Matahari yang Membebaskan
Saat ditemui Kompas.com pada Selasa (29/4/2025), Biim dan Samsiah mengungkapkan kegembiraannya setelah pompa air tenaga surya mulai beroperasi.
“Dulu sering tidak mandi. Sekarang, mau mandi lima kali sehari, bisa,” kata Samsiah dalam bahasa lokal, yang kemudian diterjemahkan oleh Biim.
Ia juga senang karena di usianya yang sudah 60-an, ia masih bisa berguna bagi masyarakat.
Samsiah, yang rumahnya berdekatan dengan lokasi pompa air, ditunjuk sebagai operator. Ia bertanggung jawab menyalakan dan mematikan pompa, melaporkan jika ada masalah, serta berkoordinasi dengan pihak desa terkait distribusi air.
Baca juga: Lonjakan Permintaan dan Perubahan Iklim Sebabkan Kurangnya Pasokan Tenaga Surya
Biim yang sempat kuliah di Malang senang desanya maju dan bisa berperan. Dia pun merasa lega karena tak perlu lagi mengeluarkan uang untuk membeli air.
“Pakai matahari ini kan gratis,” ujarnya.
Dan yang terpenting, perempuan desa kini lebih bebas.
“Sudah tidak perlu lagi jalan beli solar. Yang sudah berkeluarga bisa memasak, mengasuh anak, tanpa harus repot jalan jauh, punya waktu untuk dirinya,” imbuh Biim.
Muhammad Juaini, panel pakar di Gema Alam, menyatakan bahwa keberhasilan proyek pompa air tenaga surya ini membuktikan kapasitas perempuan.
“Perempuan bisa menggerakkan desa, bisa berperan dalam transisi energi,” katanya.
Tapi, jika transisi energi di Pandan Indah ini drama Korea, ini belum episode 16 yang biasanya puncak kegembiraan.
Masih banyak follow-up yang perlu dilakukan.
Ke depannya, melalui Sekolah Setara, pihak Gema Alam akan kembali melatih perempuan desa agar lebih memahami energi terbarukan dan dapat mengoperasikan pompa air.
“Karena kalau hanya satu orang yang jadi operator, tentu tidak cukup,” ungkapnya.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya