Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peneliti UGM Kembangkan Alat Deteksi Dini TBC Berbasis AI

Kompas.com - 28/03/2025, 11:45 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Tim peneliti Universitas Gadjah Mada (UGM) tengah mengembangkan teknologi berbasis kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) guna mendukung deteksi dini penyakit tuberkulosis (TBC). 

Inovasi ini diharapkan dapat menjadi solusi bagi Indonesia yang hingga kini masih mengandalkan teknologi impor dalam pelaksanaan pencarian kasus TBC secara aktif.

Peneliti Pusat Kedokteran Tropis UGM Antonia Morita I Saktiawati mengatakan, timnya sedang merancang perangkat lunak berbasis AI bernama computer-aided detection (CAD).

Baca juga: Jerman Tukar Utang RI Rp 1,2 Triliun untuk Tangani TBC hingga HIV

Teknologi ini dirancang untuk membantu tenaga kesehatan dalam menganalisis hasil rontgen dada guna meningkatkan efektivitas skrining TBC secara lebih cepat dan akurat.

"Kita sebenarnya memiliki kemampuan untuk mengembangkan teknologi ini sendiri, apalagi dengan jumlah kasus yang tinggi," ujar Morita, dikutip dari situs web UGM, Selasa (25/3/2025).

Morita berujar, penelitian tersebut telah dilakukan timnya cukup lama dengan keterbatasan pendanaan.

Akan tetapi, kini penelitian timnya mendapatkan dukungan dari program KONEKSI yang diinisiasi oleh Department of Foreign Affairs and Trade (DFAT) Australia. 

Baca juga: Percepat Eliminasi TBC 2025, Menkes Targetkan 1 Juta Temuan Kasus

Sejumlah institusi turut berkolaborasi dalam penelitian ini seperti University of Melbourne, Monash University Indonesia, Universitas Sebelas Maret, serta beberapa organisasi kesehatan dan advokasi seperti Yayasan Pengembangan Kesehatan dan Masyarakat Papua (YPKMP) dan Sentra Advokasi Perempuan, Difabel dan Anak (SAPDA).

Saat ini, penyakit TBC di Indonesia masih perlu penanganan ekstra. Pada 2023, jumlah temuan pengidap TBC mencapai 809.000 kasus.

Jumlah ini jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan kasus sebelum pandemi yang rata-rata penemuan kasus dibawah 600.000 per tahun.

Masih menurut Morita, saat ini Indonesia menempati peringkat kedua di dunia dalam jumlah kasus TBC terbanyak. 

Baca juga: Pembatalan Cukai Rokok Dinilai Halangi Eradikasi TBC

Dari estimasi sekitar 1.060.000 kasus, baru sekitar 81 persen yang telah terdiagnosis.

Sementara itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menargetkan cakupan deteksi mencapai 100 persen dengan pemanfaatan teknologi. 

Tanpa deteksi yang tepat waktu, penderita TBC berisiko tidak mendapatkan pengobatan yang diperlukan, sehingga bisa berujung pada kematian serta meningkatkan penyebaran penyakit ke orang lain. 

"Oleh karena itu, upaya deteksi dini menjadi langkah krusial dalam mempercepat eliminasi TBC di Indonesia," ungkap Morita.

Baca juga: Stunting dan TBC Punya Kaitan, Perlu Perhatian

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau