KOMPAS.com - Dokumen Tata Ruang dan Tata Wilayah (RTRW) di daerah perlu mengakomodasi pengembangan energi terbarukan untuk mempercepat transisi energi.
Menurut riset Institute for Essential Services Reform (IESR) terbaru, Indonesia memiliki potensi energi terbarukan sebesar 333 gigawatt (GW) skala utilitas yang layak secara finansial dan tersebar di seluruh wilayah nusantara.
333 GW potensi tersebut terbagi menjadi tiga jenis yakni pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) 165,9 GW, pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) 167,0 GW, dan pembangkit listrik tenaga mini dan mikrohidro (PLTM) 0,7 GW.
Baca juga: Bukan Energi Terbarukan, Migas Jadi Fokus Pendanaan Danantara Gelombang Pertama
Kelayakan tersebut sesuai berdasarkan aturan tarif dan struktur pembiayaan proyek yang umum dipakai di Indonesia.
Di sisi lain, pengembangan PLTS, PLTB, dan PLTM mutlak memerlukan lahan.
Oleh karenanya, di dalam dokumen RTRW sebuah daerah, perlu adanya integrasi klasifikasi penggunaan lahan untuk energi terbarukan.
Koordinator Riset Sosial, Kebijakan dan Ekonomi IESR Martha Jesica Mendrofa mengatakan, dengan diakomodasinya pengembangan energi terbarukan dalam dokumen RTRW daerah, pengadaan lahan akan lebih efisien dan depat.
Baca juga: Keuntungan Cepat Didapat, Energi Terbarukan Perlu Jadi Fokus Danantara
Apabila energi terbarukan belum diakomodasi dalam RTRW, diskusi dan perizinan pengembangannya jadi harus melibatkan berbagai pihak.
"Jadi tidak bisa ada satu acuan untuk mengatakan boleh atau tidak boleh untuk dibuat (pengembangan energi terbarukan) di wilayah tersebut," kata Martha saat dihubungi Kompas.com, Selasa (11/3/2025).
Martha menambahkan, klasifikasi penggunaan lahan untuk energi terbarukan dalam dokumen RTRW juga bisa mendorong penggabungan proyek-proyek yang besar.
"Untuk site-site yang besar itu bisa lebih mudah untuk perizinannya dan lebih cepat untuk bisa dilihat, bahwa membangun infrastruktur di wilayah ini boleh karena memang di segi penggunaan lahan sudah diperlukan untuk itu," papar Martha.
Baca juga: Teknologi Biogas di Peternakan Jadi Solusi Energi Terbarukan yang Tak Pernah Padam
Dia menuturkan, selama ini belum ada RTRW yang mengintegrasikan klasifikasi penggunaan lahan untuk energi terbarukan secara spesifik.
Martha menegaskan,, klasifikasi penggunaan lahan perlu disampaikan secara eksplisit di dalam dokumen perencanaan wilayah tersebut.
Menurut studi IESR berjudul Unlocking Indonesia’s Renewables Future: The Economic Case of 333 GW of Solar, Wind, and Hydro Projects, ada enam wilayah unggulan untuk pengembangan energi terbarukan berdasarkan kajian.
Papua dan Kalimantan menjadi daerah dengan konsentrasi tertinggi untuk pengembangan PLTS. Maluku, Papua, dan Sulawesi Selatan dinilai optimal untuk PLTB. Adapun Sumatera Barat dan Sumatera Utara memiliki potensi terbesar untuk PLTM.
Baca juga: RI Punya Potensi 333 GW Energi Terbarukan Layak Finansial, Lebih Besar dari Target Pemerintah
Sekitar 61 persen dari 333 GW potensi proyek energi terbarukan, atau sekitar 206 GW, memiliki tingkat pengembalian investasi yang mempertimbangkan suku bunga atau EIRR-nya di atas 10 persen.
Kapasitas ini lebih besar dari target yang dibutuhkan Indonesia dalam Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN), yang menargetkan sekitar 180 GW PLTS dan PLTB hingga 2060.
Ke depan, potensi proyek energi terbarukan yang layak secara finansial dapat terus meningkat seiring dengan perbaikan regulasi, infrastruktur, serta penurunan pengeluaran modal.
Baca juga: Proyek Energi Terbarukan Ancam Operasional Teleskop Terbesar Dunia
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya