JAKARTA, KOMPAS.com — Direktur Eksekutif Belantara Foundation, Dolly Priatna, mengatakan bahwa pengelolaan sampah merupakan strategi penting dalam mitigasi perubahan iklim sekaligus upaya mendorong ekonomi sirkular yang menguntungkan masyarakat.
Pernyataan tersebut ia sampaikan dalam acara Belantara Learning Series Episode 12, Kamis (8/5/2025).
Berdasarkan data Global Waste Management Outlook 2024, sebanyak 38 persen sampah global tidak terkelola dengan baik. Kondisi ini berdampak buruk pada perubahan iklim, berpotensi menghilangkan keanekaragaman hayati, dan menyebabkan polusi.
“Pengelolaan sampah berkelanjutan bukan sekadar kewajiban lingkungan, tetapi merupakan langkah menuju masa depan yang tangguh dan rendah karbon,” kata Dolly dalam keterangan resminya, Selasa (13/5/2025).
Baca juga: Kunjungan Wamendagri ke EcoBali Perkuat Sistem Pengelolaan Sampah Desa di Bali
Ia menambahkan bahwa strategi pengelolaan sampah harus mencakup kerja sama dengan banyak pihak, inovasi teknologi, reformasi kebijakan, dan partisipasi publik. Menurutnya, ketika masyarakat mengelola sampah secara bertanggung jawab, tidak hanya lingkungan yang terlindungi, tetapi juga terbuka peluang ekonomi berkelanjutan.
Senada dengan Dolly, Direktur Pengurangan Sampah dan Pengembangan Ekonomi Sirkular Kementerian Lingkungan Hidup, Agus Rusly, menyebut bahwa sampah memperparah pemanasan global karena menghasilkan gas rumah kaca. Ia menekankan bahwa pendekatan lama berupa “kumpul-angkut-buang” tidak lagi relevan.
“Sebagai penghasil sampah aktif, kita harus memiliki rasa tanggung jawab untuk mengelola sampah yang dihasilkan,” ujar Agus.
Ia juga menyatakan bahwa masyarakat harus mulai melihat daya guna sampah sehingga praktik ekonomi sirkular bisa mulai dilakukan. Menurutnya, regulasi yang ada seperti Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 dan Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 telah mengamanatkan pengelolaan sampah dari hulu ke hilir.
Namun, meski demikian, kesadaran masyarakat dinilai masih menjadi tantangan utama. CEO Bank Sampah Digital, Desty Eka Putri Sari, mengatakan bahwa banyak yang belum memahami bahwa sampah bukan hanya limbah, tetapi juga bisa menjadi sumber penghasilan dan solusi bagi lingkungan.
Padahal, menurut Desty, selama lima tahun menjalankan ekonomi sirkular dari pengelolaan sampah, Bank Sampah Digita, secara totall telah menghasilkan lebih dari Rp900 juta yang membantu perekonomian keluarga nasabahnya, bisa membagikan paket sembako untuk pemulung, dan menyediakan 24.000 liter air bersih.
Baca juga: Picu Krisis Iklim, Metana dari Sampah Harus Segera Diatasi
Di sisi lain, Ketua Bank Sampah Induk New Normal, Yasra Al-Fariza mengatakan bahwa untuk mengatasi hal tersebut ia menekankan pentingnya pendekatan langsung kepada masyarakat. oleh sebab itu, ia dan timnya aktif memberikan pelatihan tentang pengelolaan sampah, membuat kerajinan tangan dari sampah hingga budidaya maggot untuk sampah organik.
“Kesadaran tidak tumbuh instan. Tapi ketika masyarakat melihat manfaat langsung, persepsi mereka akan berubah,” ujarnya.
Hingga saat ini, Bank Sampah Induk New Normal telah dikunjungi antara 1.000 hingga 2.000 orang yang ingin belajar pengelolaan sampah. Adapun, produk yang dihasilkan oleh masyarakat binaan antara lain tas, taplak meja, goody bag, bunga hias, hingga bangku taman.
Meski demikian, Rektor Universitas Pakuan, Didik Notosudjono, selaras mengatakan bahwa rendahnya kesadaran masyarakat, terutama di daerah perkotaan dan pesisir, masih tetap menjadi kendala utama.
Oleh sebab itu, ia menegaskan perlunya pendekatan lintas sektor yang melibatkan semua pihak secara menyeluruh dan berkelanjutan.
Baca juga: Picu Krisis Iklim, Metana dari Sampah Harus Segera Diatasi
“Hanya dengan empat cara—komitmen regulatif, perubahan perilaku individu, kemitraan lintas sektor, dan pengembangan inovasi teknologi serta bisnis—pengelolaan sampah berkelanjutan bisa terwujud dengan baik,” pungkasnya.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya