Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

La Nina Dinyatakan Berakhir, Bagaimana Dampaknya di Indonesia?

Kompas.com - 12/04/2025, 13:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Fenomena alam La Nina dinyatakan berakhir oleh Badan Kelautan dan Atmosfer AS atau National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) setelah hanya berlangsung selama tiga bulan. 

La Nina adalah fenomena alam yang menyebabkan udara terasa lebih dingin atau mengalami curah hujan yang lebih tinggi. La Nina menjadi salah satu faktor yang menyebabkan musim hujan di Indonesia terjadi, selain angin muson.

NOOA menyebutkan, Bumi saat ini berada dalam kondisi netral setelah mengalami El Nino dan dilanjutkan dengan La Nina.

Baca juga: WMO Prediksi La Nina Terjadi Akhir Tahun Ini

El Nino sendiri merupakan fenomena alam kebalikan dari La Nina yakni fenomena naiknya suhu muka laut yang membuat musim kemarau lebih kering.

NOAA memperkirakan, kondisi netral saat ini akan berlangsung sebagian besar atau bahkan sepanjang tahun ini.

Hal itu membuat prakiraan cuaca jangka panjang menjadi sedikit lebih sulit karena tidak adanya faktor fenomena alam yang penting seperti El Nino atau La Nina.

Baca juga: Siap-siap, Musim Kemarau Bisa Lebih Pendek Imbas La Nina

Dampak terhadap Indonesia

Di Indonesia, Badan Meteorologi, Klimarologi, dan Geofisika (BMKG) menyebutkan bahwa fenomena La Nina juga sudah berakhir.

Pengumuman berakhirnya La Nina tersebut disampaikan BMKG dalam Analisis Dinamika Atmosfer Dasarian I Maret 2025 yang disampaikan pada 13 Maret 2025.

BMKG memperkirakan, musim kemarau tahun ini akan bersifat normal di sebagian besar wilayah Indonesia karena tidak ada pengaruh kuat dari El Nino atau La Nina. 

Deputi Bidang Klimatologi BMKG Ardhasena Sopaheluwakan menuturkan, kondisi saat ini membuat musim kemarau 2025 diperkirakan mirip dengan tahun sebelumnya.

Baca juga: Peringatan WMO: Perubahan Cepat El Nino ke La Nina Picu Musim Badai

"Musim kemarau tahun ini cenderung normal, tidak sekering tahun 2023 yang dipengaruhi oleh El Nino. Namun, tetap perlu diwaspadai karena ada beberapa wilayah yang mengalami musim kemarau lebih kering dari biasanya," kata Ardhasena, sebagaimana dilansir Antara, Senin (17/4/2025).

Secara lebih rinci, BMKG membagi kondisi musim kemarau menjadi tiga kategori utama.

  1. Kemarau dengan kondisi normal diprediksi terjadi di sebagian besar wilayah Sumatera, Jawa bagian timur, Kalimantan, sebagian besar Sulawesi, Maluku dan sebagian besar Papua.
  2. Kemarau lebih kering dari biasanya berpotensi terjadi di Sumatera bagian utara, sebagian kecil Kalimantan Barat, Sulawesi bagian tengah, Maluku Utara dan Papua bagian selatan.
  3. Kemarau lebih basah dibandingkan kondisi normal diperkirakan terjadi di sebagian kecil Aceh, sebagian besar Lampung, Jawa bagian barat dan tengah, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur serta sebagian kecil Sulawesi dan Papua bagian tengah.

Meski musim kemarau 2025 diprediksi tidak sekering tahun 2023, BMKG mengimbau berbagai sektor untuk mengambil langkah antisipatif guna mengurangi dampak yang mungkin terjadi.

Baca juga: Perubahan Iklim Sebabkan Teori El Nino dan La Nina Tidak Relevan

Di sektor pertanian, jadwal tanam perlu disesuaikan di wilayah yang mengalami kemarau lebih awal atau lebih lambat dari biasanya.

Pemilihan varietas tanaman yang tahan kekeringan serta pengelolaan air yang lebih efisien juga menjadi langkah yang disarankan.

Sektor kebencanaan perlu meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi kebakaran hutan dan lahan, terutama di wilayah yang diperkirakan mengalami kemarau dengan curah hujan rendah.

Selain itu, kota-kota besar juga perlu mewaspadai penurunan kualitas udara akibat meningkatnya polusi dan suhu panas yang lebih tinggi.

Di sektor energi dan sumber daya air, pemerintah dan masyarakat diimbau untuk mengelola pasokan air secara efisien guna menjaga ketersediaan bagi kebutuhan rumah tangga, irigasi pertanian, serta pembangkit listrik tenaga air.

Baca juga: Australia Umumkan El Nino Berakhir, Langsung Bersiap La Nina?

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Kemenag Dorong Mahasiswa Bergerak Nyata untuk Selamatkan Bumi
Kemenag Dorong Mahasiswa Bergerak Nyata untuk Selamatkan Bumi
Pemerintah
Dari Uang hingga Simulasi Keuangan, Ini Cerita Anak Disabilitas Belajar Mandiri lewat FIESTA
Dari Uang hingga Simulasi Keuangan, Ini Cerita Anak Disabilitas Belajar Mandiri lewat FIESTA
BrandzView
Krisis Kebakaran Hutan, Tutupan Pohon Global Hilang 370 Persen
Krisis Kebakaran Hutan, Tutupan Pohon Global Hilang 370 Persen
LSM/Figur
Jepang Masuk Persaingan Global Daur Ulang Baterai Litium
Jepang Masuk Persaingan Global Daur Ulang Baterai Litium
Pemerintah
Bisnis Masa Depan, Green Economy Ciptakan 'Green Job'
Bisnis Masa Depan, Green Economy Ciptakan "Green Job"
Swasta
500 Warga Lokal Tambang Emas Ilegal di Area Hutan Dekat Sirkuit Mandalika
500 Warga Lokal Tambang Emas Ilegal di Area Hutan Dekat Sirkuit Mandalika
Pemerintah
DIgitalisasi Bisa Bantu Petani Sawit Indonesia Hadapi Aturan Ketertelusuran
DIgitalisasi Bisa Bantu Petani Sawit Indonesia Hadapi Aturan Ketertelusuran
Swasta
Suhu Laut Alor Tiba-Tiba Turun Drastis hingga Ikan-ikan Pingsan, BRIN Ungkap Penyebabnya
Suhu Laut Alor Tiba-Tiba Turun Drastis hingga Ikan-ikan Pingsan, BRIN Ungkap Penyebabnya
Pemerintah
Investasi 14 Miliar Dollar AS Diperlukan untuk Pulihkan Hutan Kelp Global
Investasi 14 Miliar Dollar AS Diperlukan untuk Pulihkan Hutan Kelp Global
Swasta
Kemenhut: Sulit Berantas Tambang Ilegal di TNGHS yang Jadi Mata Pencaharian
Kemenhut: Sulit Berantas Tambang Ilegal di TNGHS yang Jadi Mata Pencaharian
Pemerintah
Kemenhut Temukan 411 Lubang Tambang Emas Ilegal di Gunung Halimun Salak
Kemenhut Temukan 411 Lubang Tambang Emas Ilegal di Gunung Halimun Salak
Pemerintah
Menteri LH: Tambang Picu Dampak Serius, Aktivitasnya Harus Dikawal Kembali
Menteri LH: Tambang Picu Dampak Serius, Aktivitasnya Harus Dikawal Kembali
Pemerintah
Di Balik Sunyi Rawa Gambut Ketapang: Perjuangan Warga Menantang Api Karhutla
Di Balik Sunyi Rawa Gambut Ketapang: Perjuangan Warga Menantang Api Karhutla
LSM/Figur
PBB: Emisi Dunia Hanya Turun 10 Persen, Gagal Capai Target 60 Persen
PBB: Emisi Dunia Hanya Turun 10 Persen, Gagal Capai Target 60 Persen
Pemerintah
22 Pabrik Cikande Rampung Didekontaminasi, Kini Bisa Beroperasi Kembali
22 Pabrik Cikande Rampung Didekontaminasi, Kini Bisa Beroperasi Kembali
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau