Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Yayasan Konservasi Alam Nusantara
Organisasi Nirlaba

Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) adalah organisasi nirlaba berbasis ilmiah yang hadir di Indonesia sejak 2014.

Memiliki misi melindungi wilayah daratan dan perairan sebagai sistem penyangga kehidupan, kami memberikan solusi inovatif demi mewujudkan keselarasan alam dan manusia melalui tata kelola sumber daya alam yang efektif, mengedepankan pendekatan nonkonfrontatif, serta membangun jaringan kemitraan dengan seluruh pihak kepentingan untuk Indonesia yang lestari. Untuk informasi lebih lanjut kunjungi www.YKAN.or.id.

Konservasi Vs Rencana Konversi 20 Juta Hektare Hutan

Kompas.com - 25/03/2025, 11:34 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Musnanda Satar*

SEJAK digulirkan pada awal 2025, tampaknya pemerintah belum akan mengurungkan niat mengalihfungsikan kawasan hutan seluas 20,6 juta hektare (ha) untuk menjadi lahan pangan, air dan energi, meskipun tuntutan untuk mengkaji ulang bahkan menghentikan terus bergema.

Sejak awal tahun 2000, para pakar sudah mengingatkan bahwa bumi akan mengalami kondisi kekurangan pangan, energi dan air bersih atau FEWS (Food, Energy, and Water Scarcities).

Bertambahnya jumlah penduduk serta peningkatan pendapatannya, memang perlu diimbangi dengan pembangunan lahan pertanian untuk mencukupi kebutuhan pangan, maupun membuka kawasan hutan yang memiliki sumber daya energi baru dan terbarukan.

Namun, apakah untuk mencukupi kebutuhan itu harus dilakukan dengan mengubah 20,6 juta ha kawasan hutan menjadi wilayah cadangan pangan dan energi?

Dari sisi konservasi, tulisan ini mencoba menawarkan pilihan selain konversi lahan kawasan hutan khususnya hutan alam (natural forests).

Baca juga: Pemerintah Gelontorkan Rp 5,1 Triliun untuk Food Estate di Kalteng

Kekayaan hutan tropis Indonesia

Menurut data Indonesia Biodiversity Action Plan (IBSAP), hutan tropis Indonesia menjadi tempat tinggal 13 persen jenis mamalia dunia, 16 persen jenis reptilia, 17 persen jenis burung serta tempat tumbuhnya, 10 persen jenis tanaman berbunga dunia.

Hutan alam tropis Indonesia merupakan satu dari lima lokasi dengan nilai kekayaan keaneragaman tertinggi di dunia.

Nilai dari suatu hutan tropis dapat dilihat dari nilai ekonomi, penyerapan karbon, layanan jasa lingkungan, wisata, serta agroforestry.

Rangkuman beberapa kajian yang dilakukan oleh The Economics of Ecosystems and Biodiversty (TEEB) menyebut nilai hutan tropis antara 2.000-20.000 dollar AS per ha per tahun.

Sementara nilai hutan di Sumatera dan Kalimantan berada di angka 3.000-15.000 dollar AS per ha per tahunnya.

Luasan kawasan hutan yang dapat dikonversi yang mencapai 20,6 juta ha itu sendiri, lahir dari perhitungan Kementerian Kehutanan pada Desember 2024, dengan mengacu pada luasan kawasan hutan belum berizin, kawasan hutan produksi yang belum berizin serta kawasan hutan yang sudah berizin.

Lantas, apakah benar 20,6 juta ha kawasan itu saat ini semuanya sudah tidak ada pepohonannya?

Sebab jika melakukan konversi pada kawasan yang masih memiliki tutupan hutan, hal ini akan mengakibatkan pengurangan stok karbon yang akan meningkatkan emisi karbon ke atmosfer.

Bagi para akademisi dan lembaga lingkungan hidup, dampak tersebut merupakan ancaman bagi kawasan hutan di Indonesia yang selama ini sudah mengalami degradasi dan deforestasi.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Mahasiswa IPB Latih Petani Olah Limbah Ternak Jadi Pupuk Organik Cair
Mahasiswa IPB Latih Petani Olah Limbah Ternak Jadi Pupuk Organik Cair
LSM/Figur
Menteri LH: Jangan Eker-ekeran, Satukan Langkah Demi Biodiversitas
Menteri LH: Jangan Eker-ekeran, Satukan Langkah Demi Biodiversitas
Pemerintah
Ilmuwan Ingatkan, Kombinasi Krisis Iklim dan Badai Matahari Bahayakan Satelit
Ilmuwan Ingatkan, Kombinasi Krisis Iklim dan Badai Matahari Bahayakan Satelit
LSM/Figur
Peneiti BRIN: Koros dan Lanang Sapi Tepat untuk Basmi Hama Tikus Sawah
Peneiti BRIN: Koros dan Lanang Sapi Tepat untuk Basmi Hama Tikus Sawah
LSM/Figur
Hari Orangutan Sedunia, Populasinya yang Kian Mengkhawatirkan
Hari Orangutan Sedunia, Populasinya yang Kian Mengkhawatirkan
LSM/Figur
8 Kendaraan Berat Tak Lolos Uji Emisi, Pemilik Terancam 6 Bulan Penjara
8 Kendaraan Berat Tak Lolos Uji Emisi, Pemilik Terancam 6 Bulan Penjara
Pemerintah
Keaneakeragaman Hayati Berpotensi Jadi Tulang Punggung Ekonomi
Keaneakeragaman Hayati Berpotensi Jadi Tulang Punggung Ekonomi
Pemerintah
Aktivitas Manusia Pangkas Cadangan Karbon Daratan Sebanyak 24 Persen
Aktivitas Manusia Pangkas Cadangan Karbon Daratan Sebanyak 24 Persen
LSM/Figur
Hanya 2 Persen Perusahaan Penuhi Standar AI Bertanggung Jawab
Hanya 2 Persen Perusahaan Penuhi Standar AI Bertanggung Jawab
Swasta
Kisah Jojo, Orangutan Kalimantan yang Kini Hidup Bebas di Alam
Kisah Jojo, Orangutan Kalimantan yang Kini Hidup Bebas di Alam
LSM/Figur
Menteri LH Sebut Kebijakan Terkait Lingkungan Tak Bisa Sewenang-wenang
Menteri LH Sebut Kebijakan Terkait Lingkungan Tak Bisa Sewenang-wenang
Pemerintah
Guru Besar IPB: Lebah Madu Bisa Jadi Detektor Pencemaran Lingkungan
Guru Besar IPB: Lebah Madu Bisa Jadi Detektor Pencemaran Lingkungan
LSM/Figur
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem Berlangsung hingga 21 Agustus
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem Berlangsung hingga 21 Agustus
Pemerintah
Perubahan Iklim dan Gelombang Panas Picu Kebakaran Hutan Terburuk di Eropa Selatan
Perubahan Iklim dan Gelombang Panas Picu Kebakaran Hutan Terburuk di Eropa Selatan
Pemerintah
Pupuk Indonesia Gelar Svarna Bhumi Award 2025, Apresiasi Inovasi Petani dan Pegiat Pangan
Pupuk Indonesia Gelar Svarna Bhumi Award 2025, Apresiasi Inovasi Petani dan Pegiat Pangan
BUMN
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau