KOMPAS.com - Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) telah menggelontorkan dana untuk aksi iklim sebesar Rp 610,12 triliun sepanjang 2016 hingga 2023.
Hal tersebut disampaikan Kepala Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral BKF Kemenkeu Boby Wahyu Hernawan dalam Executive Forum Kesiapan Dana Swasta Indonesia Dalam Pembiayaan Iklim di Jakarta, Jumat (25/4/2025).
Dia merinci, realisasi pendanaan APBN untuk iklim secara rata-rata sebesar Rp 76,3 triliun per tahun atau 3,2 persen dari APBN.
Baca juga: Jadi Tuan Rumah KTT Iklim COP30, Brasil Bujuk China hingga Eropa Lebih Ambisius
"Secara kumulatif, totalnya mencapai Rp 610,12 triliun. Ini baru mencakup 12,3 persen dari kebutuhan pembiayaan iklim hingga 2030," kata Boby, sebagaimana dilansir Antara.
Berdasarkan data Bank Dunia, transisi energi dapat menambah 1–1,5 persen pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) Indonesia per tahun hingga 2030.
Boby menjelaskan, pertumbuhan itu bisa diperoleh dari investasi, diversifikasi industri, dan penciptaan lapangan kerja di sektor energi terbarukan.
"Kemudian, investasi global dalam manufaktur energi bersih juga sedang berkembang pesat, didorong oleh kebijakan industri yang mendukung dan juga peningkatan permintaan pasar," papar Boby.
Baca juga: Bilang Tolong dan Terima Kasih di ChatGPT Malah Berkontribusi terhadap Perubahan Iklim
Dia menambahkan, lonjakan investasi tidak hanya mendorong inovasi, tetapi juga menciptakan lapangan kerja.
Maka dari itu, lanjutnya, pemerintah terus mengoptimalkan pembiayaan publik dan mendorong keterlibatan sektor swasta.
Dari sisi pemerintah, Kemenkeu telah memberikan berbagai insentif pajak, seperti untuk sektor pembangkit listrik terbarukan dan kendaraan listrik.
Sejak 2019 hingga 2024, pemerintah telah memberikan insentif fiskal senilai Rp 38,8 triliun untuk sektor-sektor terkait iklim, yang diperkirakan mencapai Rp 51,5 triliun hingga akhir 2025.
Baca juga: Sempat Turun, Investasi Iklim di AS Kini Kembali Bergairah
Di sisi lain, pemerintah juga menyusun skema pembiayaan inovatif seperti green sukuk, SDG bonds, dan penerapan taksonomi keuangan berkelanjutan.
Di luar APBN, pemerintah menerapkan blended finance atau pembiayaan campuran yang mencampur pembiayaan antara publik dan swasta.
Adapun dari sektor swasta, pemerintah mendorong pelaku usaha untuk proaktif mengurangi emisi karbon, menerapkan praktik berkelanjutan, dan berinovasi dalam teknologi ramah lingkungan, termasuk efisiensi energi, ekonomi sirkular, dan pelaporan jejak karbon produk.
Pemerintah juga mendorong pelaku usaha melakukan climate budget tagging dan mendukung pelaksanaan kebijakan nilai ekonomi karbon, yang kini terbuka untuk pasar domestik dan internasional.
Baca juga: Investasi Pangan Terancam, Kerugian akibat Iklim Bisa Capai 38 Triliun Dollar AS
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya