Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

100 Primata Paling Terancam Punah Diungkap, 4 dari Indonesia

Kompas.com, 14 Mei 2025, 18:44 WIB
Monika Novena,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Lebih dari 100 ilmuwan dan pakar konservasi dari seluruh dunia berkolaborasi menyusun laporan terbaru yang mengidentifikasi 25 spesies primata paling terancam punah secara global.

Laporan ini merupakan hasil kerja sama antara International Union for Conservation of Nature (IUCN), International Primatological Society, dan organisasi nirlaba Re:wild.

Dalam laporan tersebut, para ahli juga memberikan rekomendasi tindakan konkret untuk mencegah kepunahan spesies-spesies ini.

Mengutip IFL Science, Sabtu (10/5/2025), daftar ini merupakan bagian dari laporan berkala yang dimulai sejak tahun 2000 dan terus diperbarui guna memantau spesies primata yang paling terancam punah. Hingga edisi terbaru ini, sudah ada 103 spesies berbeda yang pernah masuk dalam daftar.

Ancaman utama terhadap primata termasuk perusakan habitat, perburuan, perubahan iklim, dan perdagangan satwa liar. Beberapa wilayah terdampak lebih parah, seperti Madagaskar yang memiliki empat spesies lemur sangat terancam punah.

Salah satunya adalah Lemur Tikus Madame Berthe (Microcebus berthae), primata terkecil di dunia yang hanya hidup di Madagaskar. Habitatnya kini terbatas pada beberapa kawasan hutan terfragmentasi dan terancam akibat praktik pertanian tebang-bakar untuk menanam jagung dan kacang tanah.

IUCN memperingatkan bahwa jika tidak ada upaya serius mengendalikan hilangnya habitat, spesies ini bisa punah secepatnya pada 2030.

Baca juga: Kemenhut Tangani 10 Kasus Kejahatan Hutan, dari Perambahan hingga Perdagangan Satwa

“Primata ini sangat penting bagi ekosistem dan budaya manusia. Kepunahan mereka tidak akan dapat dipulihkan,” kata Dr Russell Mittermeier, Ketua Kelompok Spesialis Primata SSC IUCN.

Selain itu, spesies kera besar seperti gorila Cross River (Gorilla gorilla diehli) dan orangutan Tapanuli (Pongo tapanuliensis) juga termasuk dalam daftar. Orangutan Tapanuli, spesies kera besar paling langka yang baru diidentifikasi tahun 2017, kini hanya tersisa sekitar 800 ekor di Sumatra.

Dari Indonesia, tiga primata endemik Kepulauan Mentawai juga masuk daftar, siamang klossii (Hylobates klossii), lutung hidung pesek ekor babi (Simias concolor), dan monyet Siberut (Macaca siberu). Ketiganya terancam akibat perburuan dan penebangan hutan.

Monyet Siberut, misalnya, hanya ditemukan di Pulau Siberut, Mentawai. Walau memiliki predator alami seperti elang dan ular piton, ancaman terbesar justru datang dari aktivitas manusia yang mengubah hutan menjadi kebun kelapa sawit, serta meningkatnya perburuan.

Untuk mengatasi krisis ini, laporan menyarankan empat langkah utama: perlindungan lebih ketat pada habitat penting, keterlibatan masyarakat lokal dan adat sebagai pengelola hutan, pendanaan yang memadai untuk program konservasi, dan enguatan hukum terhadap perdagangan satwa liar dan deforestasi ilegal.

“Kita memiliki alat untuk menyelamatkan mereka, tetapi kita membutuhkan tindakan dan pendanaan segera untuk membalikkan keadaan,” kata Dr. Christoph Schwitzer, salah satu editor laporan tersebut.

Baca juga: Kemenhut Takedown 4.000 Akun Jual Beli Satwa Liar di Medsos

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
CIMB Niaga Salurkan 'Green Financing' Syariah ke IKPT untuk Dukung Transisi Energi
CIMB Niaga Salurkan "Green Financing" Syariah ke IKPT untuk Dukung Transisi Energi
Swasta
Permintaan Batu Bara Dunia Capai Puncak Tahun Ini, Tapi Melandai 2030
Permintaan Batu Bara Dunia Capai Puncak Tahun Ini, Tapi Melandai 2030
Pemerintah
Pulihkan Ekosistem Sungai, Jagat Satwa Nusantara Lepasliarkan Ikan Kancra di Bogor
Pulihkan Ekosistem Sungai, Jagat Satwa Nusantara Lepasliarkan Ikan Kancra di Bogor
LSM/Figur
Riau dan Kalimantan Tengah, Provinsi dengan Masalah Kebun Sawit Masuk Hutan Paling Rumit
Riau dan Kalimantan Tengah, Provinsi dengan Masalah Kebun Sawit Masuk Hutan Paling Rumit
LSM/Figur
366.955 Hektar Hutan Adat Ditetapkan hingga November 2025
366.955 Hektar Hutan Adat Ditetapkan hingga November 2025
Pemerintah
Suhu Arktik Pecahkan Rekor Terpanas Sepanjang Sejarah, Apa Dampaknya?
Suhu Arktik Pecahkan Rekor Terpanas Sepanjang Sejarah, Apa Dampaknya?
LSM/Figur
Pembelian Produk Ramah Lingkungan Meningkat, tapi Pesan Keberlanjutan Meredup
Pembelian Produk Ramah Lingkungan Meningkat, tapi Pesan Keberlanjutan Meredup
LSM/Figur
Menjaga Napas Terakhir Orangutan Tapanuli dari Ancaman Banjir dan Hilangnya Rimba
Menjaga Napas Terakhir Orangutan Tapanuli dari Ancaman Banjir dan Hilangnya Rimba
LSM/Figur
FWI Soroti Celah Pelanggaran Skema Keterlanjuran Kebun Sawit di Kawasan Hutan
FWI Soroti Celah Pelanggaran Skema Keterlanjuran Kebun Sawit di Kawasan Hutan
LSM/Figur
Menhut Raja Juli Soroti Lemahnya Pengawasan Hutan di Daerah, Anggaran dan Personel Terbatas
Menhut Raja Juli Soroti Lemahnya Pengawasan Hutan di Daerah, Anggaran dan Personel Terbatas
Pemerintah
Menhut Raja Juli Sebut Tak Pernah Beri Izin Pelepasan Kawasan Hutan Setahun Terakhir
Menhut Raja Juli Sebut Tak Pernah Beri Izin Pelepasan Kawasan Hutan Setahun Terakhir
Pemerintah
Krisis Iklim Picu Berbagai Jenis Penyakit, Ancam Kesehatan Global
Krisis Iklim Picu Berbagai Jenis Penyakit, Ancam Kesehatan Global
Pemerintah
Petani Rumput Laut di Indonesia Belum Ramah Lingkungan, Masih Terhalang Biaya
Petani Rumput Laut di Indonesia Belum Ramah Lingkungan, Masih Terhalang Biaya
Pemerintah
Kemenhut Musnahkan 98,8 Hektar Kebun Sawit Ilegal di TN Berbak Sembilang Jambi
Kemenhut Musnahkan 98,8 Hektar Kebun Sawit Ilegal di TN Berbak Sembilang Jambi
Pemerintah
Indonesia Bisa Contoh India, Ini 4 Strategi Kembangkan EBT
Indonesia Bisa Contoh India, Ini 4 Strategi Kembangkan EBT
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau