Menyadari persoalan di desanya, Biim dan perempuan desa lainnya mengusulkan perubahan sistem pompa air: dari tenaga solar menjadi tenaga surya.
Usulan itu tidak datang tiba-tiba.
Biim dan rekan-rekan perempuannya tergabung dalam Sekolah Setara, sebuah inisiatif dari Gema Alam, lembaga yang mendampingi desa.
Baca juga: China Bangun Tembok Raksasa Tenaga Surya, Bisa Pasok Listrik Seluruh Kota
Mereka mengidentifikasi potensi dan tantangan desa.
Dari sisi energi, satu hal yang mereka sadari adalah melimpahnya sinar matahari.
"Kami sendiri sering bilang, desa ini mataharinya sepuluh," kata Biim.
Musim kemarau berlangsung hingga September. Oktober hingga Desember memang ada hujan, tetapi energi matahari tetap tinggi.
Lembaga pendamping menghubungkan warga dengan Irwan Aditya, Kepala Sekolah SMK Negeri 1 Lingsar, yang juga ahli energi terbarukan.
Kepada warga, Irwan mengonfirmasi potensi energi matahari di desa dan menunjukkan sejumlah proyek pompa air tenaga surya yang telah ia kerjakan di hotel-hotel di Lombok.
Ia juga mengungkapkan perkiraan biaya peningkatan sistem yang mencapai sekitar Rp 48 juta.
Kepala desa kemudian membawa gagasan ini ke pemerintah kabupaten untuk mencari dukungan pendanaan.
Setelah melalui proses administrasi yang rumit, pemerintah lokal setuju mendanai sekitar Rp 31 juta. Sisanya ditanggung oleh lembaga pendamping.
Bersama Irwan, warga memasang panel surya, melakukan pengukuran energi yang terkumpul, dan menguji coba kemampuan pompa dalam menaikkan air.
"Energinya besar. Sampai jam 10 pagi kadang sudah terkumpul 5.000 Watt," kata Irwan.
Tahun ini, pompa air tenaga surya itu mulai dimanfaatkan.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya