Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
KILAS

Salah Kaprah Asumsi soal Plastik PET Kemasan Besar yang Dinilai Tak Ramah Lingkungan

Kompas.com - 04/03/2025, 12:15 WIB
Erlangga Satya Darmawan,
Sri Noviyanti

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Persoalan sampah plastik masih menjadi tantangan serius di Indonesia. Berdasarkan data statistik persampahan domestik Indonesia pada akhir 2024, jenis sampah plastik menduduki peringkat kedua sebesar 5.4 juta ton per tahun atau 14 persen dari total produksi sampah.

Dari jumlah itu, sebagian narasi yang beredar mengemukakan bahwa kemasan plastik sekali pakai, baik botol ataupun galon, merupakan penyumbang utama pencemaran lingkungan di sejumlah tempat.

“Meski demikian jangan dulu berprasangka karena tidak semua plastik merupakan sampah. Kalau ditemukannya di truk atau tempat sampah, ini belum menjadi sampah. Namun, kalau ditemukannya di tempat pembuangan akhir (TPA) itu baru bisa dikategorikan sebagai sampah,” ujar Founder Net Zero Waste Management Consortium (NZWMC) Ahmad Safrudin dalam acara Kompas.com Talks bertajuk "Mitos Vs Fakta: Benarkah Semua Plastik Adalah Sampah?" yang digelar di Jakarta, Jumat (21/2/2025).

Baca juga: Bukan Hanya Konsumen, Produsen Wajib Kurangi Sampah Plastik

Berdasarkan hasil penelitian terbaru yang dilakukan NZWMC yang menyoroti top 25 sampah plastik di enam kota, plastik kemasan kecil justru paling mendominasi.

Dalam laporan NZWMC tersebut, kemasan saset menempati posisi tertinggi dengan total 152.783 sampah. Sementara, urutan temuan terbanyak kedua disusul gelas plastik air minuman dalam kemasan (AMDK) dengan total sampah mencapai 135.383 buah.

kemasan sekali pakai justru tak ditemukan sama sekali pada tempat pembuangan sampah atau pun badan sungai.

"Sampah plastik yang paling banyak ditemukan di tempat pembuangan akhir (TPA), badan sungai, hingga laut adalah serpihan plastik kemasan kecil, seperti saset dan gelas plastik AMDK," kata Ahmad

Alasan sampah kemasan kecil mendominasi

Pada penelitian NZWMC, sampah, seperti saset dan gelas plastik AMDK disebutkan kurang diminati oleh para pemulung dan bank sampah.

Baca juga: Murah tapi Sulit Didaur Ulang, Alasan Sampah Gelas Plastik AMDK Membludak

Terkait itu, ukuran jadi salah satu penyebab banyaknya sampah jenis kecil karena membuat proses pengumpulan menjadi tidak efisien.

“Pemulung jadi membutuhkan waktu lebih lama untuk mengumpulkan sampah kecil dalam jumlah yang signifikan,” terang Ahmad.

Selain ukuran, sampah jenis saset dan gelas plastik juga sering tercampur dengan sisa makanan atau cairan sehingga memerlukan proses pembersihan tambahan yang meningkatkan biaya pengolahan.

"Seluruhnya (gelas plastik) harus dibersihkan sebelum didaur ulang dan tiap rantai proses membutuhkan biaya. Pada akhirnya, nilai ekonomi yang seharusnya didapat perlu dipotong karena prosesnya lebih rumit," terang Ahmad.

Baca juga: Sampah Gelas Plastik Jadi Masalah Besar, Saatnya Produsen Ikut Bertanggung Jawab

Senada dengan Ahmad, CEO Kita Bumi Hadiyan Fariz Azhar menjelaskan bahwa plastik bernilai rendah, seperti saset dan gelas plastik AMDK kurang diminati karena berbagai kendala dalam proses daur ulang.

“Plastik bernilai rendah belum memiliki sistem pengelolaan optimal. Program daur ulangnya masih terbatas dan belum menjadi bagian dari sistem pengelolaan sampah luas.,” ucap Fariz.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Cuaca Ekstrem Jadi Tantangan Besar terhadap Perekonomian Global

Cuaca Ekstrem Jadi Tantangan Besar terhadap Perekonomian Global

LSM/Figur
Banjir Bandang di Hulu

Banjir Bandang di Hulu

Pemerintah
Pemerintah Siapkan Proyek DME Batubara Pengganti LPG, Andalkan Pembiayaan Dalam Negeri

Pemerintah Siapkan Proyek DME Batubara Pengganti LPG, Andalkan Pembiayaan Dalam Negeri

Pemerintah
TPS Rawa Badak Utara Diprotes Warga, Menteri LH Minta Pemkot Perbaiki

TPS Rawa Badak Utara Diprotes Warga, Menteri LH Minta Pemkot Perbaiki

Pemerintah
Pemerintah Siapkan 21 Proyek Hilirisasi Rp 658 Triliun, Danantara Ikut Biayai

Pemerintah Siapkan 21 Proyek Hilirisasi Rp 658 Triliun, Danantara Ikut Biayai

Pemerintah
Tutup PLTU Cirebon-1 dan Pelabuhan Ratu: Cuan Rp 115 T, Beban Ekonomi Berkurang

Tutup PLTU Cirebon-1 dan Pelabuhan Ratu: Cuan Rp 115 T, Beban Ekonomi Berkurang

LSM/Figur
Salah Kaprah Asumsi soal Plastik PET Kemasan Besar yang Dinilai Tak Ramah Lingkungan

Salah Kaprah Asumsi soal Plastik PET Kemasan Besar yang Dinilai Tak Ramah Lingkungan

Swasta
Banjir dan Curah Hujan Tinggi, BMKG: Atmosfer Berpengaruh, Daratan Penentunya

Banjir dan Curah Hujan Tinggi, BMKG: Atmosfer Berpengaruh, Daratan Penentunya

Pemerintah
4 Kegiatan 'Ngabuburit' Ramah Lingkungan Selama Ramadhan

4 Kegiatan "Ngabuburit" Ramah Lingkungan Selama Ramadhan

LSM/Figur
Tutup PLTU Cirebon-1 dan Pelabuhan Ratu, Indonesia Selamat dari Beban Rp 124 T

Tutup PLTU Cirebon-1 dan Pelabuhan Ratu, Indonesia Selamat dari Beban Rp 124 T

LSM/Figur
Ada Efisiensi, KKP Kembangkan Pendanaan Alternatif Dukung Konservasi dan Pangan

Ada Efisiensi, KKP Kembangkan Pendanaan Alternatif Dukung Konservasi dan Pangan

Pemerintah
Bos META: Efisiensi Anggaran Boleh, Asal Pemerintah Berikan Dukungan Ini untuk Sektor Infrastruktur

Bos META: Efisiensi Anggaran Boleh, Asal Pemerintah Berikan Dukungan Ini untuk Sektor Infrastruktur

Swasta
Menteri LH Akui, Kebanyakan Incinerator di TPA Belum Sesuai Baku Mutu

Menteri LH Akui, Kebanyakan Incinerator di TPA Belum Sesuai Baku Mutu

Pemerintah
Maraknya Tambang Timah Ilegal Picu Konflik Buaya dan Manusia di Bangka Belitung

Maraknya Tambang Timah Ilegal Picu Konflik Buaya dan Manusia di Bangka Belitung

LSM/Figur
Menteri LH Wanti-wanti Pengelola TPA 'Open Dumping' Bisa Kena Pidana

Menteri LH Wanti-wanti Pengelola TPA "Open Dumping" Bisa Kena Pidana

Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau