KOMPAS.com - Badan Energi Internasional (IEA) dalam laporannya mengungkapkan, konsumsi listrik pusat data global akan meningkat lebih dari dua kali lipat pada 2030 karena lonjakan penggunaan teknologi kecerdasan buatan (AI).
Peningkatan tersebut berpotensi mengganggu keamanan energi dan menghambat upaya pengurangan emisi karbon dioksida global.
Meskipun konsumsi listrik pusat data saat ini relatif kecil (1,5 persen global), pertumbuhannya sangat pesat (12 persen per tahun).
Seperti dikutip Techxplore, Sabtu (12/4/2025), salah satu pendorong utama pertumbuhan ini adalah kebutuhan daya komputasi yang luar biasa besar dari teknologi Kecerdasan Buatan Generatif untuk memproses informasi yang terkumpul dalam basis data raksasa.
Baca juga: Bisnis Jajaki AI untuk Keberlanjutan, tetapi Khawatir Biaya Energi
Amerika Serikat, Eropa, dan Tiongkok saat ini menyumbang sekitar 85 persen dari konsumsi listrik pusat data.
Menurut laporan IEA, jika tren peningkatan konsumsi energi oleh pusat data terus berlanjut seperti sekarang, maka pada 2030 pusat data akan menggunakan sekitar 3 persen dari seluruh energi yang dihasilkan dan dikonsumsi di tingkat global.
Atau jika dalam perkiraan IEA, total konsumsi listrik seluruh pusat data di dunia bakal mencapai sekitar 945 terawatt jam pada tahun 2030
Baca juga: 12 Penyebab Nyeri Saat Buang Air Kecil, Apa Saja?
Sebagai gambaran, satu pusat data berkapasitas 100 megawatt dapat menggunakan listrik sebanyak 100.000 rumah tangga.
Namun, laporan IEA menyoroti bahwa pusat data baru yang sedang dibangun dapat menggunakan listrik sebanyak dua juta rumah tangga.
"Kecerdasan buatan berpotensi mengubah sektor energi dalam dekade mendatang, mendorong lonjakan permintaan listrik dari pusat data di seluruh dunia, sekaligus membuka peluang signifikan untuk memangkas biaya, meningkatkan daya saing, dan mengurangi emisi," papar Kelompok penasihat kebijakan energi yang berpusat di Paris.
Saat ini, batu bara menyediakan sekitar 30 persen dari energi yang dibutuhkan untuk mengoperasikan pusat data, tetapi energi terbarukan dan gas alam akan meningkatkan pangsa pengoperasian pusat data karena biaya yang lebih rendah dan ketersediaan yang lebih luas di pasar utama.
Baca juga: AI Pengaruhi 40 Persen Pekerjaan di Seluruh Dunia
Laporan IEA menambahkan pertumbuhan pusat data akan secara tak terhindarkan meningkatkan emisi karbon yang terkait dengan konsumsi listrik, dari 180 juta ton CO2 saat ini menjadi 300 juta ton pada tahun 2035.
Untungnya, perusahaan teknologi besar semakin menyadari kebutuhan mereka yang semakin meningkat akan listrik dan berusaha untuk menemukan solusinya.
Google tahun lalu menandatangani kesepakatan untuk mendapatkan listrik dari reaktor nuklir kecil untuk membantu menggerakkan perannya dalam perlombaan kecerdasan buatan.
Microsoft dan Amazon juga akan menggunakan tenaga nuklir untuk pusat datanya.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya