KOMPAS.com - PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) menyebutkan implementasi skema power wheeling dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan pelat merah tersebut.
Power wheeling adalah skema sewa jaringan listrik di mana produsen tenaga listrik dapat menyalurkan listrik langsung kepada pengguna akhir menggunakan jaringan transmisi dan distribusi yang dimiliki pemegang izin, dalam hal ini PLN.
EVP Perencanaan Sistem Ketenagalistrikan PT PLN Warsono mengatakan, implementasi power wheeling dapat menggerus konsumen atau calon konsumen bila benar-benar ditetapkan.
Baca juga: Pengesahan RUU EBET Tersisa 2 Pasal, Power Wheeling Akan Masuk
Hal tersebut disampaikan Warsono dalam webinar bertajuk Urgensi dan Akselerasi Pengembangan Energi Terbarukan Melalui Pemanfaatan Bersama Jaringan (Power Wheeling) yang diselenggarakan Institute for Essential Services Reform (IESR), Rabu (25/9/2024).
Warsono menyampaikan, apabila calon pelanggan dan pelanggan PLN tergerus akibat power wheeling, pembangkit milik PLN jadi kurang termanfaatkan.
Kurang termanfaatkannya pembangkit PLN dapat menyebabkan pembayaran take or pay (TOP) yang besar namun tidak menghasilkan revenue.
"Hal ini mengakibatkan kerugian PLN dan meningkatnya subsidi dan kompensasi yang harus dibayar pemerintah," tutur Warsono.
Baca juga: Skema Power Wheeling Dinilai Naikkan Tarif Dasar Listrik
Dia menambahkan, pembangkit yang kurang termanfaatkan bisa menyebabkan kerugian finansial sebesar Rp 3 triliun per 1 gigawatt (GW) pembangkit.
Dari aspek hukum pun, Warsono menyebutkan power wheeling bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan.
Dia menuturkan, skema power wheeling hanya dimungkinkan sepanjang dilakukan untuk melayani konsumen di wilayahnya sendiri, bukan di wilayah usaha entitas lain.
Diberitakan Kompas.com sebelumnya, pengesahan Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET) tinggal menyisakan dua pasal yang belum disepakati.
Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi menyampaikan, dalam dua pasal terakhir itu, pemerintah mengusulkan terkait power wheeling atau yang pemerintah sebuh sebagai pemanfaatan bersama jaringan transmisi (PBJT).
Baca juga: Anggota DPR: Power Wheeling Bisa Liberalisasi Listrik Nasional
"Isi dua pasal yang terakhir ini terkait PBJT atau sewa jaringan," jelas Eniya di Jakarta, Senin (9/9/2024), dikutip dari siaran pers.
Pemerintah mengusulkan, pemenuhan kebutuhan listrik konsumen yang bersumber dari energi baru terbarukan (EBT) wajib dilaksanakan berdasar Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) dan dapat dilakukan dengan PBJT melalui mekanisme sewa jaringan.
Dalam mekanisme PBJT sewa jaringan, usaha jaringan transmisi tenaga listrik wajib membuka akses pemanfaatan bersama jaringan transmisinya untuk kepentingan umum.
Kemudian, sewa jaringan dalam mekanisme PBJT selanjutnya akan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP).
Eniya menuturkan, pemerintah telah menyampaikan dan menjelaskan kedua pasal yang belum disepakati tersebut dalam Rapat Panitia Kerja RUU EBET bersama Komisi VII DPR RI, namun masih ditunda untuk pembahasan lanjutannya.
Baca juga: IESR: Power Wheeling Percepat Pengembangan Energi Terbarukan RI
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya