Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Briket Kelapa Dorong Perubahan: Dapur Bersih, Beban Perempuan Ringan

Kompas.com - 06/05/2025, 12:23 WIB
Yunanto Wiji Utomo

Penulis

KOMPAS.com - Asap masih mengepul dari dapur Regina di Desa Bantala, Flores, Nusa Tenggara Timur. Tapi, kepulannya tidak seperti dulu. 

Kali ini, kepulannya lebih bersih. Asapnya lebih tipis, tidak tebal dan memicu batuk.

Tidak ada kayu bakar di dapur atau minyak tanah yang menghitamkan panci.

Regina sekarang memasak dengan briket tempurung kelapa, inovasi sederhana yang membawa perubahan baginya dan tetangganya.

"Sudah 2 tahun pakai briket," katanya kepada Kompas.com, Kamis (1/5/2025) lalu.

Sebelum memakai briket, Regina dan perempuan desanya harus mengandalkan kayu bakar. Dua sampai tiga kali seminggu, mereka berjalan satu hingga empat kilometer untuk mengumpulkan kayu. 

Kayu bakar sungguh menyengsarakan. Bukan hanya mencarinya yang melelahkan. Saat memasak, Regina harus sering ke dapur, mendorong-dorong kayu ke dalam tungku agar api tetap besar. Alhasil, hidung pun kerap menghirup asap kotor dan penuh racun.

Jika ingin memasak cepat, Regina memakai minyak tanah. Lebih bersih memang, tetapi juga lebih mahal. 

"Setiap minggu paling tidak butuh 5 liter minyak tanah, seliternya sudah Rp 25.000," katanya. Baginya, itu memberatkan.

Briket mungkin tak sepenuhnya berkelanjutan. Masih menghasilkan asap. Namun, setidaknya jumlahnya lebih sedikit. Tugas untuk mempertahankan dapur tetap mengepul pun jadi lebih ringan.

“Biasanya capek cari kayu api, sekarang tidak. Dulu seminggu bisa 5 liter minyak tanah, sekarang cukup satu. Cuma perlu minyak tanah kalau memang harus memasak cepat,” urai Regina. 

Baca juga: IPB Soroti Bias Gender di Sektor Pertanian: Perempuan Tani Masih Terpinggirkan

Briket dibuat dari tempurung kelapa yang sebelumnya dianggap limbah. Batok kelapa dibakar hingga jadi arang, digiling menjadi bubuk, lalu dicampur dengan kanji sebagai perekat. Setelah dicetak, briket dijemur selama lima hari di rumah energi matahari hingga siap pakai.

“Setengah kilo briket bisa untuk jerang air, masak nasi, goreng ikan, tumis sayur. Bahkan selesai masak pun briketnya masih ada,” ujar Regina. Selain digunakan untuk konsumsi rumah tangga, briket juga dijual, memberi tambahan penghasilan bagi warga.

S Pati Gokor, Staf Program dan Media dari Yayasan Pengkajian dan Pengembangan Sosial (YPPS) di Flores Timur, mengungkapkan bahwa briket kelapa tidak hanya berdampak pada kesehatan dan finansial, tetapi juga pada beban kerja perempuan.

"Dulu perempuan sendiri cari kayu bakar, lalu memasak sendiri. Dengan briket, laki-laki dan perempuan berbagi tugas," katanya.

Laki-laki berperan memanen kelapa dan mengupas. Perempuan kemudian membersihkan buah kelapa dan menggunakannya untuk memasak. Proses membakar tempurung kelapa hingga mencetak briket dilakukan bersama antara laki-lakidan perempuan. 

"Jadi briket mendorong kerjasama laki-laki dan perempuan," ungkap Pati Gokor.

Dua tahun berjalan, ratusan kilogram briket sudah dihasilkan. Beberapa briket sisa setiap pembuatan dijual. 

Kelompok penghasil briket pun berkembang. Awalnya, tim Regina hanya bernggoa 15 orang. Kini, mereka sudah mengajak anak muda dan desan tetangga. Dalam sehari, mereka bisa memproduksi hingga 30 kg briket.

Baca juga: Bagaimana Pompa Air Tenaga Surya Membebaskan Perempuan di Pandan Indah

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
PLTN Pulau Gelasa dan Ujian Tata Kelola Risiko
PLTN Pulau Gelasa dan Ujian Tata Kelola Risiko
Pemerintah
Gunung Ditutup karena Sampah: Cermin Buram Wisata Alam Kita
Gunung Ditutup karena Sampah: Cermin Buram Wisata Alam Kita
Pemerintah
Menebus Keadilan Arjuno Welirang
Menebus Keadilan Arjuno Welirang
Pemerintah
Fortifikasi Pangan, Strategi Efektif Wujudkan SDM Unggul dan Ketahanan Gizi Nasional
Fortifikasi Pangan, Strategi Efektif Wujudkan SDM Unggul dan Ketahanan Gizi Nasional
BrandzView
FAO Masukkan Salak Bali Dalam Daftar Warisan Pertanian Baru
FAO Masukkan Salak Bali Dalam Daftar Warisan Pertanian Baru
Pemerintah
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem Sepekan ke Depan, Ini Wilayah yang Harus Waspada
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem Sepekan ke Depan, Ini Wilayah yang Harus Waspada
Pemerintah
PSN Tebu untuk Etanol di Merauke Dinilai Tak Jawab Transisi Energi Bersih
PSN Tebu untuk Etanol di Merauke Dinilai Tak Jawab Transisi Energi Bersih
LSM/Figur
GBC Indonesia Dorong Prinsip Bangunan Hijau Jadi Solusi Iklim Lewat 'Greenship Award 2025'
GBC Indonesia Dorong Prinsip Bangunan Hijau Jadi Solusi Iklim Lewat "Greenship Award 2025"
Swasta
Agroforestri Intensif Berpotensi Masuk Pasar Karbon, tapi Terkendala Dana
Agroforestri Intensif Berpotensi Masuk Pasar Karbon, tapi Terkendala Dana
LSM/Figur
IAEA: Dekarbonisasi dengan Manfaatkan Nuklir Tak Boleh Abaikan Keamanan dan Keselamatan
IAEA: Dekarbonisasi dengan Manfaatkan Nuklir Tak Boleh Abaikan Keamanan dan Keselamatan
Pemerintah
Kemenag Dorong Mahasiswa Bergerak Nyata untuk Selamatkan Bumi
Kemenag Dorong Mahasiswa Bergerak Nyata untuk Selamatkan Bumi
Pemerintah
Dari Uang hingga Simulasi Keuangan, Ini Cerita Anak Disabilitas Belajar Mandiri lewat FIESTA
Dari Uang hingga Simulasi Keuangan, Ini Cerita Anak Disabilitas Belajar Mandiri lewat FIESTA
BrandzView
Krisis Kebakaran Hutan, Tutupan Pohon Global Hilang 370 Persen
Krisis Kebakaran Hutan, Tutupan Pohon Global Hilang 370 Persen
LSM/Figur
Jepang Masuk Persaingan Global Daur Ulang Baterai Litium
Jepang Masuk Persaingan Global Daur Ulang Baterai Litium
Pemerintah
Bisnis Masa Depan, Green Economy Ciptakan 'Green Job'
Bisnis Masa Depan, Green Economy Ciptakan "Green Job"
Swasta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau