Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Proyek Energi Terbarukan Ancam Operasional Teleskop Terbesar Dunia

Kompas.com, 25 Februari 2025, 17:58 WIB
Monika Novena,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

Sumber Space

KOMPAS.com - Para astronom mengungkapkan kekhawatirannya soal kemungkinan pengamatan langit dari puncak Paranal di Chile terganggu polusi cahaya yang berasal dari proyek energi terbarukan.

Perusahaan energi AS AES Energy diketahui berencana membangun kompleks manufaktur hidrogen terbarukan yang hanya beberapa kilometer dari Paranal, lokasi Teleskop Sangat Besar (VLT) milik European Southern Observatory (ESO).

VLT adalah salah satu instrumen pengamatan langit paling sensitif di dunia, yang mampu mengamati obyek paling menarik di alam semesta.

Sejauh ini, VLT telah memungkinkan para astronom untuk melacak orbit bintang di sekitar lubang hitam terdekat di pusat galaksi Bima Sakti, mengambil gambar pertama sebuah planet di luar tata surya, dan mengungkap jaringan kosmik yang sulit dipahami di alam semesta. 

Baca juga: Studi: Lebih Banyak Lapangan Golf daripada Proyek Energi Terbarukan

Salah satu alasan mengapa VLT begitu produktif adalah langit gelap tempatnya dibangun.

Sebuah survei yang diterbitkan pada tahun 2023 menemukan bahwa di antara 28 observatorium astronomi terkuat di dunia, teleskop di Gunung Paranal mengalami tingkat polusi cahaya buatan terendah.

Kondisi pengamatan langit yang unggul di area tersebut bahkan membuat ESO memilih Gunung Armazones di dekatnya sebagai lokasi mesin super pengamatan langit generasi berikutnya yaitu Teleskop Sangat Besar (ELT).

Teleskop ini akan memberikan pandangan yang lebih dalam ke alam semesta yang paling jauh tetapi juga akan dapat mengumpulkan informasi terperinci tentang planet ekstrasurya yang berpotensi layak huni.

Namun proyek hidrogen yang disebut INNA dapat membatalkan kemajuan tersebut.

"Potensi pengamatan pusat astronomi itu akan berkurang secara signifikan jika proyek hidrogen INNA mendapat lampu hijau. Kecerahan langit akan meningkat hingga 10 persen yang berasal dari proyek tersebut," kata Xavier Barcons, Direktur Jenderal ESO, dikutip dari Space, Selasa (25/2/2025).

Baca juga: Energi Terbarukan Diklaim Lebih Menguntungkan Dari Teknologi Penangkapan Karbon

Menurut Renewables Now, proyek INNA, kawasan industri seluas 3.021 hektare senilai 10 miliar dollar AS itu  akan terdiri dari tiga ladang surya, tiga ladang angin, sistem penyimpanan energi baterai, dan fasilitas untuk produksi hidrogen.

ESO memperkirakan kompleks tersebut akan membocorkan polusi cahaya hingga sedekat 5 kilometer dari teleskop ESO, dan kemungkinan perluasan lebih lanjut akan semakin memperburuk dampak pada langit malam Paranal.

ESO pun menyerukan perlindungan hukum yang lebih ketat terhadap langit malam di sekitar observatorium.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Investasi Energi Terbarukan Capai Rp 21,64 Triliun, REC Dinilai Bisa Percepat Balik Modal
Investasi Energi Terbarukan Capai Rp 21,64 Triliun, REC Dinilai Bisa Percepat Balik Modal
Pemerintah
PLTP Kamojang Hasilkan 1.326 GWh Listrik, Tekan Emisi 1,22 Juta Ton per Tahun
PLTP Kamojang Hasilkan 1.326 GWh Listrik, Tekan Emisi 1,22 Juta Ton per Tahun
BUMN
Pertamina EP Cepu Dorong Desa Sidorejo Jadi Sentra Pertanian Organik Blora
Pertamina EP Cepu Dorong Desa Sidorejo Jadi Sentra Pertanian Organik Blora
BUMN
Pergerakan Manusia Melampaui Total Migrasi Satwa Liar, Apa Dampaknya?
Pergerakan Manusia Melampaui Total Migrasi Satwa Liar, Apa Dampaknya?
Pemerintah
Tambang Batu Bara Bekas Masih Lepaskan Karbon, Studi Ungkap
Tambang Batu Bara Bekas Masih Lepaskan Karbon, Studi Ungkap
Pemerintah
KKP Pastikan Udang RI Bebas Radioaktif, Kini Ekspor Lagi ke AS
KKP Pastikan Udang RI Bebas Radioaktif, Kini Ekspor Lagi ke AS
Pemerintah
Sampah Plastik “Berlayar” ke Samudra Hindia dan Afrika, Ini Penjelasan Peneliti BRIN
Sampah Plastik “Berlayar” ke Samudra Hindia dan Afrika, Ini Penjelasan Peneliti BRIN
Pemerintah
75 Persen Hiu Paus di Papua Punya Luka, Tunjukkan Besarnya Ancaman yang Dihadapinya
75 Persen Hiu Paus di Papua Punya Luka, Tunjukkan Besarnya Ancaman yang Dihadapinya
LSM/Figur
Jangan Sia-siakan Investasi Hijau China, Kunci Transisi Energi Indonesia Ada di Sini
Jangan Sia-siakan Investasi Hijau China, Kunci Transisi Energi Indonesia Ada di Sini
Pemerintah
Eropa Sepakat Target Iklim 2040, tapi Ambisinya Melemah, Minta Kelonggaran
Eropa Sepakat Target Iklim 2040, tapi Ambisinya Melemah, Minta Kelonggaran
Pemerintah
Human Initiative Gelar Forum Kolaborasi Multipihak untuk Percepatan SDGs
Human Initiative Gelar Forum Kolaborasi Multipihak untuk Percepatan SDGs
Advertorial
Batu Bara Sudah Tidak Cuan, Terus Bergantung Padanya Sama Saja Bunuh Diri Perlahan
Batu Bara Sudah Tidak Cuan, Terus Bergantung Padanya Sama Saja Bunuh Diri Perlahan
Pemerintah
Kisah Nur Wahida Tekuni Songket hingga Raup Cuan di Mancanegara
Kisah Nur Wahida Tekuni Songket hingga Raup Cuan di Mancanegara
LSM/Figur
Startup Biodiversitas Tarik Investor Beragam, Namun Raih Modal Kecil
Startup Biodiversitas Tarik Investor Beragam, Namun Raih Modal Kecil
Pemerintah
FAO Peringatkan Degradasi Lahan Ancam Miliaran Orang
FAO Peringatkan Degradasi Lahan Ancam Miliaran Orang
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau