Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Agar AI Tak Lagi Bias, UN Women Serukan Teknologi yang Ramah Gender

Kompas.com - 08/06/2025, 15:06 WIB
Eriana Widya Astuti,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

KOMPAS.com — Head of Programme UN Women Indonesia, Dwi Yuliawati, mengatakan bahwa meskipun teknologi kecerdasan buatan (AI) kerap dianggap netral dan menjanjikan efisiensi serta percepatan proses dalam berbagai sektor, kenyataannya tidak sedikit sistem AI yang memperparah ketimpangan yang sudah ada di dunia nyata.

Saat ini, perkembangan AI dan teknologi digital banyak digunakan di lingkup korporasi karena dinilai mampu mempercepat proses bisnis hingga mempermudah akses layanan publik. Namun, menurut Dwi, kemajuan teknologi ini tidak dapat dipandang sebagai sesuatu yang netral secara sosial.

AI, kata Dwi, memiliki sejarah bias yang berasal dari ketimpangan di masyarakat dan tercermin dalam data pelatihannya. Selain itu, AI dinilai kekurangan representasi data perempuan (representational bias), serta mengandung proxy bias karena variabel dalam model AI secara tidak langsung bisa menunjukkan jenis kelamin pengguna.

“AI memang tidak serta-merta diskriminatif, tetapi ia merefleksikan kondisi sosial yang sudah bias berdasarkan data yang ia terima,” ujarnya sebagaimana dikutip dari keterangan tertulis di laman BRIN, Sabtu (7/6/2025).

Ia mencontohkan temuan komite independen yang dibentuk Dewan Eropa pada 2019, yang mengidentifikasi setidaknya enam pola diskriminasi dalam AI. Salah satunya adalah sejarah bias, yakni bias akibat ketimpangan yang telah berlangsung lama di masyarakat yang masuk kedalam pelatihan data AI.

Dwi juga menyebut studi internal Amazon yang menunjukkan bahwa model AI dalam proses seleksi karyawan baru secara tidak sengaja lebih menyukai kandidat laki-laki. Ini terjadi karena mayoritas pelamar selama bertahun-tahun memang laki-laki.

Tidak hanya dalam rekrutmen, bias juga muncul dalam representasi perempuan di sektor teknologi secara keseluruhan.

Dwi mengatakan studi terbaru UN Women menunjukkan bahwa kesenjangan ini bersifat global. Perempuan masih menghadapi keterbatasan akses, representasi, dan partisipasi dalam dunia digital, termasuk di bidang AI.

Baca juga: Bagaimana AI Membantu Industri Mode Kurangi Limbah Tekstil?

“Kesenjangan digital berbasis gender ini tidak hanya terjadi di negara berkembang,” ujarnya.

Diperkirakan pada 2025, sekitar 75 persen pekerjaan akan terkait bidang STEM (Science, Technology, Engineering, Mathematics), termasuk pengembangan AI. Namun, secara global, perempuan hanya mengisi sekitar 22 persen posisi di bidang tersebut.

Studi terhadap 133 sistem AI di berbagai industri juga menunjukkan bahwa 44 persen mengandung bias gender, sementara 25 persen bahkan mengandung bias ganda: gender dan ras.

Selain dalam penggunaan teknologi, perempuan juga mengalami dampak negatif secara langsung seperti kekerasan daring.

“38 persen perempuan pernah menjadi korban dan 85 persen pernah menyaksikan kekerasan terhadap perempuan di ruang digital,” kata Dwi.

Stereotipe gender dalam keterampilan teknis turut memengaruhi desain produk digital yang tidak inklusif. Kebutuhan perempuan kerap tidak dipertimbangkan dalam desain dan pemasaran produk digital.

Dari sisi partisipasi dalam pengembangan teknologi, Dwi menyebut data komunitas pengembang menunjukkan ketimpangan signifikan. Jumlah perempuan hanya 78 dibandingkan 922 laki-laki. Ini menjadi salah satu alasan mengapa banyak sistem AI tidak sensitif terhadap kebutuhan perempuan.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Menteri LH Desak Pembenahan Lingkungan di Kawasan Industri Pulogadung
Menteri LH Desak Pembenahan Lingkungan di Kawasan Industri Pulogadung
Pemerintah
Cabai Palurah dari IPB, Solusi Pedas Berkelanjutan untuk Dapur dan Industri
Cabai Palurah dari IPB, Solusi Pedas Berkelanjutan untuk Dapur dan Industri
LSM/Figur
Produksi Hidrogen Lepas Pantai Tingkatkan Suhu Lokal, Perlu Mitigasi
Produksi Hidrogen Lepas Pantai Tingkatkan Suhu Lokal, Perlu Mitigasi
Pemerintah
Tanam 1.035 Pohon, Kemenhut Kompensasi Jejak Karbon Institusi
Tanam 1.035 Pohon, Kemenhut Kompensasi Jejak Karbon Institusi
Pemerintah
Valuasi Ekonomi Tunjukkan Raja Ampat Lebih Kaya dari Hasil Tambangnya
Valuasi Ekonomi Tunjukkan Raja Ampat Lebih Kaya dari Hasil Tambangnya
LSM/Figur
Murah tapi Mematikan: Pembakaran Plastik Tanpa Kontrol Hasilkan Dioksin dan Furan
Murah tapi Mematikan: Pembakaran Plastik Tanpa Kontrol Hasilkan Dioksin dan Furan
Pemerintah
Driver Ojol Mitra UMKM Grab Akan Dapat Insentif BBM dan KUR
Driver Ojol Mitra UMKM Grab Akan Dapat Insentif BBM dan KUR
Pemerintah
Menhut: Target NDC Perlu Realistis, Ambisius tetapi Tak Tercapai Malah Rugikan Indonesia
Menhut: Target NDC Perlu Realistis, Ambisius tetapi Tak Tercapai Malah Rugikan Indonesia
Pemerintah
Populasi Penguin Kaisar Turun 22 Persen dalam 15 Tahun, Lebih Buruk dari Prediksi
Populasi Penguin Kaisar Turun 22 Persen dalam 15 Tahun, Lebih Buruk dari Prediksi
LSM/Figur
Pembukaan Lahan dan Pembangunan Sebabkan Buaya Muncul ke Permukiman
Pembukaan Lahan dan Pembangunan Sebabkan Buaya Muncul ke Permukiman
Pemerintah
Grab Rekrut Ribuan Driver Ojol untuk Sekaligus Jadi Mitra UMKM
Grab Rekrut Ribuan Driver Ojol untuk Sekaligus Jadi Mitra UMKM
Swasta
Potensi Rumput Laut Besar, tetapi Baru 11 Persen Lahan Budidaya yang Dimanfaatkan
Potensi Rumput Laut Besar, tetapi Baru 11 Persen Lahan Budidaya yang Dimanfaatkan
Pemerintah
Veronica Tan Ingin Jakarta Ramah Perempuan dan Anak
Veronica Tan Ingin Jakarta Ramah Perempuan dan Anak
Pemerintah
BRI Fellowship Journalism 2025 Kukuhkan 45 Jurnalis Penerima Beasiswa S2
BRI Fellowship Journalism 2025 Kukuhkan 45 Jurnalis Penerima Beasiswa S2
BUMN
Sistem Tanam Padi Rendah Karbon, Apakah Memungkinkan?
Sistem Tanam Padi Rendah Karbon, Apakah Memungkinkan?
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau