KOMPAS.com — Ketua Komisi IV DPR RI yang membidangi perikanan, konservasi, dan kebijakan kelautan, Siti Hediati Soeharto (Titiek), mengatakan bahwa semua pihak harus bekerja sama untuk memperkuat ekowisata dan perikanan berkelanjutan.
Pernyataan ini disampaikannya menyusul rencana pengembangan Kawasan Konservasi Laut (KKL) berbasis hiu paus di Bentang Laut Sunda Kecil (BLSK). Inisiatif ini dirancang tidak hanya untuk melindungi spesies laut kunci, tetapi juga untuk menopang ekonomi masyarakat pesisir secara berkelanjutan melalui konservasi yang terintegrasi dengan pariwisata dan perikanan.
Titiek menyebut, Indonesia bangga mengusung visi untuk melindungi 30 persen wilayah laut pada tahun 2045, termasuk kawasan BLSK, yang dikenal sebagai habitat penting hiu paus dan wilayah dengan ekosistem terumbu karang yang kaya.
“Kawasan ini tidak hanya penting secara ekologis, tetapi juga menopang perikanan skala kecil dan mata pencaharian yang memiliki nilai budaya,” ujar Titiek, sebagaimana dikutip dari keterangan tertulis pada Rabu (11/6/2025).
Baca juga: Spesies Baru Begonia Ditemukan di Kalimantan, Berduri seperti Cakar Kucing
Menurutnya, pendekatan KKL berbasis hiu paus sangat menjanjikan manfaat yang inklusif karena menghubungkan konservasi keanekaragaman hayati dengan pengembangan pariwisata berkelanjutan, sektor perikanan, dan penciptaan lapangan kerja lokal.
Oleh sebab itu, ia menegaskan bahwa DPR akan menjalankan fungsi pengawasan anggaran dan memastikan akuntabilitas publik agar KKL dikelola secara baik dan mendapat dukungan masyarakat.
Titiek juga menekankan bahwa inisiatif ini merupakan bagian dari gerakan nasional yang lebih luas dan didukung oleh kerja sama internasional. Melalui keanggotaannya di Caucus Kelautan Indonesia, ia menyatakan siap bekerja lintas partai untuk memperkuat kebijakan kelautan dan alokasi sumber daya.
Lebih lanjut, ia menyebut model konservasi berbasis hiu paus ini patut ditiru, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di kawasan Segitiga Terumbu Karang dan wilayah lainnya untuk keberlanjutan ekosistem dikawasan yang kaya akan keanekaragaman hayatinya.
“Konservasi bukanlah beban. Konservasi adalah investasi, dan ini adalah tanggung jawab bersama kita untuk menjaga keberlanjutan,” pungkas Titiek.
Baca juga: Palem Raja Ampat Sudah Critically Endangered, Kini Tambang Datang Menghantam
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya