Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sektor Energi Lepaskan 120 Juta Ton Emisi Metana pada 2024

Kompas.com, 9 Mei 2025, 16:23 WIB
Monika Novena,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

Sumber PHYSORG

KOMPAS.com - Memangkas emisi metana yang berkontribusi terhadap pemanasan global merupakan hal yang penting untuk memenuhi target internasional mengatasi perubahan iklim dan cara tercepat mengekang kenaikan suhu global.

Namun, menurut Badan Energi Internasional (IEA) negara-negara di dunia meremehkan polusi metana sektor energi mereka.

IEA memperkirakan emisi metana yang dilepaskan ke udara sekitar 80 persen lebih banyak dari yang dilaporkan negara-negara kepada PBB.

Kira-kira sepertiga dari seluruh gas metana yang kita lepaskan ke udara itu berasal dari kegiatan di sektor energi.

Gas metana tersebut keluar tanpa sengaja dari saluran pipa gas dan fasilitas energi lainnya. Selain itu, gas ini juga sengaja dikeluarkan saat ada perbaikan atau perawatan alat-alat di sana.

Baca juga: IEA: Emisi Metana Tambang Batu Bara Indonesia Terbesar Ketiga Dunia

Menangani kebocoran metana ini pun dianggap cara yang paling gampang untuk mengurangi polusi.

Akan tetapi Direktur Eksekutif IEA Fatih Birol mengatakan berdasarkan data terbaru, implementasi untuk mengatasi masalah metana masih jauh dari target yang diharapkan.

Melansir Phys, Rabu (7/5/2025) Laporan Global Methane Tracker dari IEA menyebutkan bahwa lebih dari 120 juta ton metana dilepaskan dari sektor bahan bakar fosil pada tahun 2024, mendekati rekor tertinggi yang terjadi pada tahun 2019.

Negara yang paling banyak menghasilkan gas metana dari kegiatan energinya adalah Cina, terutama dari pertambangan batu bara.

Setelah itu ada Amerika Serikat, yang banyak menghasilkan metana dari pengeboran minyak dan gas. Urutan ketiga adalah Rusia.

Lebih lanjut, pendekatan IEA dalam mengumpulkan data emisi gas rumah kaca lebih mengandalkan data hasil pengukuran langsung , sementara data pemerintah sering kali berupa perkiraan yang didasarkan pada informasi sektor energi dan mungkin tidak selalu terbaru.

Pemantauan emisi metana secara global telah meningkat berkat penggunaan lebih dari 25 satelit yang mampu mendeteksi dan melacak pelepasan gas metana dari berbagai sumber, termasuk industri bahan bakar fosil.

Ini merupakan perkembangan penting dalam upaya memahami dan mengatasi perubahan iklim karena metana adalah gas rumah kaca yang kuat.

Dampak Pengurangan Metana

Sekitar 40 persen emisi metana berasal dari sumber alami, terutama lahan basah. Sisanya berasal dari aktivitas manusia, terutama pertanian dan sektor energi.

Karena metana kuat tetapi relatif berumur pendek, metana menjadi target utama bagi negara-negara yang ingin memangkas emisi dengan cepat.

Baca juga: Picu Krisis Iklim, Metana dari Sampah Harus Segera Diatasi

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Riset CELIOS: Lapangan Kerja dari Program MBG Terbatas dan Tak Merata
Riset CELIOS: Lapangan Kerja dari Program MBG Terbatas dan Tak Merata
LSM/Figur
Presiden Prabowo Beri 20.000 Hektar Lahan di Aceh untuk Gajah
Presiden Prabowo Beri 20.000 Hektar Lahan di Aceh untuk Gajah
Pemerintah
IWGFF: Bank Tak Ikut Tren Investasi Hijau, Risiko Reputasi akan Tinggi
IWGFF: Bank Tak Ikut Tren Investasi Hijau, Risiko Reputasi akan Tinggi
LSM/Figur
MBG Bikin Anak Lebih Aktif, Fokus, dan Rajin Belajar di Sekolah?, Riset Ini Ungkap Persepsi Orang Tua
MBG Bikin Anak Lebih Aktif, Fokus, dan Rajin Belajar di Sekolah?, Riset Ini Ungkap Persepsi Orang Tua
LSM/Figur
Mikroplastik Bisa Sebarkan Patogen Berbahaya, Ini Dampaknya untuk Kesehatan
Mikroplastik Bisa Sebarkan Patogen Berbahaya, Ini Dampaknya untuk Kesehatan
LSM/Figur
Greenpeace Soroti Krisis Iklim di Tengah Minimnya Ruang Aman Warga Jakarta
Greenpeace Soroti Krisis Iklim di Tengah Minimnya Ruang Aman Warga Jakarta
LSM/Figur
Interpol Sita 30.000 Satwa dan Tanaman Ilegal di 134 Negara, Perdagangan Daging Meningkat
Interpol Sita 30.000 Satwa dan Tanaman Ilegal di 134 Negara, Perdagangan Daging Meningkat
Pemerintah
PHE Konsisten Lestarikan Elang Jawa di Kamojang Jawa Barat
PHE Konsisten Lestarikan Elang Jawa di Kamojang Jawa Barat
Pemerintah
Indeks Investasi Hijau Ungkap Bank Nasional di Posisi Teratas Jalankan ESG
Indeks Investasi Hijau Ungkap Bank Nasional di Posisi Teratas Jalankan ESG
LSM/Figur
Korea Selatan Larang Label Plastik di Botol Air Minum per Januari 2026
Korea Selatan Larang Label Plastik di Botol Air Minum per Januari 2026
Pemerintah
Aturan Baru Uni Eropa, Wajibkan 25 Persen Plastik Daur Ulang di Mobil Baru
Aturan Baru Uni Eropa, Wajibkan 25 Persen Plastik Daur Ulang di Mobil Baru
Pemerintah
BRIN Soroti Banjir Sumatera, Indonesia Dinilai Tak Belajar dari Sejarah
BRIN Soroti Banjir Sumatera, Indonesia Dinilai Tak Belajar dari Sejarah
Pemerintah
KLH Periksa 8 Perusahaan Diduga Picu Banjir di Sumatera Utara
KLH Periksa 8 Perusahaan Diduga Picu Banjir di Sumatera Utara
Pemerintah
Banjir Sumatera, BMKG Dinilai Belum Serius Beri Peringatan Dini dan Dampaknya
Banjir Sumatera, BMKG Dinilai Belum Serius Beri Peringatan Dini dan Dampaknya
LSM/Figur
Mengenal Kemitraan Satu Atap Anak Usaha TAPG di Kalimantan Tengah, Apa Itu?
Mengenal Kemitraan Satu Atap Anak Usaha TAPG di Kalimantan Tengah, Apa Itu?
Swasta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau