Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masalah Kronis di Balik Kebijakan Bali soal Air Minum Dalam Kemasan

Kompas.com, 1 Mei 2025, 13:00 WIB
Yunanto Wiji Utomo

Editor

Seluruh sampah ini terbawa ke Samudra Pasifik Selatan oleh arus melingkar yang dikenal sebagai South Pacific gyre.

Plastik dalam Angka

Berikut adalah beberapa fakta penting mengenai plastik:

  • Lebih dari setengah jumlah plastik yang pernah diproduksi dalam sejarah dibuat dalam dua dekade terakhir.
  • Produksi plastik meningkat secara eksponensial—dari 2,3 juta ton pada tahun 1950 menjadi 448 juta ton pada tahun 2015. Angka ini diperkirakan akan meningkat dua kali lipat pada tahun 2050.
  • Setiap tahun, sekitar delapan juta ton sampah plastik bocor ke lautan dari negara-negara pesisir. Jumlah ini setara dengan menempatkan lima kantong sampah penuh di setiap satu kaki (sekitar 30 cm) garis pantai di seluruh dunia.
  • Plastik umumnya mengandung bahan tambahan yang membuatnya lebih kuat, lentur, dan tahan lama. Namun, bahan-bahan tambahan ini juga memperpanjang masa hancur plastik ketika menjadi sampah. Beberapa perkiraan menyebutkan bahwa plastik membutuhkan waktu setidaknya 400 tahun untuk benar-benar terurai.

Mikroplastik — Ancaman Baru bagi Kesehatan

Begitu masuk ke laut, sampah plastik akan terurai menjadi partikel-partikel kecil akibat paparan sinar matahari, angin, dan gelombang laut.

Partikel-partikel kecil ini—yang dikenal sebagai mikroplastik—sering kali berukuran kurang dari lima milimeter dan kini telah tersebar ke seluruh penjuru dunia. Mikroplastik ditemukan mulai dari puncak Gunung Everest yang tertinggi hingga ke Palung Mariana yang merupakan titik terdalam di Bumi.

Mikroplastik terus terurai menjadi fragmen yang lebih kecil. Bahkan, serat mikroplastik (microfiber) kini ditemukan di sistem air minum kota dan melayang di udara.

Baca juga: Tingkat Daur Ulang Plastik di Dunia Baru 9 Persen

Tidak mengherankan jika para ilmuwan kini juga menemukan mikroplastik di dalam tubuh manusia. Partikel-partikel kecil ini telah terdeteksi di dalam darah, paru-paru, bahkan di dalam feses manusia.

Namun, sejauh mana mikroplastik berdampak terhadap kesehatan manusia masih menjadi pertanyaan besar yang tengah diteliti secara intensif oleh para ilmuwan. Mereka berupaya mengungkap dampak jangka panjang paparan partikel mikroskopis ini terhadap tubuh dan sistem biologis kita.

Dampak Plastik pada Satwa Liar

Setiap tahun, jutaan hewan mati akibat sampah plastik, mulai dari burung, ikan, hingga organisme laut lainnya. Sekitar 2.100 spesies, termasuk yang terancam punah, diketahui telah terpengaruh oleh plastik. Hampir setiap spesies burung laut mengonsumsi plastik.

Sebagian besar kematian hewan disebabkan oleh terjerat atau kelaparan. Anjing laut, paus, penyu, dan hewan lainnya terjerat oleh peralatan pancing yang dibuang atau cincin kemasan enam bungkus.

Mikroplastik telah ditemukan pada lebih dari 100 spesies akuatik, termasuk ikan, udang, dan kerang yang sering kita konsumsi. Dalam banyak kasus, partikel-partikel kecil ini melewati sistem pencernaan dan dikeluarkan tanpa dampak buruk.

Namun, plastik juga ditemukan telah menyumbat saluran pencernaan atau menusuk organ-organ, yang menyebabkan kematian. Perut yang penuh dengan plastik mengurangi dorongan makan, menyebabkan kelaparan.

Hewan darat, seperti gajah, hyena, zebra, harimau, unta, sapi, dan mamalia besar lainnya, juga mengonsumsi plastik, yang dalam beberapa kasus menyebabkan kematian.

Tes juga telah mengonfirmasi adanya kerusakan pada hati dan sel serta gangguan pada sistem reproduksi, yang menyebabkan beberapa spesies, seperti tiram, menghasilkan lebih sedikit telur.

Penelitian terbaru menunjukkan bahwa larva ikan mengonsumsi nanoserat pada hari-hari pertama kehidupannya, yang menimbulkan pertanyaan baru tentang dampak plastik pada populasi ikan.

Dengan semua dampak lingkungan tersebut, sudah seharusnya krisis sampah plastik ini menuntut perhatian serius dan tindakan yang lebih luas, tidak hanya dari pemerintah, tetapi juga dari masyarakat dan sektor industri.

Dengan semakin banyaknya dampak yang ditimbulkan pada kesehatan manusia dan lingkungan, sudah saatnya kita berpikir ulang tentang kebiasaan konsumsi plastik sekali pakai dan beralih ke solusi yang lebih berkelanjutan. (Ricky Jenihansen/National Geographic Indonesia)

Baca juga: TPA di Banyumas Sulap Sampah Plastik Jadi Paving Block dan Genteng

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Banjir di Sumatera, Kemenhut Beberkan Masifnya Alih Fungsi Lahan
Banjir di Sumatera, Kemenhut Beberkan Masifnya Alih Fungsi Lahan
Pemerintah
Limbah Plastik Diprediksi Capai 280 Juta Metrik Ton Tahun 2040, Apa Dampaknya?
Limbah Plastik Diprediksi Capai 280 Juta Metrik Ton Tahun 2040, Apa Dampaknya?
LSM/Figur
Koperasi Bisa Jadi Kunci Transisi Energi di Masyarakat
Koperasi Bisa Jadi Kunci Transisi Energi di Masyarakat
LSM/Figur
2025 Termasuk Tahun Paling Panas Sepanjang Sejarah, Mengapa?
2025 Termasuk Tahun Paling Panas Sepanjang Sejarah, Mengapa?
LSM/Figur
Jelajah Mangrove di Pulau Serangan Bali, Terancam Sampah dan Sedimentasi
Jelajah Mangrove di Pulau Serangan Bali, Terancam Sampah dan Sedimentasi
LSM/Figur
Guru Besar IPB Sebut Tak Tepat Kebun Sawit Penyebab Banjir Sumatera
Guru Besar IPB Sebut Tak Tepat Kebun Sawit Penyebab Banjir Sumatera
LSM/Figur
Perkuat Profesionalisme, AIIR Jadi Organisasi Profesi Investor Relations Pertama di Indonesia
Perkuat Profesionalisme, AIIR Jadi Organisasi Profesi Investor Relations Pertama di Indonesia
LSM/Figur
13 Perusahaan Dinilai Picu Banjir Sumatera, Walhi Desak Kemenhut Cabut Izinnya
13 Perusahaan Dinilai Picu Banjir Sumatera, Walhi Desak Kemenhut Cabut Izinnya
LSM/Figur
Agroforestri Karet di Kalimantan Barat Kian Tergerus karena Konversi Sawit
Agroforestri Karet di Kalimantan Barat Kian Tergerus karena Konversi Sawit
LSM/Figur
Perkebunan Sawit Tak Bisa Gantikan Hutan untuk Serap Karbon dan Cegah Banjir
Perkebunan Sawit Tak Bisa Gantikan Hutan untuk Serap Karbon dan Cegah Banjir
Pemerintah
Di Balik Kayu Gelondongan yang Terdampar
Di Balik Kayu Gelondongan yang Terdampar
LSM/Figur
Survei LinkedIn 2025 Sebut Permintaan Green Skills di Dunia Kerja Meningkat
Survei LinkedIn 2025 Sebut Permintaan Green Skills di Dunia Kerja Meningkat
Swasta
Menunda Net Zero Picu Gelombang Panas Ekstrem, Wilayah Dekat Khatulistiwa Paling Terdampak
Menunda Net Zero Picu Gelombang Panas Ekstrem, Wilayah Dekat Khatulistiwa Paling Terdampak
LSM/Figur
Guru Besar IPB Sebut Kebun Sawit di Sumatera Bisa Jadi Hutan Kembali
Guru Besar IPB Sebut Kebun Sawit di Sumatera Bisa Jadi Hutan Kembali
Pemerintah
Banjir Sumatera Jadi Pelajaran, Kalimantan Utara Siapkan Regulasi Cegah Ekspansi Sawit
Banjir Sumatera Jadi Pelajaran, Kalimantan Utara Siapkan Regulasi Cegah Ekspansi Sawit
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau