Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Resistensi Antimikroba Berpotensi Rugikan Ekonomi Global 100 Triliun Dolar AS

Kompas.com, 9 Juli 2025, 10:02 WIB
Monika Novena,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (WOAH) mengungkap bahwa pada 2050, resistensi antimikroba (AMR) berpotensi mengancam ketahanan pangan dua miliar orang dan menyebabkan kerugian ekonomi sebesar 100 triliun Dolar AS, jika tidak ada tindakan mendesak yang diambil.

Resistensi antimikroba (AMR) adalah kondisi ketika mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, atau parasit yang menyebabkan infeksi, berubah atau berevolusi sehingga kebal terhadap obat-obatan antimikroba yang seharusnya bisa membunuh atau menghentikan pertumbuhannya.

Resistensi didorong oleh penyalahgunaan dan penggunaan antimikroba yang berlebihan dalam pengobatan manusia dan hewan, AMR diidentifikasi sebagai salah satu ancaman paling serius terhadap kesehatan global, ketahanan pangan, dan stabilitas ekonomi.

Baca juga: Cegah Wabah karena Iklim, Indonesia Perkuat Sistem Kesehatan dengan AI

Laporan WOAH mengungkap bahwa berbagai mikroorganisme penyebab penyakit (patogen) semakin kebal terhadap pengobatan, bahkan ada beberapa yang sama sekali tidak lagi mempan terhadap obat-obatan antimikroba.

Mengutip Down to Earth, Selasa (8/7/2025), penggunaan antibiotik krusial seperti fluoroquinolones dalam jumlah signifikan di akuakultur berpotensi mempercepat resistensi antimikroba (AMR), yang pada akhirnya akan membahayakan kemampuan kita untuk mengobati infeksi pada manusia.

Selain itu, laporan juga menyoroti bahwa sekitar seperlima dari negara WOAH masih menggunakan antimikroba sebagai pemicu pertumbuhan hewan, meski organisasi tersebut telah merekomendasikan untuk tidak melakukan praktik tersebut.

Di antara negara-negara yang menggunakan antimikroba sebagai pemicu pertumbuhan itu, 7 persen di antaranya bahkan antibiotik yang sangat penting dan seharusnya dijaga ketat untuk pengobatan manusia, seperti kolistin, enrofloksasin, dan fosfomisin. Ini memperparah masalah resistensi antimikroba (AMR).

“Penggunaan antimikroba yang tidak pandang bulu berkontribusi terhadap resistensi antimikroba (AMR), yang merupakan ancaman besar bagi kesehatan hewan dan manusia,” kata Javier Yugueros-Marcos, Kepala Departemen Resistensi Antimikroba dan Produk Hewan di WOAH.

Kabar baiknya, meskipun ada kekhawatiran tentang AMR, laporan ini menunjukkan tren positif di mana penggunaan antibiotik pada hewan global sudah mulai berkurang, terutama di Eropa (23 persen) dan Afrika (20 persen).

Baca juga: Kadar Arsenik di Beras Naik, Kesehatan Masyarakat di Asia Terancam

Ini menandakan adanya upaya dan kemajuan dalam memerangi resistensi antimikroba.

Javier Yugueros-Marcos, kepala departemen resistensi antimikroba dan produk veteriner di WOAH mengungkapkan penurunan penggunaan antibiotik di hampir semua wilayah adalah hal yang menggembirakan.

Namun, ia menambahkan bahwa pengurangan lebih lanjut dapat dicapai dengan memprioritaskan tindakan pencegahan terhadap penyakit hewan. Dalam hal ini, vaksinasi disebut sebagai komponen penting dari langkah-langkah pencegahan tersebut.

Laporan juga memperkirakan jika petani di seluruh dunia mampu mengurangi penggunaan antibiotik sebesar 30 persen, melalui peningkatan kebersihan, vaksinasi, dan biosekuriti maka ekonomi global bisa mendapatkan keuntungan sebesar 120 miliar Dolar AS pada tahun 2050.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Sampah Pemudik Capai 59.000 Ton, KLH Minta Pengelola Rest Area Olah Sendiri
Sampah Pemudik Capai 59.000 Ton, KLH Minta Pengelola Rest Area Olah Sendiri
Pemerintah
Genjot Transisi Energi, Jepang Siapkan Subsidi 1,34 Miliar Dollar AS
Genjot Transisi Energi, Jepang Siapkan Subsidi 1,34 Miliar Dollar AS
Pemerintah
Kemenhut Bersih-bersih Gelondongan Kayu Terbawa Arus Banjir di Sumatera
Kemenhut Bersih-bersih Gelondongan Kayu Terbawa Arus Banjir di Sumatera
Pemerintah
Guru Besar UGM: RI Mestinya Pajaki Minuman Berpemanis dan Beri Subsidi Makanan Sehat
Guru Besar UGM: RI Mestinya Pajaki Minuman Berpemanis dan Beri Subsidi Makanan Sehat
LSM/Figur
Lahan Gambut Dunia jadi Garis Depan Lawan Perubahan Iklim
Lahan Gambut Dunia jadi Garis Depan Lawan Perubahan Iklim
Pemerintah
Waspadai Potensi Hujan Lebat Disertai Angin Kencang dan Petir Selama Nataru
Waspadai Potensi Hujan Lebat Disertai Angin Kencang dan Petir Selama Nataru
Pemerintah
Cokelat Terancam Punah, Ilmuwan Temukan Alternatifnya
Cokelat Terancam Punah, Ilmuwan Temukan Alternatifnya
Pemerintah
Peneliti IPB Kembangkan Rompi Anti Peluru dari Limbah Sawit
Peneliti IPB Kembangkan Rompi Anti Peluru dari Limbah Sawit
Pemerintah
Biaya Perawatan Pasien Obesitas dengan Komorbid Membengkak Tiap Tahun
Biaya Perawatan Pasien Obesitas dengan Komorbid Membengkak Tiap Tahun
LSM/Figur
Konsumsi BBM Diprediksi Turun karena Peralihan ke Kendaraan Listrik
Konsumsi BBM Diprediksi Turun karena Peralihan ke Kendaraan Listrik
Pemerintah
Cegah Banjir Berulang di Sumatera, Akademisi IPB Usul Moratorium Sawit
Cegah Banjir Berulang di Sumatera, Akademisi IPB Usul Moratorium Sawit
Pemerintah
Sistem Komando Dinilai Hambat Penanganan Banjir Sumatera
Sistem Komando Dinilai Hambat Penanganan Banjir Sumatera
LSM/Figur
Aceh Terancam Kekurangan Pangan hingga 3 Tahun ke Depan akibat Banjir
Aceh Terancam Kekurangan Pangan hingga 3 Tahun ke Depan akibat Banjir
Pemerintah
Ecoton Temukan Mikroplastik pada Air Hujan dari 4 Wilayah di Jawa Timur
Ecoton Temukan Mikroplastik pada Air Hujan dari 4 Wilayah di Jawa Timur
LSM/Figur
Universitas Brawijaya Kembangkan Biochar dan Kompos untuk Pengelolaan Limbah Pertanian Berbasis Desa
Universitas Brawijaya Kembangkan Biochar dan Kompos untuk Pengelolaan Limbah Pertanian Berbasis Desa
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Rp
Minimal apresiasi Rp 5.000
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau