbagai peristiwa cuaca ekstrem diprediksi bakal menjadi salah satu tantangan terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi global tahun ini alias 2025.

Menurut analisis World Economic Forum (WEF), cuaca ekstrem menempati peringkat kedua sebagai kekhawatiran terbesar perekonomian tahun ini menurut para ahli.

Analisis tersebut dituangkan WEF dalam laporannya berjudul WEF Global Risks Report 2025 yang dirilis baru baru ini.

Baca juga: Panas Ekstrem Akibat Perubahan Iklim Percepat Penuaan

Dalam laporan tersebut, kejadian-kejadian cuaca ekstrem akibat perubahan iklim dikhawatirkan memiliki dampak sekitar 14 persen terhadap perekonomian global.

Sementara itu, acaman utama perekonomian global nomor wahid adalah konflik bersenjata antarnegara yang memiliki dampak sekitar 23 persen.

Selain cuaca ekstrem, perubahan sistem Bumi juga dikhawatirkan berimplikasi terhadap perekonomian global dengan dampak sekitar 4 persen.

Dilansir dari ESG News, laporan tersebut menggarisbawahi bahwa risiko berbasis alam masih menjadi salah satu ancaman dan tantangan besar terhadap perekonomian serta bisnis global.

Baca juga: Retret di Magelang, Kepala Daerah Diminta Selesaikan Masalah Kemiskian Ekstrem

Selain itu, selama empat tahun terakhir, WEF secara konsisten menempatkan cuaca ekstrem, hilangnya keanekaragaman hayati, dan polusi sebagai tantangan yang besar.

Managing Director WEF Saadia Zahidi mengatakan, dalam 20 tahun terakhir, risiko lingkungan terus menjadi tantangan terbesar terhadap perekonomian global.

"Masalah lingkungan, mulai dari cuaca ekstrem hingga polusi, sudah ada sekarang dan kebutuhan untuk menerapkan solusi sangat mendesak," kata Zahidi dalam laporan tersebut.

Laporan tersebut didasarkan pada wawasan lebih dari 900 pakar dan menilai risiko dalam tiga jangka waktu.

Baca juga: Cuaca Ekstrem 2025 Bisa Picu Gejolak Harga Pangan, Kopi Salah Satunya

Ketiga jangka waktu tersebut adalah risiko jangka pendek sampai 2025, risiko jangka menengah sampah 2027, dan risiko jangka panjang sampai 2035.

Dalam risiko jangka panjang, kekhawatirannya meliputi konflik geopolitik, misinformasi, dan volatilitas ekonomi mendominasi kekhawatiran.

Sementara itu, kekhawatiran dalam risiko jangka panjang adalah polarisasi sosial dan maladaptasi terhadap krisis iklim.

Sedangkan kekhawatiran risiko jangka panjang meliputi risiko lingkungan seperti hilangnya keanekaragaman hayati dan kelangkaan sumber daya yang menimbulkan ancaman eksistensial.

Baca juga: Cuaca Ekstrem Picu Kematian 100 Ton Ikan di Waduk Jatilihur Purwakarta

Zahidi menyampaikan, dunia telah berubah secara drastis selama 20 tahun terakhir dan akan terus berubah dengan cara yang tidak terduga.

Dia menambahkan, pandangan dari para ahli yang tertuan dalam laporan tersebut penting diperhatikan untuk perencanaan dan persiapan yang lebih baik, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

"Para pemimpin di seluruh sektor publik dan swasta, masyarakat sipil, organisasi internasional, dan akademisi harus memegang tongkat estafet untuk bekerja secara terbuka dan konstruktif satu sama lain," papar Zahidi.

"Dengan memperdalam dialog yang jujur dan bertindak segera untuk mengurangi risiko yang ada di masa depan, kita dapat membangun kembali kepercayaan dan bersama-sama menciptakan ekonomi dan masyarakat yang lebih kuat dan lebih tangguh," tambahnya.

Baca juga: BNPB Semai 26 Ton Garam dalam Sepekan, Kendalikan Hujan Ekstrem

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Disepelekan, Daerah Pasang Surut Penting untuk Keberlanjutan Seafood

Disepelekan, Daerah Pasang Surut Penting untuk Keberlanjutan Seafood

LSM/Figur
Gelombang Panas Lautan Meningkat, Badai Makin Sering, Paus Mudah Terdampar

Gelombang Panas Lautan Meningkat, Badai Makin Sering, Paus Mudah Terdampar

Pemerintah
Riset di 2.847 Kota: Kebakaran Bakal Lebih Mudah Terjadi karena Iklim

Riset di 2.847 Kota: Kebakaran Bakal Lebih Mudah Terjadi karena Iklim

LSM/Figur
Peneliti BRIN Temukan 2 Spesies Baru Kumbang Kura-kura di Sulawesi

Peneliti BRIN Temukan 2 Spesies Baru Kumbang Kura-kura di Sulawesi

Pemerintah
Banjir Hari Ini, Sampah dari Saringan TB Simatupang Capai 2.000 Ton

Banjir Hari Ini, Sampah dari Saringan TB Simatupang Capai 2.000 Ton

Pemerintah
Teknologi Termal Pengelolaan Sampah, Solusi Nyata atau Palsu?

Teknologi Termal Pengelolaan Sampah, Solusi Nyata atau Palsu?

LSM/Figur
Cuaca Ekstrem Jadi Tantangan Besar terhadap Perekonomian Global

Cuaca Ekstrem Jadi Tantangan Besar terhadap Perekonomian Global

LSM/Figur
Banjir Bandang di Hulu

Banjir Bandang di Hulu

Pemerintah
Pemerintah Siapkan Proyek DME Batubara Pengganti LPG, Andalkan Pembiayaan Dalam Negeri

Pemerintah Siapkan Proyek DME Batubara Pengganti LPG, Andalkan Pembiayaan Dalam Negeri

Pemerintah
TPS Rawa Badak Utara Diprotes Warga, Menteri LH Minta Pemkot Perbaiki

TPS Rawa Badak Utara Diprotes Warga, Menteri LH Minta Pemkot Perbaiki

Pemerintah
Pemerintah Siapkan 21 Proyek Hilirisasi Rp 658 Triliun, Danantara Ikut Biayai

Pemerintah Siapkan 21 Proyek Hilirisasi Rp 658 Triliun, Danantara Ikut Biayai

Pemerintah
Tutup PLTU Cirebon-1 dan Pelabuhan Ratu: Cuan Rp 115 T, Beban Ekonomi Berkurang

Tutup PLTU Cirebon-1 dan Pelabuhan Ratu: Cuan Rp 115 T, Beban Ekonomi Berkurang

LSM/Figur
Salah Kaprah Asumsi soal Plastik PET Kemasan Besar yang Dinilai Tak Ramah Lingkungan

Salah Kaprah Asumsi soal Plastik PET Kemasan Besar yang Dinilai Tak Ramah Lingkungan

Swasta
Banjir dan Curah Hujan Tinggi, BMKG: Atmosfer Berpengaruh, Daratan Penentunya

Banjir dan Curah Hujan Tinggi, BMKG: Atmosfer Berpengaruh, Daratan Penentunya

Pemerintah
4 Kegiatan 'Ngabuburit' Ramah Lingkungan Selama Ramadhan

4 Kegiatan "Ngabuburit" Ramah Lingkungan Selama Ramadhan

LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau