KOMPAS.com - Organisasi Meteorologi Dunia PBB (WMO) mengungkapkan, badai pasir dan debu berdampak pada sekitar 330 juta orang di lebih dari 150 negara.
Fenomena ini juga menyebabkan kerugian yang terus meningkat pada sektor kesehatan, ekonomi, dan lingkungan.
"Sekitar 2 miliar ton debu dipancarkan setiap tahun, setara dengan 300 Piramida Agung Giza di Mesir," kata Laura Paterson dari WMO, dikutip dari Phys, Senin (14/7/2025).
Menurutnya, lebih dari 80 persen debu di dunia berasal dari gurun di Afrika Utara dan Timur Tengah.
Baca juga: Ancaman Tersembunyi Perubahan Iklim, Bikin Nutrisi Makanan Turun
Namun, debu ini memiliki dampak global karena partikel-partikelnya dapat menempuh jarak ratusan bahkan ribuan kilometer, melintasi benua dan samudra.
Presiden Majelis Umum PBB, Philemon Yang, mengatakan bahwa badai pasir dan debu dengan cepat menjadi salah satu tantangan global yang paling terabaikan namun memiliki dampak yang sangat luas di zaman kita.
"Badai-badai tersebut didorong oleh perubahan iklim, degradasi lahan, dan praktik-praktik yang tidak berkelanjutan," ujarnya.
Partikel udara dari badai pasir dan debu berkontribusi terhadap 7 juta kematian dini setiap tahun.
Partikel-partikel tersebut memicu penyakit pernapasan dan kardiovaskular, serta mengurangi hasil panen hingga 25 persen, yang menyebabkan kelaparan dan migrasi sehingga kerugian ekonomi akibat badai ekonomi sangat besar.
Misalnya saja di Timur Tengah dan Afrika Utara, biaya tahunan untuk menangani badai debu dan pasir mencapai 150 miliar dolar AS atau sekitar 2,5 persen dari PDB.
"Musim semi ini saja, kawasan Arab terkena imbas dari badai hebat Irak, membuat rumah sakit banjir dengan kasus-kasus pernapasan. Badai di Kuwait dan Iran juga memaksa sekolah dan kantor-kantor ditutup," papar Wakil Sekretaris Jenderal Rola Dashti, kepala Komisi Ekonomi dan Sosial PBB untuk Asia Barat.
Ia mengungkapkan pula bahwa lebih dari 20 badan PBB dan internasional sedang berupaya menyatukan upaya dalam sistem peringatan dini untuk badai dan menangani isu-isu lain, termasuk kesehatan dan pendanaan.
Baca juga: Perubahan Iklim, Situs Warisan Dunia Terancam Kekeringan atau Banjir
Dashti juga mendesak semua negara untuk memasukkan badai pasir dan debu ke dalam agenda global dan nasional.
"Dari restorasi lahan dan pertanian berkelanjutan hingga sistem peringatan dini terpadu, kita memiliki perangkat untuk bertindak. Yang kita butuhkan sekarang adalah tekad dan pendanaan kolektif untuk mewujudkan solusi-solusi ini dalam skala besar," tambahnya.
Majelis Umum PBB memperingati Hari Internasional untuk Memerangi Badai Pasir dan Debu, Sabtu (12/7/2025) sekaligus menetapkan periode 2025-2034 sebagai dekade khusus untuk memerangi fenomena tersebut.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya