Laporan tersebut juga menyoroti meningkatnya permintaan global untuk makanan sumber hewani, terutama di negara-negara berpendapatan menengah. Di sana, pola makan masyarakat bergeser ke arah asupan protein yang lebih tinggi karena pertumbuhan pendapatan.
Total produksi pertanian dan perikanan diperkirakan akan meningkat 14 persen pada tahun 2034, sebagian besar karena peningkatan produktivitas di negara-negara tersebut.
Baca juga: Apa Itu Biofuel dan Benarkah Ramah Lingkungan?
Namun, peningkatan ini juga akan menyebabkan tekanan lingkungan yang meningkat: Perluasan populasi hewan ternak dan lahan pertanian diperkirakan akan meningkatkan emisi gas rumah kaca (GRK) pertanian langsung sebesar 6 persen.
Yang menarik, laporan OECD-FAO menyebutkan bahwa intensitas karbon dari emisi di tingkat pertanian diproyeksikan akan menurun selama periode yang sama.
Produksi daging, produk susu, dan telur diperkirakan akan meningkat sebesar 17 persen. Peningkatan ini seiring dengan pertumbuhan jumlah ternak global yang diperluas sebesar 7 persen.
Sementara itu konsumsi produk hewani dan ikan (kalori) per orang diprediksi naik 6 persen secara global dalam 10 tahun ke depan.
Di negara berpendapatan menengah ke bawah, kenaikannya jauh lebih drastis (24 persen), mencapai 364 kilokalori per hari pada 2034, menunjukkan akses nutrisi yang semakin baik.
Namun, meskipun ada peningkatan akses nutrisi secara global, ketidaksetaraan masih besar. Di negara-negara miskin, asupan kalori dari produk hewani masih sangat rendah (143 kkal), jauh di bawah standar FAO untuk diet sehat (300 kkal).
Baca juga: AI Bantu Kurangi Miliaran Ton Karbon dari Sektor Pangan, Energi, dan Mobilitas
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya