Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 30/04/2025, 07:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

KOMPAS.com - Lembaga think tank energi Institute for Essential Services Reform (IESR) mendukung implementasi kebijakan pemanfaatan bersama jaringan transmisi atau power wheeling.

Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa menuturkan, power wheeling merupakan solusi yang saling menguntungkan bagi seluruh pihak dalam pengembangan energi terbarukan di Indonesia.

Fabby menilai, power wheeling sangat penting untuk menarik investasi asing langsung, memacu pertumbuhan ekonomi, dan memungkinkan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) fokus pada pengembangan infrastruktur jaringan.

Baca juga: Sempat Jadi Tarik Ulur, Skema Power Wheeling Bakal Dihapus dalam RUU EBET

Menurut Fabby, tanpa implementasi power wheeling, Indonesia berpotensi kehilangan peluang investasi signifikan.

Hal itu karena investor akan mempertimbangkan ketersediaan listrik hijau dalam keputusan investasi mereka, dan ini secara langsung akan menghambat target pertumbuhan ekonomi pemerintah.

"Kalau kita mengabaikan ini, maka PLN akan kehilangan kesempatan untuk mendapatkan sumber pendanaan baru, dan yang lebih penting bahwa akan sulit buat Indonesia untuk semakin berdaya saing di Asia Tenggara untuk mendapatkan investasi," ujar Fabby, sebagaimana dilansir Antara, Selasa (29/4/2025).

Ia mencontohkan keberhasilan negara tetangga seperti Vietnam, Malaysia, dan Thailand dalam menarik investasi hijau melalui kebijakan power wheeling

Vietnam berhasil menarik minat korporasi sebesar lebih dari 5.600 megawatt (MW) hanya dalam kurun waktu enam bulan.

Baca juga: IEEFA Sebut Power Wheeling Bisa Dorong Investasi Hijau

Sementara, skema Corporate Renewable Energy Supply di Malaysia berhasil menciptakan investasi lebih dari 10,3 miliar dolar AS untuk perusahaan listrik negara mereka dalam modernisasi jaringan.

Fabby menyebut, negara-negara tetangga ini juga berhasil menarik investasi yang cukup besar dari perusahaan-perusahaan multinasional seperti Google, Oracle, Samsung, dan Microsoft, dan perusahaan-perusahaan semikonduktor yang menargetkan penggunaan 100 persen energi terbarukan dalam operasional mereka.

IESR berpendapat, implementasi power wheeling tidak akan menghilangkan model bisnis PLN yang terintegrasi secara vertikal. 

Kebijakan ini memerlukan pengaturan baru yang menegaskan peran penting PLN sebagai operator jaringan utama.

Selain itu, IESR mengusulkan adanya skema tarif power wheeling yang transparan dalam kontrak yang ditawarkan kepada pihak yang ingin menggunakan jaringan transmisi.

Baca juga: PLN Sebut Skema Power Wheeling Bisa Sebabkan Kerugian Besar

Dia juga mendorong integrasi rencana kebijakan power wheeling ke dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Terbarukan (RUU EBET) yang akan dibahas ulang di DPR serta memasukkannya ke dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL).

Fabby menuturkan IESR merekomendasikan beberapa langkah penting kepada pemerintah. 

Pertama, pemerintah perlu menetapkan biaya tambahan di awal bagi pengembang energi terbarukan atau pihak yang ingin menggunakan jaringan listrik. 

Kedua, pemerintah perlu membentuk anak perusahaan PLN yang khusus menangani transmisi di bawah PLN guna meningkatkan transparansi biaya.  

Ketiga, PLN perlu menetapkan sistem kuota tahunan dan rencana pengembangan listrik terbarukan yang komprehensif. 

Baca juga: Pengesahan RUU EBET Tersisa 2 Pasal, Power Wheeling Akan Masuk

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau