JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, mengakui bahwa perdagangan karbon masih minim diminati secara global. Hal ini terjadi, kendati perdagangan di tingkat regional tinggi.
"Jadi sampai hari ini meskipun kita paling tinggi di tingkat regional perdagangan karbon, tetapi secara overall ya masih kecil. Ini karena memang buyer sudah punya pasar Gold Standard," kata Hanif saat ditemui di Jakarta Selatan, Kamis (8/5/2025).
Pemerintah, lanjut dia, membangun pasar sendiri sehingga sulit mencari pembeli Sertifikasi Pengurangan Emisi Indonesia (SPEI).
Oleh sebab itu, pihaknya menandatangani Persetujuan Saling Pengakuan atau Mutual Recognition Agreement (MRA) dengan Gold Standard Foundation untuk membuka pasar karbon.
Baca juga: Perancis Luncurkan Piagam Guna Mendukung Kredit Karbon Berintegritas
"Salah satunya untuk menembus, membuka pintu yang dalam untuk kegiatan perdagangan karbon," ucap dia.
Selain itu, saling mengakui upaya pemangkasan karbon melalui SPEI dan Gold Standard for the Global Goals (GS4GG).
Menurut dia, MRA memastikan konsistensi proyek dirancang dan disertifikasi hingga menyediakan kerangka kerja yang jelas untuk mendaftarkan proyek internasional di Indonesia.
"Pada akhirnya meningkatkan transparansi, integritas, dan efektivitas pasar karbon sambil mendukung inisiatif pembangunan berkelanjutan," tutur Hanif.
Baca juga: PLN Nusantara Power Ungkap Perdagangan Karbon Capai 336.000 Ton CO2 di 2025
Kerja sama ini juga mendukung pencapaian target Nationally Determined Contribution (NDC), yang merupakan komitmen iklim Indonesia. Dia memastikan, MRA bukan sekadar perjanjian semata, melainkan terobosan guna membuka pintu bagi proyek karbon menembus pasar internasional.
"MRA ini akan memberikan fleksibilitas kepada pelaksana aksi mitigasi iklim yang dapat memilih untuk mensertifikasi proyeknya dalam skema GS4GG," jelas Hanif.
Kredit karbon yang diterbitkan nantinya dikelola dalam sistem registri masing-masing. Sejauh ini, KLH berencana membuka kerja sama MRA dengan negara lain.
"Beberapa saat lagi akan (kerja sama) dengan skema internasional yang lain, Verra dan seterusnya. Beriringan dengan itu kami melakukan MRA dengan berbagai negara," ungkap Hanif.
Baca juga: ICDX Resmi Jadi Bursa Perdagangan Renewable Energy Certificate
"Hari ini kami mendesainkan paling tidak tiga sampai empat negara yang akan melakukan MRA yang sama," imbuh dia.
Diberitakan sebelumnya, Direktur Utama Bursa Efek Indonesia, Iman Rachman, mencatat volume perdagangan karbon di Indonesia mencapai 1,59 juta ton dengan nilai transaksi sebesar Rp 77,91 miliar hingga April 2025.
“Total pengguna jasa juga meningkat, pada awal pembukaan dari 16 partisipan menjadi 111 pengguna jasa,” ucap Iman, Senin (28/4/2025).
Bursa karbon resmi dirilis pada Senin (20/1/2024). Sebelum diluncurkan, penjualan mencapai 1 juta tCO2e. Harga karbon yang ditetapkan Rp 96.000 per ton untuk unit berbasis solusi teknologi (IDTBSA), dan Rp 144.000 per ton bagi unit berbasis energi terbarukan (IDTBSA-RE).
Baca juga: Energi Bersih Melonjak, tetapi Emisi Karbon Capai Titik Tertinggi
Ada lima proyek pengurangan emisi karbon yang sudah diotorisasi Kementerian LH yakni pengoperasian Pembangkit Listrik Baru Berbahan Bakar Gas Bumi PLTGU Priok Blok 4, konversi dari pembangkit single cycle menjadi combined cycle PLTGU Grati Blok 2.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya