Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Susu Terancam Panas Ekstrem, Produksinya Turun 10 Persen oleh Iklim

Kompas.com, 6 Juli 2025, 16:02 WIB
Monika Novena,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

Sumber PHYSORG

KOMPAS.com - Perubahan iklim dan peningkatan suhu global menjadi ancaman serius bagi industri peternakan sapi perah.

Dalam penilaian paling komprehensif tentang dampak suhu udara panas terhadap sapi perah, peneliti menemukan bahwa satu hari panas ekstrem dapat memangkas produksi susu hingga 10 persen.

Dampak cuaca panas tersebut bahkan dapat berlangsung lebih dari 10 hari bahkan ketika peternak sudah berupaya maksimal untuk melindungi sapi mereka dari panas ekstrem.

Ini menunjukkan betapa rentannya sistem pangan kita terhadap perubahan iklim.

"Perubahan iklim akan berdampak luas pada apa yang kita makan dan minum, termasuk segelas susu dingin," kata salah satu penulis pendamping penelitian yang juga asisten profesor di Harris School of Public Policy, Eyal Frank, dikutip dari Phys, Sabtu (5/7/2025).

"Penelitian kami menemukan bahwa panas ekstrem menyebabkan dampak yang signifikan dan berkelanjutan pada pasokan susu, dan bahkan peternakan yang paling canggih dan memiliki sumber daya yang baik pun menerapkan strategi adaptasi yang mungkin tidak cukup untuk menghadapi perubahan iklim," terangnya lagi.

Baca juga: BRIN Kembangkan Finebubble, Tingkatkan Produktivitas Pertanian dan Peternakan

Dalam studi ini, tim peneliti mempelajari industri susu di Israel yang mewakili negara-negara penghasil susu dengan sistem canggih.

Para peneliti menganalisis data cuaca lokal untuk mengukur dampak panas lembap pada lebih dari 130.000 sapi perah Israel selama 12 tahun. Mereka kemudian menyurvei lebih dari 300 peternak sapi perah untuk melihat seberapa besar teknologi pendinginan telah membantu.

"Industri susu di Israel merupakan tempat uji coba yang baik karena peternakan tersebar di seluruh negeri dan mengalami berbagai suhu dan kelembapan yang mewakili kondisi untuk negara-negara penghasil susu teratas di seluruh dunia," papar Ram Fishman, profesor madya Kebijakan Publik di Universitas Tel Aviv.

Peternakan juga telah mengadopsi sistem ventilasi dan penyemprotan untuk menjaga sapi mereka tetap dingin.

Tim peneliti kemudian menemukan bahwa produksi susu menurun secara signifikan pada hari-hari yang panas dan lembap, hingga 10 persen ketika suhu melebih 26 derajat C.

Kombinasi panas dan kelembapan yang tinggi memiliki dampak yang sangat merugikan bagi sapi perah. Kondisi ini menyebabkan stres panas yang parah dan yang lebih penting, pemulihan produksi susu sapi membutuhkan waktu yang sangat lama.

Dibutuhkan waktu lebih dari 10 hari agar produksi susu kembali ke tingkat normal.

Temuan ini pun menjelaskan bahwa meskipun banyak peternakan sudah menggunakan teknologi pendingin untuk sapi, upaya tersebut hanya mengurangi sebagian dari kerugian produksi susu akibat panas, dan efektivitasnya menurun seiring suhu yang makin panas.

Pada suhu 24 derajat C, alat pendingin hanya mampu mengimbangi 40 persen dari kerugian. Namun demikian, para peneliti menemukan bahwa memasang peralatan pendingin tetap sepadan, karena peternak dapat menutup kembali biaya pemasangan peralatan tersebut dalam waktu sekitar satu setengah tahun.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Guru Besar IPB Soroti Pembalakan liar di Balik Bencana Banjir Sumatera
Guru Besar IPB Soroti Pembalakan liar di Balik Bencana Banjir Sumatera
Pemerintah
Sumatera Darurat Biodiversitas, Habitat Gajah Diprediksi Menyusut 66 Persen
Sumatera Darurat Biodiversitas, Habitat Gajah Diprediksi Menyusut 66 Persen
Pemerintah
PGE dan PLN Indonesia Power Sepakati Tarif Listrik PLTP Ulubelu
PGE dan PLN Indonesia Power Sepakati Tarif Listrik PLTP Ulubelu
BUMN
Asia Tenggara Termasuk Sumber Utama Gas Rumah Kaca
Asia Tenggara Termasuk Sumber Utama Gas Rumah Kaca
LSM/Figur
Uni Eropa Bakal Perketat Impor Plastik demi Industri Daur Ulang Lokal
Uni Eropa Bakal Perketat Impor Plastik demi Industri Daur Ulang Lokal
Pemerintah
Pakar Soroti Lemahnya Sistem Pemulihan Pascabencana di Indonesia
Pakar Soroti Lemahnya Sistem Pemulihan Pascabencana di Indonesia
LSM/Figur
Banjir Aceh Disebut Jadi Dampak Deforestasi, Tutupan Hutan Sudah Kritis Sejak 15 Tahun Lalu
Banjir Aceh Disebut Jadi Dampak Deforestasi, Tutupan Hutan Sudah Kritis Sejak 15 Tahun Lalu
LSM/Figur
Pengamat: Pengelolaan Air Jadi Kunci Praktik Pertambangan Berkelanjutan
Pengamat: Pengelolaan Air Jadi Kunci Praktik Pertambangan Berkelanjutan
Swasta
Vitamin C Bantu Lindungi Paru-paru dari Dampak Polusi Udara
Vitamin C Bantu Lindungi Paru-paru dari Dampak Polusi Udara
LSM/Figur
Panas Ekstrem dan Kelembapan Bisa Berdampak pada Janin
Panas Ekstrem dan Kelembapan Bisa Berdampak pada Janin
LSM/Figur
Waspada Hujan Lebat Selama Natal 2025 dan Tahun Baru 2026
Waspada Hujan Lebat Selama Natal 2025 dan Tahun Baru 2026
Pemerintah
Pakar Kritik Sistem Peringatan Dini di Indonesia, Sarankan yang Berbasis Dampak
Pakar Kritik Sistem Peringatan Dini di Indonesia, Sarankan yang Berbasis Dampak
LSM/Figur
Hutan Lindung Sungai Wain di Balikpapan Dirambah untuk Kebun Sawit
Hutan Lindung Sungai Wain di Balikpapan Dirambah untuk Kebun Sawit
Pemerintah
Menteri LH Sebut 4,9 Juta Hektar Lahan di Aceh Rusak akibat Banjir
Menteri LH Sebut 4,9 Juta Hektar Lahan di Aceh Rusak akibat Banjir
Pemerintah
Sebulan Pasca-banjir Aceh, Distribusi Logistik Dinilai Belum Merata Ditambah Inflasi
Sebulan Pasca-banjir Aceh, Distribusi Logistik Dinilai Belum Merata Ditambah Inflasi
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Rp
Minimal apresiasi Rp 5.000
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau