KOMPAS.com - Raksasa baterai asal Tiongkok, Contemporary Amperex Technology Co. Limited (CATL), resmi memperkenalkan baterai kendaraan listrik (EV) generasi kedua yang mampu menempuh jarak lebih dari 300 mil hanya dengan lima menit pengisian daya.
Inovasi ini menjadi tonggak penting dalam pengembangan teknologi baterai EV global dan semakin mengukuhkan posisi Tiongkok sebagai pemimpin industri kendaraan listrik dunia.
Teknologi Baterai EV Makin Canggih, Dominasi Tiongkok Makin Kuat
Baterai terbaru bernama Shenxing generasi kedua ini tidak hanya menawarkan kecepatan pengisian daya yang luar biasa, tetapi juga dapat berfungsi optimal di suhu ekstrem, termasuk suhu minus 10 derajat Celsius.
Dalam uji coba, mobil listrik dengan baterai Shenxing mampu mengisi daya dari 5 persen ke 80 persen hanya dalam 15 menit—bahkan dalam kondisi dingin ekstrem.
Hal itu menjawab dua tantangan terbesar adopsi EV secara global: waktu pengisian yang lama dan jarak tempuh terbatas.
Seiring peluncuran teknologi ini, CATL juga memperkenalkan inovasi lain seperti baterai natrium Naxtra dan sistem daya ganda, yang diklaim mampu memperluas jarak tempuh kendaraan hingga 1.000 kilometer.
Penjualan Mobil Listrik Naik 25 Persen, Didukung Inovasi dan Harga Bahan Baku
Tahun 2024 menjadi masa keemasan kendaraan listrik global, dengan total penjualan mencapai 17 juta unit, naik 25 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Turunnya harga litium hingga 85 persen sejak 2022 dan peningkatan kapasitas produksi baterai global hingga 3 TWh turut mempercepat penetrasi EV ke pasar massal.
Kombinasi antara inovasi baterai dan efisiensi biaya produksi menjadi kunci utama pertumbuhan ini.
Baca juga: LG Pamerkan Baterai Mobil Listrik Mid-Nickel, Bakal Diproduksi di Indonesia?
Persaingan Ketat: CATL vs BYD, dan Dampaknya ke Investasi Global
CATL bukan satu-satunya pemain besar. BYD, kompetitor kuat sesama Tiongkok, pada Maret lalu juga meluncurkan teknologi sistem pengisian daya ultra cepat versi mereka sendiri.
Sementara itu, di tengah ketatnya persaingan teknologi, LG Energy Solution (LGES) dari Korea Selatan justru memutuskan mundur dari proyek baterai bernilai miliaran dolar di Indonesia.
Proyek ini sebelumnya mencakup seluruh rantai pasok baterai, mulai dari pertambangan hingga produksi sel.
Meski begitu, LGES tetap menunjukkan komitmen lewat HLI Green Power, usaha patungan dengan Hyundai yang telah membangun pabrik baterai EV pertama di Indonesia dengan kapasitas produksi mencapai 10 GWh.
Indonesia Tetap Jadi Kunci Rantai Pasok Global
Mundurnya LGES menjadi peringatan, namun Indonesia tetap optimis. Dengan cadangan nikel terbesar di dunia, Indonesia masih menjadi magnet utama investasi hilirisasi baterai.
PT Aneka Tambang (Antam) menyatakan akan mencari mitra strategis baru untuk melanjutkan proyek-proyek baterai nasional. Langkah ini penting untuk menjaga posisi Indonesia di tengah geopolitik rantai pasok energi bersih yang terus berubah.
Lompatan teknologi dari CATL dan keluarnya LGES dari Indonesia menandai dinamika baru dalam pertarungan geopolitik rantai pasok energi bersih.
Seiring konsolidasi industri dan upaya pelokalan produksi baterai oleh banyak negara, Indonesia dihadapkan pada tantangan dan peluang untuk mempertahankan daya tarik investasinya.
Baca juga: Mobil Listrik Bisa Menjadi Solusi Menyelamatkan Bumi
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya