Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Samdysara Saragih
Praktisi kebijakan energi

Anggota Muda Persatuan Insinyur Indonesia-Badan Kejuruan Teknik Fisika

Paus Leo XIV dan Masa Depan Energi Terbarukan

Kompas.com - 14/05/2025, 13:20 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Berdasarkan situs resmi Vatikan, Paus Fransiskus pada Juni 2024, memerintahkan pembangunan "agrivoltaic plant" untuk memasok energi listrik kota tersebut.

Agrivoltaic berkonsep pemanfaatan areal untuk panel surya sekaligus kegiatan pertanian. Telah dipilih properti milik Vatikan di luar Kota Roma seluas 424 ha untuk mengadopsi konsep ini.

Baca juga: Dua Sisi Gasifikasi Batu Bara

Energi terbarukan mulai diadopsi Vatikan pada 2008, ketika 2.394 panel surya digelar di atap gedung The Paul VI Audience Hall. PLTS berkapasitas 221 kW tersebut sanggup membangkitkan energi listrik sebesar 300 MWh per tahun.

Cukupkah? Berdasarkan dokumen yang diserahkan Vatikan kepada UNFCCC, konsumsi listrik Vatikan pada 2022 sebesar 30.000 MWh.

Selain PLTS di atap The Paul VI Audience Hall, terdapat dua titik suplai listrik lain di Vatikan dari pembangkit Italia.

Implementasi energi terbarukan hanyalah salah satu strategi pengurangan jejak karbon Vatikan. Seperti banyak negara lain, Vatikan menetapkan 2050 sebagai tahun untuk mencapai emisi nol bersih.

Legitimasi moral

Menimbang kecilnya wilayah Vatikan, keberhasilan suplai 100 persen energi terbarukan, andai pun terjadi, mungkin tidak terlalu terasa signifikan untuk Eropa.

Namun, pengaruh Vatikan yang tak dapat dibantah adalah legitimasi moralnya yang lintas batas negara.

Hal ini kian penting karena dunia tengah memasuki era skeptisisme terhadap energi terbarukan. Sejumlah kontestasi demokrasi menghadirkan kandidat yang pesimistis dengan kemajuan pengembangan energi bersih.

Di Amerika Serikat, Presiden Donald Trump telah mengeluarkan sejumlah kebijakan pro-energi fosil. Padahal, era Joe Biden sudah cukup menjanjikan untuk memacu energi terbarukan.

Mengutip the International Energy Agency (IEA) pada 2024, AS sebenarnya sudah menargetkan dominasi pembangkit bebas karbon pada 2035. Namun, semua terbalik begitu Trump terpilih pada Pemilu 2024 dan dilantik pada 20 Januari lalu.

Fokus Trump selama 2025-2029 adalah mengembalikan dominasi energi AS. Untuk mendukung hal ini, dia telah membentuk Dewan Dominasi Energi Nasional (the National Energy Dominance Council) pada Februari 2025.

Melalui perintah eksekutifnya, Trump telah mengelompokkan sumber-sumber energi untuk kemakmuran ekonomi dan keamanan Amerika: minyak mentah, gas alam, kondensat, uranium, batu bara, biofuel, air, dan panas bumi.

Baca juga: Urgensi “Penerus Sejati” Paus Fransiskus

Tidak tersebut dua sumber energi terbarukan yang bersifat intermiten: surya dan angin!

Kebijakan Trump memang mewakili pembelahan ideologi di sana, yaitu antara konservatif dan liberal. Kubu konservatif yang saat ini berkuasa membalikkan semua kebijakan iklim Joe Biden yang liberal.

Halaman Berikutnya
Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau