Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 26/09/2024, 12:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) menyebutkan implementasi skema power wheeling dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan pelat merah tersebut.

Power wheeling adalah skema sewa jaringan listrik di mana produsen tenaga listrik dapat menyalurkan listrik langsung kepada pengguna akhir menggunakan jaringan transmisi dan distribusi yang dimiliki pemegang izin, dalam hal ini PLN.

EVP Perencanaan Sistem Ketenagalistrikan PT PLN Warsono mengatakan, implementasi power wheeling dapat menggerus konsumen atau calon konsumen bila benar-benar ditetapkan.

Baca juga: Pengesahan RUU EBET Tersisa 2 Pasal, Power Wheeling Akan Masuk

Hal tersebut disampaikan Warsono dalam webinar bertajuk Urgensi dan Akselerasi Pengembangan Energi Terbarukan Melalui Pemanfaatan Bersama Jaringan (Power Wheeling) yang diselenggarakan Institute for Essential Services Reform (IESR), Rabu (25/9/2024).

Warsono menyampaikan, apabila calon pelanggan dan pelanggan PLN tergerus akibat power wheeling, pembangkit milik PLN jadi kurang termanfaatkan.

Kurang termanfaatkannya pembangkit PLN dapat menyebabkan pembayaran take or pay (TOP) yang besar namun tidak menghasilkan revenue.

"Hal ini mengakibatkan kerugian PLN dan meningkatnya subsidi dan kompensasi yang harus dibayar pemerintah," tutur Warsono.

Baca juga: Skema Power Wheeling Dinilai Naikkan Tarif Dasar Listrik

Dia menambahkan, pembangkit yang kurang termanfaatkan bisa menyebabkan kerugian finansial sebesar Rp 3 triliun per 1 gigawatt (GW) pembangkit.

Dari aspek hukum pun, Warsono menyebutkan power wheeling bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan.

Dia menuturkan, skema power wheeling hanya dimungkinkan sepanjang dilakukan untuk melayani konsumen di wilayahnya sendiri, bukan di wilayah usaha entitas lain.

Diberitakan Kompas.com sebelumnya, pengesahan Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET) tinggal menyisakan dua pasal yang belum disepakati.

Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi menyampaikan, dalam dua pasal terakhir itu, pemerintah mengusulkan terkait power wheeling atau yang pemerintah sebuh sebagai pemanfaatan bersama jaringan transmisi (PBJT).

Baca juga: Anggota DPR: Power Wheeling Bisa Liberalisasi Listrik Nasional

"Isi dua pasal yang terakhir ini terkait PBJT atau sewa jaringan," jelas Eniya di Jakarta, Senin (9/9/2024), dikutip dari siaran pers.

Pemerintah mengusulkan, pemenuhan kebutuhan listrik konsumen yang bersumber dari energi baru terbarukan (EBT) wajib dilaksanakan berdasar Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) dan dapat dilakukan dengan PBJT melalui mekanisme sewa jaringan.

Dalam mekanisme PBJT sewa jaringan, usaha jaringan transmisi tenaga listrik wajib membuka akses pemanfaatan bersama jaringan transmisinya untuk kepentingan umum.

Kemudian, sewa jaringan dalam mekanisme PBJT selanjutnya akan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP).

Eniya menuturkan, pemerintah telah menyampaikan dan menjelaskan kedua pasal yang belum disepakati tersebut dalam Rapat Panitia Kerja RUU EBET bersama Komisi VII DPR RI, namun masih ditunda untuk pembahasan lanjutannya.

Baca juga: IESR: Power Wheeling Percepat Pengembangan Energi Terbarukan RI

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

IESR: Transisi Energi Jadi Kunci Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen

IESR: Transisi Energi Jadi Kunci Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen

LSM/Figur
Ekonomi Restoratif Dinilai Paling Tepat untuk Indonesia, Mengapa?

Ekonomi Restoratif Dinilai Paling Tepat untuk Indonesia, Mengapa?

LSM/Figur
Populasi Satwa Liar Global Turun Rata-rata 73 Persen dalam 50 Tahun

Populasi Satwa Liar Global Turun Rata-rata 73 Persen dalam 50 Tahun

LSM/Figur
Logam Berat di Lautan Jadi Lebih Beracun akibat Perubahan Iklim

Logam Berat di Lautan Jadi Lebih Beracun akibat Perubahan Iklim

Pemerintah
Tak Hanya Tekan Abrasi, Mangrove juga Turut Dorong Perputaran Ekonomi Masyarakat

Tak Hanya Tekan Abrasi, Mangrove juga Turut Dorong Perputaran Ekonomi Masyarakat

LSM/Figur
Konsumsi Daging Berkontribusi terhadap Kerusakan Lingkungan, Kok Bisa?

Konsumsi Daging Berkontribusi terhadap Kerusakan Lingkungan, Kok Bisa?

Pemerintah
Selenggarakan CSR Berkelanjutan, PT GNI Dapat Penghargaan di PKM CSR Award 2024

Selenggarakan CSR Berkelanjutan, PT GNI Dapat Penghargaan di PKM CSR Award 2024

Swasta
Kisah Warga Desa Mayangan yang Terancam Abrasi dan Inisiatif Kompas.com Tanam Mangrove

Kisah Warga Desa Mayangan yang Terancam Abrasi dan Inisiatif Kompas.com Tanam Mangrove

LSM/Figur
Langkah Hijau Kompas.com, Penanaman Mangrove untuk Selamatkan Pesisir Subang

Langkah Hijau Kompas.com, Penanaman Mangrove untuk Selamatkan Pesisir Subang

Swasta
Konsumen Bingung dengan Klaim Keberlanjutan pada Kemasan Produk

Konsumen Bingung dengan Klaim Keberlanjutan pada Kemasan Produk

Pemerintah
Pemanasan Global Picu Siklon dan Hujan Badai di Seluruh Asia

Pemanasan Global Picu Siklon dan Hujan Badai di Seluruh Asia

Pemerintah
Bank Tetap Biayai Investasi Batu Bara meski Ada Target Iklim

Bank Tetap Biayai Investasi Batu Bara meski Ada Target Iklim

Pemerintah
IEEFA Sebut 'Power Wheeling' Bisa Dorong Investasi Hijau

IEEFA Sebut "Power Wheeling" Bisa Dorong Investasi Hijau

LSM/Figur
Penerapan Karbon Dioksida Tak Lagi Berguna Jika Suhu Bumi Lampaui Batas

Penerapan Karbon Dioksida Tak Lagi Berguna Jika Suhu Bumi Lampaui Batas

Pemerintah
Dosen UI Teliti Limbah Plastik Jadi Penangkap Karbon Dioksida

Dosen UI Teliti Limbah Plastik Jadi Penangkap Karbon Dioksida

LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau