KOMPAS.com - Fenomena alam La Nina dinyatakan berakhir oleh Badan Kelautan dan Atmosfer AS atau National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) setelah hanya berlangsung selama tiga bulan.
La Nina adalah fenomena alam yang menyebabkan udara terasa lebih dingin atau mengalami curah hujan yang lebih tinggi. La Nina menjadi salah satu faktor yang menyebabkan musim hujan di Indonesia terjadi, selain angin muson.
NOOA menyebutkan, Bumi saat ini berada dalam kondisi netral setelah mengalami El Nino dan dilanjutkan dengan La Nina.
Baca juga: WMO Prediksi La Nina Terjadi Akhir Tahun Ini
El Nino sendiri merupakan fenomena alam kebalikan dari La Nina yakni fenomena naiknya suhu muka laut yang membuat musim kemarau lebih kering.
NOAA memperkirakan, kondisi netral saat ini akan berlangsung sebagian besar atau bahkan sepanjang tahun ini.
Hal itu membuat prakiraan cuaca jangka panjang menjadi sedikit lebih sulit karena tidak adanya faktor fenomena alam yang penting seperti El Nino atau La Nina.
Baca juga: Siap-siap, Musim Kemarau Bisa Lebih Pendek Imbas La Nina
Di Indonesia, Badan Meteorologi, Klimarologi, dan Geofisika (BMKG) menyebutkan bahwa fenomena La Nina juga sudah berakhir.
Pengumuman berakhirnya La Nina tersebut disampaikan BMKG dalam Analisis Dinamika Atmosfer Dasarian I Maret 2025 yang disampaikan pada 13 Maret 2025.
BMKG memperkirakan, musim kemarau tahun ini akan bersifat normal di sebagian besar wilayah Indonesia karena tidak ada pengaruh kuat dari El Nino atau La Nina.
Deputi Bidang Klimatologi BMKG Ardhasena Sopaheluwakan menuturkan, kondisi saat ini membuat musim kemarau 2025 diperkirakan mirip dengan tahun sebelumnya.
Baca juga: Peringatan WMO: Perubahan Cepat El Nino ke La Nina Picu Musim Badai
"Musim kemarau tahun ini cenderung normal, tidak sekering tahun 2023 yang dipengaruhi oleh El Nino. Namun, tetap perlu diwaspadai karena ada beberapa wilayah yang mengalami musim kemarau lebih kering dari biasanya," kata Ardhasena, sebagaimana dilansir Antara, Senin (17/4/2025).
Secara lebih rinci, BMKG membagi kondisi musim kemarau menjadi tiga kategori utama.
Meski musim kemarau 2025 diprediksi tidak sekering tahun 2023, BMKG mengimbau berbagai sektor untuk mengambil langkah antisipatif guna mengurangi dampak yang mungkin terjadi.
Baca juga: Perubahan Iklim Sebabkan Teori El Nino dan La Nina Tidak Relevan
Di sektor pertanian, jadwal tanam perlu disesuaikan di wilayah yang mengalami kemarau lebih awal atau lebih lambat dari biasanya.
Pemilihan varietas tanaman yang tahan kekeringan serta pengelolaan air yang lebih efisien juga menjadi langkah yang disarankan.
Sektor kebencanaan perlu meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi kebakaran hutan dan lahan, terutama di wilayah yang diperkirakan mengalami kemarau dengan curah hujan rendah.
Selain itu, kota-kota besar juga perlu mewaspadai penurunan kualitas udara akibat meningkatnya polusi dan suhu panas yang lebih tinggi.
Di sektor energi dan sumber daya air, pemerintah dan masyarakat diimbau untuk mengelola pasokan air secara efisien guna menjaga ketersediaan bagi kebutuhan rumah tangga, irigasi pertanian, serta pembangkit listrik tenaga air.
Baca juga: Australia Umumkan El Nino Berakhir, Langsung Bersiap La Nina?
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya