Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Patroli Nagari Dibentuk, Jaga Harimau Tetap Liar, Manusia Tetap Damai

Kompas.com, 2 Mei 2025, 08:40 WIB
Yunanto Wiji Utomo

Penulis

Sumber Antara

KOMPAS.com - Di kaki Gunung Omeh, Nagari Koto Tinggi bersiap jadi garda depan dalam urusan berbagi ruang hidup—bukan dengan manusia, tapi dengan raja rimba: harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae).

Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Barat dan Yayasan SINTAS Indonesia membentuk Patroli Anak Nagari, atau Pagari. Isinya bukan tentara, melainkan warga lokal yang siap memitigasi konflik dengan satwa liar, sambil menjaga harimau tetap punya tempat hidup.

Ada sepuluh warga terpilih yang diseleksi langsung oleh wali nagari.

"Mereka orang terpilih oleh wali nagari yang merupakan perwakilan setiap jorong (kampung atau desa) di daerah itu," kata Rusdiyan P. Ritonga, Pengendali Ekosistem Hutan BKSDA Sumbar.

Mereka belajar, tetapi tak hanya duduk di ruang kelas.

Selama tiga hari, sejak 29 April hingga 1 Mei 2025, para anggota Pagari ini belajar tentang konservasi harimau sumatera, bagaimana cara membaca hutan, mengenali jejak, memasang kamera jebak, hingga menghadapi konflik langsung dengan satwa liar.

Baca juga: Ahli Yakin Harimau Jawa Tak Mungkin Masih Ada dengan Kondisi Saat Ini

"Dua hari materi tentang teori, satu hari praktik lapangan tentang patroli dan penanganan konflik harimau," lanjut Rusdiyan.

Tujuannya jelas: bukan untuk menjauhkan harimau dari manusia, tapi untuk belajar hidup berdampingan.

"Konflik yang tidak terkendali akan menyebabkan kerugian yang luar biasa dari kedua pihak yakni alam harimau sumatera dan manusia," ujarnya.

Pagari Koto Tinggi ini jadi yang kedelapan di Sumatera Barat. Sebelumnya, tim serupa sudah terbentuk di Agam, Solok, dan Pasaman. Semua berada di titik-titik penting, tempat batas ruang hidup manusia dan satwa mulai tak jelas.

Fernando Dharma dari Yayasan SINTAS Indonesia menyebut Pagari seperti mata dan telinga di lapangan, memperkuat deteksi dini sekaligus respons cepat.

"Kami siap memberikan dukungan dalam menjaga keanekaragaman hayati dan ekosistem dari program kegiatan yang akan dilakukan kedepannya," katanya.

Wali Nagari Koto Tinggi, Insanul Rijal, menyambut inisiatif ini dengan tangan terbuka. Ia tahu, hidup di tepi hutan bukan juga soal belajar memahami tetangga selain manusia.

"Kehadiran pagari bisa memberikan respon cepat terhadap informasi terjadinya konflik," ujarnya.

Baca juga: Harimau Mati di Riau Diduga Dibunuh Pemburu Profesional

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
SMBC Indonesia Tanam 1.971 Pohon melalui Program BerDaya untuk Bumi di Garut
SMBC Indonesia Tanam 1.971 Pohon melalui Program BerDaya untuk Bumi di Garut
Swasta
Tempat Penyimpanan Karbon Dioksida Pertama di Dunia Bakal Beroperasi di Denmark
Tempat Penyimpanan Karbon Dioksida Pertama di Dunia Bakal Beroperasi di Denmark
Swasta
Bencana Makin Parah, Kebijakan Energi Indonesia Dinilai Tak Menjawab Krisis Iklim
Bencana Makin Parah, Kebijakan Energi Indonesia Dinilai Tak Menjawab Krisis Iklim
LSM/Figur
Banjir dan Longsor Tapanuli Tengah, WVI Jangkau 5.000 Warga Terdampak
Banjir dan Longsor Tapanuli Tengah, WVI Jangkau 5.000 Warga Terdampak
LSM/Figur
Distribusi Cadangan Beras untuk Banjir Sumatera Belum Optimal, Baru 10.000 Ton Tersalurkan
Distribusi Cadangan Beras untuk Banjir Sumatera Belum Optimal, Baru 10.000 Ton Tersalurkan
LSM/Figur
Menteri LH Ancam Pidanakan Perusahaan yang Terbukti Sebabkan Banjir Sumatera
Menteri LH Ancam Pidanakan Perusahaan yang Terbukti Sebabkan Banjir Sumatera
Pemerintah
KLH Bakal Periksa 100 Unit Usaha Imbas Banjir Sumatera
KLH Bakal Periksa 100 Unit Usaha Imbas Banjir Sumatera
Pemerintah
Tambang Energi Terbarukan Picu Deforestasi Global, Indonesia Terdampak
Tambang Energi Terbarukan Picu Deforestasi Global, Indonesia Terdampak
LSM/Figur
Food Estate di Papua Jangan Sampai Ganggu Ekosistem
Food Estate di Papua Jangan Sampai Ganggu Ekosistem
LSM/Figur
Perjanjian Plastik Global Dinilai Mandek, Ilmuwan Minta Negara Lakukan Aksi Nyata
Perjanjian Plastik Global Dinilai Mandek, Ilmuwan Minta Negara Lakukan Aksi Nyata
LSM/Figur
Cegah Kematian Gajah akibat Virus, Kemenhut Datangkan Dokter dari India
Cegah Kematian Gajah akibat Virus, Kemenhut Datangkan Dokter dari India
Pemerintah
Indonesia Rawan Bencana, Penanaman Pohon Rakus Air Jadi Langkah Mitigasi
Indonesia Rawan Bencana, Penanaman Pohon Rakus Air Jadi Langkah Mitigasi
LSM/Figur
Hujan Lebat Diprediksi Terjadi hingga 29 Desember 2025, Ini Penjelasan BMKG
Hujan Lebat Diprediksi Terjadi hingga 29 Desember 2025, Ini Penjelasan BMKG
Pemerintah
Kebakaran, Banjir, dan Panas Ekstrem Warnai 2025 akibat Krisis Iklim
Kebakaran, Banjir, dan Panas Ekstrem Warnai 2025 akibat Krisis Iklim
LSM/Figur
Perdagangan Ikan Global Berpotensi Sebarkan Bahan Kimia Berbahaya, Apa Itu?
Perdagangan Ikan Global Berpotensi Sebarkan Bahan Kimia Berbahaya, Apa Itu?
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau