KOMPAS.com - AI generatif seperti ChatGPT sangat membantu karena menawarkan kemudahan dan kemampuan luar biasa.
Namun di sisi lain, ada kekhawatiran serius bahwa penggunaannya yang tak terkendali dapat menyebabkan peningkatan signifikan dalam konsumsi energi dan jejak karbon yang merugikan lingkungan.
Investor yang peduli lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG) pun kini khawatir dan mengkritik AI karena memerlukan sejumlah besar butuh data, daya komputasi, listrik, dan air yang sangat banyak, yang semuanya bisa merusak lingkungan.
Mengutip Know ESG, Kamis (19/6/2025) Sondre Myge, pakar keberlanjutan yang kini menjabat sebagai Kepala ESG di Skagen Funds, mengklaim bahwa satu perintah atau prompt ChatGPT dapat menggunakan sekitar setengah liter air minum.
Baca juga: Earth AI, Kini Kecerdasan Buatan Bisa Bantu Eksplorasi Mineral Kritis
Menariknya, angka itu ia dapatkan langsung dari ChatGPT itu sendiri, menunjukkan bagaimana AI bisa memberikan informasi tentang dampaknya sendiri.
Pernyataan Myge ini diperkuat oleh penelitian-penelitian lain yang baru-baru ini dilakukan dan memiliki kesimpulan serupa. Studi-studi tersebut menunjukkan bahwa air sebagian besar digunakan untuk mendinginkan pusat data.
Pusat data tidak bisa menggunakan sembarang air melainkan bergantung pada air bersih dan layak minum untuk memenuhi standar kemurnian yang dibutuhkan oleh peralatan mahal dan sensitif di dalamnya.
Ini berarti air yang bisa digunakan untuk minum atau keperluan domestik lainnya justru dialihkan untuk mendinginkan infrastruktur AI.
Dampak konsumsi air oleh pusat data AI bukan hanya memperburuk kekurangan air di daerah yang sudah krisis, tetapi juga berpotensi menyebabkan masalah kekurangan air ke wilayah-wilayah baru yang sebelumnya aman, menciptakan tantangan besar dalam manajemen sumber daya air global.
Pusat data AI juga mengonsumsi lebih banyak listrik. Sementara sistem pendingin udara yang digunakan saat ini tidak lagi cukup untuk mendinginkan panas yang dihasilkan AI.
Baca juga: Agar AI Tak Lagi Bias, UN Women Serukan Teknologi yang Ramah Gender
Meskipun ada kekhawatiran, beberapa pihak percaya bahwa, untuk saat ini, dampak AI dapat dikelola.
Perusahaan teknologi semakin banyak menggunakan listrik dari sumber terbarukan seperti angin dan matahari. Hal ini menandakan bahwa industri teknologi, dalam kapasitasnya sendiri, mengurangi dampak lingkungan meskipun tidak mengantisipasi pertumbuhan AI yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Kendati AI memiliki jejak lingkungan yang cukup besar, teknologi ini juga menawarkan manfaat lingkungan. Misalnya, AI digunakan dalam pengoptimalan rantai pasokan, merampingkan produksi, dan bahkan dilaporkan dapat mendeteksi kebocoran metana.
Sebuah laporan oleh Badan Energi Internasional mencatat bahwa, jika digunakan dengan tepat dan benar, AI pada akhirnya dapat mengurangi lebih banyak energi daripada yang dikonsumsinya.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya