Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Banjir Rob Ancam Kawasan Pesisir, Pakar IPB Beberkan Mitigasinya

Kompas.com, 12 Juni 2025, 09:05 WIB
Zintan Prihatini,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Banjir rob kerap melanda kawasan permukiman di pesisir akibat pasang laut, perubahan iklim, serta penurunan muka tanah.

Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB University, Yonvitner, mengungkapkan bahwa pendekatan berbasis alam dan teknologi diperlukan sebagai langkah mitigasi maupun adaptasi banjir rob.

Hal itu bisa dilakukan dengan membangun dan memperkuat tanggul pantai. Kemudian memperluas penanaman mangrove untuk menahan gelombang laut.

"Kedua, mengendalikan pengambilan air tanah guna mencegah penurunan muka tanah lebih lanjut," ujar Yonvitner, dalam keterangannya, Rabu (11/6/2025).

Baca juga: Pemanasan Global Bisa Ubah Pola Hujan, Timbulkan Kekeringan dan Banjir

Selanjutnya, membangun permukiman adaptif berupa rumah terapung bagi masyarakat yang tinggal di zona rawan. Terakhir, meningkatkan literasi masyarakat terkait langkah evakuasi dan pengelolaan kawasan pesisir.

“Pemerintah perlu mengembangkan kebijakan inovatif, seperti sistem peringatan dini dan desain infrastruktur tahan rob untuk mengurangi dampaknya,” jelas Yonvitner.

Menurut dia, banjir rob merupakan ancaman serius bagi wilayah pesisir. Bencana ini mengganggu aktivitas masyarakat, merusak infrastruktur, mengancam kesehatan, serta berdampak pada perekonomian lokal.

“Banjir rob seperti tsunami yang datang perlahan. Meski tidak sebesar tsunami, dampaknya bisa lebih luas jika terjadi berulang dalam waktu lama,” papar Yonvitner.

Dia menuturkan bahwa selain faktor alam, aktivitas manusia seperti reklamasi pantai dan eksploitasi air tanah memperburuk banjir rob. Reklamasi yang tidak memperhitungkan kenaikan muka air laut justru berisiko menciptakan genangan baru di sekitarnya.

Baca juga: Picu Banjir dan Longsor, 12 Perusahaan di Bogor Dipaksa Bongkar Properti

“Reklamasi tanpa kajian yang matang bisa menurunkan muka tanah. Jika ini tidak disertai dengan perencanaan adaptif, maka dapat menyebabkan bencana,” sebut dia.

Apabila terjadi terus-menerus, lanjut Yonvitner, bukan tidak mungkin rob akan menyebabkan masyarakat kehilangan mata pencahariannya.

Pembangunan Giant Sea Wall

Sementara itu, Menteri Pekerjaan Umum (PU), Dody Hanggodo, memastikan pihaknya tetap melanjutkan pembangunan giant sea wall atau tanggul laut raksasa.

Tujuannya, melindungi masyarakat pesisir dari banjir rob. Seperti diketahui, Presiden Prabowo Subianto sebelumnya mencanangkan pembangunan giant sea wall dari Cilegon, Banten hingga Gresik, Jawa Tengah.

"Kami membangun program giant sea wall dari Celegon sampai Gresik di Jawa Tengah untuk melindungi wilayah garis pantai dan utara beserta masyarakat yang tinggal di sana, juga di perbatasan laut di Jakarta Utara," tutur Dody dalam acara International Conference Infrastructur di Jakarta Pusat.

Baca juga: Krisis Iklim Picu Pencairan Gletser Tercepat, Kekeringan dan Banjir Mengintai

Kementerian PU menggandeng Belanda dan Korea Selatan sejak 2016 untuk mengkaji pembangunan tanggul laut Cilegon-Gresik dengan jarak sejauh 946 kilometer.

Dody berpandangan, proyek tersebut membuka peluang investasi jangka panjang sekaligus untuk proyek bendungan yang telah diajukan.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Permintaan Batu Bara Dunia Capai Puncak Tahun Ini, Tapi Melandai 2030
Permintaan Batu Bara Dunia Capai Puncak Tahun Ini, Tapi Melandai 2030
Pemerintah
Pulihkan Ekosistem Sungai, Jagat Satwa Nusantara Lepasliarkan Ikan Kancra di Bogor
Pulihkan Ekosistem Sungai, Jagat Satwa Nusantara Lepasliarkan Ikan Kancra di Bogor
LSM/Figur
Riau dan Kalimantan Tengah, Provinsi dengan Masalah Kebun Sawit Masuk Hutan Paling Rumit
Riau dan Kalimantan Tengah, Provinsi dengan Masalah Kebun Sawit Masuk Hutan Paling Rumit
LSM/Figur
366.955 Hektar Hutan Adat Ditetapkan hingga November 2025
366.955 Hektar Hutan Adat Ditetapkan hingga November 2025
Pemerintah
Suhu Arktik Pecahkan Rekor Terpanas Sepanjang Sejarah, Apa Dampaknya?
Suhu Arktik Pecahkan Rekor Terpanas Sepanjang Sejarah, Apa Dampaknya?
LSM/Figur
Pembelian Produk Ramah Lingkungan Meningkat, tapi Pesan Keberlanjutan Meredup
Pembelian Produk Ramah Lingkungan Meningkat, tapi Pesan Keberlanjutan Meredup
LSM/Figur
Menjaga Napas Terakhir Orangutan Tapanuli dari Ancaman Banjir dan Hilangnya Rimba
Menjaga Napas Terakhir Orangutan Tapanuli dari Ancaman Banjir dan Hilangnya Rimba
LSM/Figur
FWI Soroti Celah Pelanggaran Skema Keterlanjuran Kebun Sawit di Kawasan Hutan
FWI Soroti Celah Pelanggaran Skema Keterlanjuran Kebun Sawit di Kawasan Hutan
LSM/Figur
Menhut Raja Juli Soroti Lemahnya Pengawasan Hutan di Daerah, Anggaran dan Personel Terbatas
Menhut Raja Juli Soroti Lemahnya Pengawasan Hutan di Daerah, Anggaran dan Personel Terbatas
Pemerintah
Menhut Raja Juli Sebut Tak Pernah Beri Izin Pelepasan Kawasan Hutan Setahun Terakhir
Menhut Raja Juli Sebut Tak Pernah Beri Izin Pelepasan Kawasan Hutan Setahun Terakhir
Pemerintah
Krisis Iklim Picu Berbagai Jenis Penyakit, Ancam Kesehatan Global
Krisis Iklim Picu Berbagai Jenis Penyakit, Ancam Kesehatan Global
Pemerintah
Petani Rumput Laut di Indonesia Belum Ramah Lingkungan, Masih Terhalang Biaya
Petani Rumput Laut di Indonesia Belum Ramah Lingkungan, Masih Terhalang Biaya
Pemerintah
Kemenhut Musnahkan 98,8 Hektar Kebun Sawit Ilegal di TN Berbak Sembilang Jambi
Kemenhut Musnahkan 98,8 Hektar Kebun Sawit Ilegal di TN Berbak Sembilang Jambi
Pemerintah
Indonesia Bisa Contoh India, Ini 4 Strategi Kembangkan EBT
Indonesia Bisa Contoh India, Ini 4 Strategi Kembangkan EBT
LSM/Figur
Waspada Hujan Lebat hingga 22 Desember, BMKG Pantau 3 Siklon Tropis
Waspada Hujan Lebat hingga 22 Desember, BMKG Pantau 3 Siklon Tropis
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau