Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Instalasi PLTS Global Diprediksi Tembus 1TW per Tahun di 2030

Kompas.com - 08/05/2025, 13:44 WIB
Monika Novena,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

KOMPAS.com-Laporan baru dari SolarPower Europe mengungkapkan pemasangan pembangkit listrik tenaga surya global mencapai rekor pada tahun 2024.

Pertumbuhan signifikan instalasi global selama tahun 2024 disebut telah mencapai 597 Gigawatt (GW).

Laporan juga memprediksi pemasangan instalasi akan terus terjadi hingga akhir dekade ini dengan kapasitas mencapai 1 Terawatt (TW) tenaga surya per tahun.

Melansir Power Engineering International, Selasa (6/5/2025) China dan India mencatatkan sebagai negara yang memiliki pertumbuhan instalasi pembangkit tenaga surya yang signifikan.

Pada tahun 2024, China menambahkan 329GW kapasitas tenaga surya, yang mencakup 55 persen dari pemasangan global.

Sementara pemasangan di India meningkat lebih dari dua kali lipat pada 2024.

Baca juga: Lonjakan Permintaan dan Perubahan Iklim Sebabkan Kurangnya Pasokan Tenaga Surya

Peningkatan tersebut mencapai sebesar 145 persen yang berarti India menambahkan 30,7GW tenaga surya baru pada 2024. Jumlah tersebut meningkat tajam dari 12,5GW yang dipasang pada 2023.

Menurut SolarPower Europe, India memang memproyeksikan sebagai kekuatan utama dalam transisi energi yang diproyeksikan memiliki pertumbuhan kuat di tahun-tahun mendatang.

Lebih lanjut, pertumbuhan instalasi tenaga surya di Eropa mencapai 40 persen, sedangkan Eropa sebesar 15 persen.

Perlambatan pemasangan pembangkit listrik tenaga surya pada 2024 mengalami penurunan di Timur Tengah dan Afrika, jumlahnya bahkan menurun dari tahun ke tahun.

“Mencapai target global untuk melipatgandakan kapasitas energi terbarukan pada akhir dekade ini dimungkinkan dengan tenaga surya. Kita membutuhkan 1TW tenaga surya setiap tahun hingga tahun 2030 dan kemajuan pembangkit tenaga surya di banyak negara," kata Sonia Dunlop, CEO di Global Solar Council.

"Itu berarti perlu jaringan, perizinan yang lebih cepat, investasi yang lebih besar di pasar negara berkembang, dan perencanaan tenaga kerja untuk mempersiapkan masa depan," tambahnya.

Bersamaan dengan laporan tersebut, Global Solar Council menerbitkan beberapa rekomendasi yang membahas distribusi pertumbuhan pasar tenaga surya yang tidak merata.

Dewan tersebut menyarankan agar pasar yang lebih maju fokus pada peningkatan fleksibilitas jaringan listrik, mengadaptasi kerangka kebijakan dengan kebutuhan energi terbarukan yang variabel, memprioritaskan penyimpanan baterai, dan menyederhanakan proses perizinan dan koneksi ke jaringan listrik.

Baca juga: Peneliti UI Bikin Tabung Listrik Motor Konversi, Bisa Di-charge Tenaga Surya

Untuk negara-negara kurang berkembang, Dewan merekomendasikan upaya untuk mengatasi kesenjangan investasi dengan mengembangkan tenaga kerja yang terampil dan menetapkan target yang ambisius untuk tenaga surya dan penyimpanan energi di semua wilayah.

“Melewati batas 2 terawatt lebih dari sekadar tonggak sejarah. Ini adalah bukti bahwa energi surya telah menjadi landasan sistem energi global. Namun, pertumbuhan pesat ini juga membawa tantangan baru. Kita sekarang harus memastikan bahwa regulasi dan investasi dalam infrastruktur energi yang fleksibel dan digital maju dengan cepat,” ungkap Markus Elsaesser, CEO Solar Promotion GmbH.

Laporan Global Market Outlook for Solar Power 2025-2029 ini akhirnya menunjukkan bahwa karena ketidakpastian geopolitik saat ini, tenaga surya dapat terbukti penting untuk menyediakan keamanan energi bagi negara-negara di seluruh dunia.

Namun, ini akan membutuhkan komitmen dari para pembuat kebijakan dan lembaga keuangan untuk memastikan lanskap regulasi dan keuangan dapat mendorong pertumbuhan yang dibutuhkan.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau