Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menteri LH: Jakarta Butuh 5 PLTSa jika Ingin Masalah Sampah Selesai

Kompas.com, 1 Juli 2025, 16:31 WIB
Zintan Prihatini,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, mengatakan bahwa Jakarta setidaknya membutuhkan lima pembangkit listrik tenaga sampah atau PLTSa untuk mengelola limbah masyarakat menjadi energi.

Namun, pihaknya masih menunggu keputusan presiden dalam menjalankan program waste to energy tersebut.

"Untuk menyelesaikan Bantargebang ini diperlukan yang cukup besar PLTSa-nya, karena timbulan sampahnya saja sudah 8.000 (ton), sementara PLTSa itu didesain (mengelola) 1.000 ton per hari. Jadi paling tidak ada lima minimal untuk Jakarta harus didirikan," ujar Hanif saat ditemui di Jakarta Pusat, Selasa (1/7/2025).

Baca juga: 9 Tahun Beroperasi, PLTSa Benowo Sumbang Energi Bersih 166,1 GWh

Dia menjelaskan, Jakarta menjadi prioritas pembangunan PLTSa lantaran timbunan sampah yang sangat banyak. Selain itu, pemerintah daerah memiliki dana yang cukup sehingga bisa mendukung proyek pengolahan sampah termasuk fasilitas refuse derived fuel (RDF).

"Membangun RDF, waste to energy ini kan perlu biaya yang sangat panjang sampai 20 tahun. Nah kalau kita tidak punya kemampuan untuk bayar, takutnya nanti bangunan ini mangkrak karena biayanya cukup besar," tutur Hanif.

Hanif menyatakan, pendanaan menjadi bagian penting untuk keberlanjutan PLTSa di setiap daerah. Pemda juga harus siap memilah antara sampah organik dan anorganik sebelum masuk ke fasilitas pembangkit.

Baca juga: KLH Tak Kesampingkan Isu Polutan Berbahaya Pemicu Kanker dari PLTSa

Pasalnya RDF Rorotan, Jakarta Utara masih mencampurkan sampah lama dengan sampah baru lalu menimbulkan masalah baru di tengah masyarakat. Kata hanif, pengolahan sampah di RDF Rorotan menyebabkan bau tidak sedap dan hingga kini belum dioperasionalkan. 

"Saya sedang meminta kepada Pemerintah DKI untuk menyelesaikan Rorotan, Rorotan selesai (sampah) kita berkurang. Saya minta Rorotan selesai di bulan Juli, apa pun caranya walikota, camat, lurah harus kerja keras untuk menyelesaikan operasional Rorotan," ucap dia.

Keberadaan fasilitas canggih pengolahan sampah modern ini menjadi solusi strategis dalam mengatasi permasalahan sampah yang semakin kompleks di Jakarta. RDF Rorotan dapat mengolah 2.500 ton per hari, yang artinya akan mengurangi beban di TPST Bantargebang.

Baca juga: Menteri LH: Juli 2025, Pemprov DKI Harus Operasikan RDF Rorotan

Dalam sistem pengelolaan sampah, RDF Plant berperan penting dalam mengurangi ketergantungan pada Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) dengan mengolah sampah menjadi bahan bakar alternatif di dalam kota.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
CIMB Niaga Salurkan 'Green Financing' Syariah ke IKPT untuk Dukung Transisi Energi
CIMB Niaga Salurkan "Green Financing" Syariah ke IKPT untuk Dukung Transisi Energi
Swasta
Permintaan Batu Bara Dunia Capai Puncak Tahun Ini, Tapi Melandai 2030
Permintaan Batu Bara Dunia Capai Puncak Tahun Ini, Tapi Melandai 2030
Pemerintah
Pulihkan Ekosistem Sungai, Jagat Satwa Nusantara Lepasliarkan Ikan Kancra di Bogor
Pulihkan Ekosistem Sungai, Jagat Satwa Nusantara Lepasliarkan Ikan Kancra di Bogor
LSM/Figur
Riau dan Kalimantan Tengah, Provinsi dengan Masalah Kebun Sawit Masuk Hutan Paling Rumit
Riau dan Kalimantan Tengah, Provinsi dengan Masalah Kebun Sawit Masuk Hutan Paling Rumit
LSM/Figur
366.955 Hektar Hutan Adat Ditetapkan hingga November 2025
366.955 Hektar Hutan Adat Ditetapkan hingga November 2025
Pemerintah
Suhu Arktik Pecahkan Rekor Terpanas Sepanjang Sejarah, Apa Dampaknya?
Suhu Arktik Pecahkan Rekor Terpanas Sepanjang Sejarah, Apa Dampaknya?
LSM/Figur
Pembelian Produk Ramah Lingkungan Meningkat, tapi Pesan Keberlanjutan Meredup
Pembelian Produk Ramah Lingkungan Meningkat, tapi Pesan Keberlanjutan Meredup
LSM/Figur
Menjaga Napas Terakhir Orangutan Tapanuli dari Ancaman Banjir dan Hilangnya Rimba
Menjaga Napas Terakhir Orangutan Tapanuli dari Ancaman Banjir dan Hilangnya Rimba
LSM/Figur
FWI Soroti Celah Pelanggaran Skema Keterlanjuran Kebun Sawit di Kawasan Hutan
FWI Soroti Celah Pelanggaran Skema Keterlanjuran Kebun Sawit di Kawasan Hutan
LSM/Figur
Menhut Raja Juli Soroti Lemahnya Pengawasan Hutan di Daerah, Anggaran dan Personel Terbatas
Menhut Raja Juli Soroti Lemahnya Pengawasan Hutan di Daerah, Anggaran dan Personel Terbatas
Pemerintah
Menhut Raja Juli Sebut Tak Pernah Beri Izin Pelepasan Kawasan Hutan Setahun Terakhir
Menhut Raja Juli Sebut Tak Pernah Beri Izin Pelepasan Kawasan Hutan Setahun Terakhir
Pemerintah
Krisis Iklim Picu Berbagai Jenis Penyakit, Ancam Kesehatan Global
Krisis Iklim Picu Berbagai Jenis Penyakit, Ancam Kesehatan Global
Pemerintah
Petani Rumput Laut di Indonesia Belum Ramah Lingkungan, Masih Terhalang Biaya
Petani Rumput Laut di Indonesia Belum Ramah Lingkungan, Masih Terhalang Biaya
Pemerintah
Kemenhut Musnahkan 98,8 Hektar Kebun Sawit Ilegal di TN Berbak Sembilang Jambi
Kemenhut Musnahkan 98,8 Hektar Kebun Sawit Ilegal di TN Berbak Sembilang Jambi
Pemerintah
Indonesia Bisa Contoh India, Ini 4 Strategi Kembangkan EBT
Indonesia Bisa Contoh India, Ini 4 Strategi Kembangkan EBT
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau