Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gaya Hidup Berkelanjutan Tak Selalu Soal Beli Barang Berlabel "Sustainable"

Kompas.com - 27/04/2025, 18:00 WIB
Eriana Widya Astuti,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

KOMPAS.comGaya hidup berkelanjutan seringkali diasosiasikan dengan harga yang mahal dan pola konsumsi kelas menengah atas.

Namun, Cynthia Suci Lestari, penggiat gaya hidup slow fashion dan berkelanjutan dari komunitas @lyfewithless membantah hal tersebut.

Slow fashion, menurut Cynthia, tidak selalu soal membeli produk-produk dengan label sustainability, tetapi juga menyangkut cara kita memperlakukan pakaian yang sudah dimiliki.

“Memperpanjang umur pakaian itu juga praktik slow fashion. Mengenakan baju preloved dibanding baju baru termasuk slow fashion. Bahkan tukeran atau saling pinjam baju dengan teman juga termasuk slow fashion,” jelasnya saat dihubungi Kompas.com pada Jumat (25/04/2025).

Cynthia percaya bahwa gaya hidup ini dapat dilakukan siapa saja yang ingin berkontribusi mengurangi limbah dari aktivitas sehari-hari.

Pandangan ini cukup relevan, terutama di tengah data dari Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) milik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang mencatat, pada tahun 2021 Indonesia menghasilkan 2,3 juta ton limbah pakaian. Angka itu setara dengan 12 persen dari total limbah rumah tangga pada 2024.

Baca juga: Kurangi Sampah “Fast Fashion” lewat Gerakan Barter Pakaian

Cynthia tidak menampik bahwa produk dari brand yang telah tersertifikasi sustainability memiliki harga yang relatif tinggi. Menurutnya, hal ini berkaitan dengan ekonomi produksi yang sederhana: semakin sedikit barang yang dibuat, semakin tinggi pula biaya produksinya.

Produk-produk dari brand berkelanjutan tidak dibuat secara massal. Proses produksinya lebih rumit dan berfokus pada kualitas, bukan kuantitas. Di sisi lain, mereka juga memilih bahan-bahan ramah lingkungan dan mengikuti prinsip etika bisnis.

“Bahan yang digunakan di brand-brand sustainability nggak akan pakai kain yang ada campuran plastiknya, yang mana harganya lebih murah,” ujar Cynthia.

Namun, ia menegaskan, membeli dari brand tersertifikasi bukanlah satu-satunya jalan untuk hidup berkelanjutan.

“Membeli brand-brand ini atau enggak sama sekali, dua-duanya sah-sah saja. Yang penting komitmen. Setiap orang punya kondisi berbeda, jadi tinggal pilih jalan masing-masing dalam mendukung keberlanjutan,” katanya.

Selain dianggap mahal, gaya hidup berkelanjutan juga sering dicap sebagai sesuatu yang rumit. Cynthia menilai ini lebih kepada soal kebiasaan dan pola pikir.

“Ini sebenarnya cuma tentang mindset dan kebiasaan aja,” ujarnya.

Misalnya, memilah sampah, membawa tumbler sendiri, atau menyiapkan wadah makan sendiri agar tidak perlu menggunakan plastik saat membeli makanan. Praktik-praktik sederhana itu sering dianggap merepotkan, padahal menurut Cynthia, itu bagian dari tanggung jawab sebagai manusia yang menumpang hidup di bumi ini.

Baca juga: Dari Krisis ke Kesadaran, Perjalanan Slow Fashion Chynthia Suci Lestari

“Karena nggak terbiasa jadi terlihat sulit,” katanya.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

Pupuk Indonesia Gelar Program Tebus Bersama dan Digitalisasi Distribusi Pupuk Subsidi

Pupuk Indonesia Gelar Program Tebus Bersama dan Digitalisasi Distribusi Pupuk Subsidi

BUMN
Penguatan PAUD Jadi Fondasi Wujudkan SDM Unggul Berdaya Saing

Penguatan PAUD Jadi Fondasi Wujudkan SDM Unggul Berdaya Saing

Pemerintah
Perubahan Iklim Ubah Laguna Pesisir Jadi Lebih Asin, Restorasi Jadi Solusi

Perubahan Iklim Ubah Laguna Pesisir Jadi Lebih Asin, Restorasi Jadi Solusi

Pemerintah
Pemerintah Perlu Skema Pendanaan Baru untuk Pengelolaan Sampah

Pemerintah Perlu Skema Pendanaan Baru untuk Pengelolaan Sampah

LSM/Figur
IEA Prediksi Penjualan EV Global Capai Lebih dari 25 Persen pada 2025

IEA Prediksi Penjualan EV Global Capai Lebih dari 25 Persen pada 2025

Pemerintah
IPB Rilis Inovasi Berbasis AI untuk Tingkatkan Ketahanan Pangan

IPB Rilis Inovasi Berbasis AI untuk Tingkatkan Ketahanan Pangan

Pemerintah
Dorong Hilirisasi, MIND ID Perbaiki Tata Kelola Timah untuk Perekonomian

Dorong Hilirisasi, MIND ID Perbaiki Tata Kelola Timah untuk Perekonomian

BUMN
WRI Gandeng Petani Gayo Produksi Kopi Berkelanjutan di Tengah Krisis Iklim

WRI Gandeng Petani Gayo Produksi Kopi Berkelanjutan di Tengah Krisis Iklim

LSM/Figur
Kolaborasi Antar-Organisasi Dibentuk untuk Efektifkan Konservasi Laut

Kolaborasi Antar-Organisasi Dibentuk untuk Efektifkan Konservasi Laut

Pemerintah
Anak Muda Butuh Ruang Hijau, Mampukah Kota Masa Depan Menjawabnya?

Anak Muda Butuh Ruang Hijau, Mampukah Kota Masa Depan Menjawabnya?

LSM/Figur
Konservasi Laut Jadi Strategi KKP Hadapi Ancaman Krisis Pangan

Konservasi Laut Jadi Strategi KKP Hadapi Ancaman Krisis Pangan

Pemerintah
Maybank Dukung Pembangunan Pabrik Mobil EV VinFast lewat Pembiayaan Berkelanjutan

Maybank Dukung Pembangunan Pabrik Mobil EV VinFast lewat Pembiayaan Berkelanjutan

Swasta
Trump Potong Anggaran, 350 Taman Nasional Terancam Tutup

Trump Potong Anggaran, 350 Taman Nasional Terancam Tutup

Pemerintah
Lestari Forum, Bahas Ekosistem Investasi hingga “Sustainability Reporting”

Lestari Forum, Bahas Ekosistem Investasi hingga “Sustainability Reporting”

Swasta
Curhat Petani Gayo, Produksi Kopi Turun akibat Perubahan Iklim

Curhat Petani Gayo, Produksi Kopi Turun akibat Perubahan Iklim

LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau