Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Stunting dan TBC Punya Kaitan, Perlu Perhatian

Kompas.com - 30/09/2024, 17:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

KOMPAS.com - Stunting dan tuberkulosis (TBC) pada anak memiliki kaitan. Stunting bisa meningkatkan risiko TBC karena imunitas tubuh yang menurun akibat masalah gizi.

Di sisi lain, TBC yang tidak segera diobati dapat mempengaruhi pertumbuhan anak dan bisa menyebabkan stunting.

Hal tersebut disampaikan Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga (KSPK) Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Nopian Andusti dalam Kelas Orang Tua Hebat (Kerabat) seri kesembilan tahun 2024, Kamis (26/9/2024).

Baca juga: Hampir Seperempat Kasus TBC di Solo Terjadi pada Anak

"Penurunan nafsu makan pada anak yang terinfeksi TBC juga dapat menyebabkan tidak tercukupinya gizi anak untuk tumbuh dan berkembang," kata Nopian sebagaimana dilansir Antara.

Nopian menyebutkan, Indonesia termasuk delapan besar negara yang menyumbang kasus TBC terbesar.

Prevalensi TBC paru berdasarkan kelompok umur di bawah satu tahun yaitu 0,08 persen, kelompok umur 1-4 tahun 0,42 persen, dan kelompok umur 5-12 tahun 0,18 persen.

Menurut dia, edukasi dini terkait TBC juga sangat penting, utamanya kepada orang tua melalui kader Bina Keluarga Balita (BKB).

Sementara itu, Kepala BKKBN tahun 2019-2024 Hasto Wardoyo mengatakan, peningkatan kasus TBC pada 2022 meningkat drastis.

Baca juga: Perkuat Penanganan TBC Asia Tenggara, ASEAN Luncurkan Program AIDP

Dia menekankan agar vaksin Bacillus calmette guerin (BCG) diberikan pada anak sebelum usia satu bulan untuk mencegah penyakit tersebut.

"Naiknya kasus TBC pada 2022 setelah pandemi itu sangat pesat. TBC kalau pada balita itu cukup serius karena akan mengganggu pertumbuhan, sekaligus otak juga akan terganggu perkembangannya," kata Hasto.

Ia juga menyoroti pentingnya orang tua memahami TBC resisten obat alias kebal terhadap obat.

"Jadi kalau TBC itu kebal terhadap obat, maka dikasih obat apa saja ya tidak mempan," tuturnya.

Hasto juga menyampaikan pentingnya memberikan kesadaran kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga kesehatan lingkungan karena TBC juga disebabkan oleh rumah yang kumuh.

Baca juga: Genjot Deteksi TBC, Rongent Portabel Disebar ke Berbagai Wilayah

"Jadi, rumah-rumah yang kumuh dan kurang ventilasi dan lembab itu kemudian mereka cepat sekali (penularannya), bisa kalau satu ada yang kena TBC, kemudian juga menular kepada yang lain," paparnya.

Untuk diketahui, anak-anak di bawah umur lima tahun termasuk kelompok yang rentan terkena TBC.

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, ada 100.726 anak berusia 0-14 tahun di Indonesia yang terjangkit TBC pada 2022.

Sementara itu, jumlah bayi di bawah lima tahun (balita) di Indonesia yang menderita TBC tercatat 57.024 anak.

Baca juga: Kemenkes: Rokok Kontributor Terbesar Kasus TBC di Indonesia

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau