KOMPAS.com - Negara-negara anggota badan khusus pelayaran PBB, International Maritime Organization (IMO), sepakat menarik denda 380 dolar AS per metrik ton pada setiap ton tambahan emisi karbon dioksida dari kapal.
Selain itu, ada denda tambahan sebesar 100 dolar AS per ton untuk emisi yang melebihi batas lebih ketat. Sebaliknya, IMO bakal memberikan insentif bagi pengelola kapal dengan bahan bakar yang lebih ramah lingkungan.
"Kesepakatan itu akan memberi insentif pengurangan emisi, dan mendorong pengembangan bahan bakar bersih," ujar Menteri Transportasi Inggris, Heidi Alexander, dikutip dari Reuters, Senin (14/4/2025).
Baca juga: AS Keluar dari Pembicaraan Penting soal Pengurangan Polusi Kapal Laut
Adapun penetapan denda emisi karbon pada kapal dilakukaan di tengah mundurnya Amerika Serikat dari perundingan iklim IMO. AS mengancam akan memberlakukan tindakan timbal balik terhadap setiap biaya yang dikenakan pada kapal dari negaranya.
Kendati begitu, mayoritas negara anggota menyetujui langkah-langkah untuk mengurangi emisi CO2. IMO menargetkan pemangkasan emisi dari sektor pelayaran internasional 20 persen pada 2030 dan mencapai nol emisi di 2050.
Baca juga: Kurangi Dampak Iklim, Industri Kapal Bakal Kena Pajak Emisi
Di sisi lain, kesepakatan ini masih memerlukan persetujuan akhir melalui pertemuan IMO pada Oktober 2025. IMO mencatat, pungutan denda emisi diperkirakan bakal mencapai 40 miliar dolar AS mulai 2030.
Sebagian hasil pungutan akan digunakan untuk membuat bahan bakar rendah emisi menjadi lebih terjangkau.
Selanjutnya, di 2030 batas utama emisi mengharuskan kapal menurunkan intensitas emisi bahan bakarnya sebesar 8 persen dibandingkankan dengan tingkat 2008.
Baca juga: Kedatangan Kapal Tepat Waktu Dapat Kurangi Emisi Pelayaran
Standar yang lebih ketat pun bakal mewajibkan penurunan emisi hingga 21 persen. Di 2035 target pemangkasan emisi sebesar 30 persen, sedangkan standar ketatnya mencapai 43 persen.
"Satu-satunya jalan yang bisa diandalkan bagi sektor ini menuju nol emisi bersih, yang tidak mengorbankan keanekaragaman hayati adalah bahan bakar elektronik hidrogen hijau," ungkap Kepala Opportunity Green, Aoife O Leary.
Baca juga: Pertama Kali, China Kenalkan Kapal Minyak dengan Penangkap Karbon
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya