KOMPAS.com - Laporan terbaru Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) dan Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO) Agricultural Outlook 2025-2034 mengungkapkan pada tahun 2034, hanya 40 persen dari total produksi serealia dunia yang akan dikonsumsi langsung oleh manusia.
Sementara itu, lebih dari seperempatnya (27 persen) akan dialihkan untuk penggunaan biofuel dan industri.
Serealia sendiri adalah kelompok tanaman dari famili rumput-rumputan yang menghasilkan biji-bijian atau bulir yang dapat dimakan.
Laporan yang dirilis pada 15 Juli 2025 ini menandai revisi signifikan perkiraan sebelumnya yang memperkirakan bahwa biofuel dan aplikasi industri lainnya hanya akan menyumbang 23 persen dari penggunaan serealia pada tahun 2033.
Sedangkan, pakan ternak akan menyumbang 33 persen sisanya dari pemanfaatan serealia pada tahun 2034.
Baca juga: Potensi Minyak Jelantah Hampir 1 Juta Kilo Liter, Bisa Jadi Biofuel
Laporan tersebut menyoroti persaingan sengit antara kebutuhan pangan, pakan, dan biofuel dalam merebut bahan baku pertanian.
Persaingan ini semakin intens terutama karena permintaan biofuel global terus meningkat, yang didorong terutama oleh negara-negara berkembang.
Permintaan biofuel kini diperkirakan akan tumbuh dengan laju rata-rata 0,9 persen per tahun hingga 2034, naik dari proyeksi sebelumnya yang hanya 0,6 persen.
India, bersama dengan Brazil dan Indonesia, diperkirakan akan memimpin percepatan permintaan ini.
Lebih lanjut, mengutip Down to Earth, Rabu (16/7/2025), walaupun ada kekhawatiran soal dampak lingkungan biofuel, laporan ini menyebutkan bahwa industri biofuel tetap akan banyak menggunakan bahan baku dari tanaman pangan.
Laporan ini juga menjelaskan bahwa meskipun ada bahan baku biofuel yang lebih baik seperti sisa tanaman (selulosa) yang tidak bersaing dengan pangan, jenis bahan baku ini diprediksi tidak akan banyak digunakan dalam produksi biofuel secara keseluruhan.
Produksi serealia dunia diproyeksikan naik 1,1 persen per tahun dalam 10 tahun ke depan, terutama karena hasil panen yang lebih baik.
Namun, perluasan lahan panen akan sangat melambat, hanya 0,14 persen per tahun, jauh lebih rendah dari dekade sebelumnya.
India dan negara-negara Asia Tenggara diperkirakan akan menyumbang 39 persen dari pertumbuhan konsumsi serealia global pada tahun 2034, meningkat dari 32 persen selama dekade terakhir.
Sebaliknya, pangsa China akan menurun menjadi 13 persen dari 32 persen, yang mencerminkan pergeseran pola konsumsi yang lebih luas.
Laporan tersebut juga menyoroti meningkatnya permintaan global untuk makanan sumber hewani, terutama di negara-negara berpendapatan menengah. Di sana, pola makan masyarakat bergeser ke arah asupan protein yang lebih tinggi karena pertumbuhan pendapatan.
Total produksi pertanian dan perikanan diperkirakan akan meningkat 14 persen pada tahun 2034, sebagian besar karena peningkatan produktivitas di negara-negara tersebut.
Baca juga: Apa Itu Biofuel dan Benarkah Ramah Lingkungan?
Namun, peningkatan ini juga akan menyebabkan tekanan lingkungan yang meningkat: Perluasan populasi hewan ternak dan lahan pertanian diperkirakan akan meningkatkan emisi gas rumah kaca (GRK) pertanian langsung sebesar 6 persen.
Yang menarik, laporan OECD-FAO menyebutkan bahwa intensitas karbon dari emisi di tingkat pertanian diproyeksikan akan menurun selama periode yang sama.
Produksi daging, produk susu, dan telur diperkirakan akan meningkat sebesar 17 persen. Peningkatan ini seiring dengan pertumbuhan jumlah ternak global yang diperluas sebesar 7 persen.
Sementara itu konsumsi produk hewani dan ikan (kalori) per orang diprediksi naik 6 persen secara global dalam 10 tahun ke depan.
Di negara berpendapatan menengah ke bawah, kenaikannya jauh lebih drastis (24 persen), mencapai 364 kilokalori per hari pada 2034, menunjukkan akses nutrisi yang semakin baik.
Namun, meskipun ada peningkatan akses nutrisi secara global, ketidaksetaraan masih besar. Di negara-negara miskin, asupan kalori dari produk hewani masih sangat rendah (143 kkal), jauh di bawah standar FAO untuk diet sehat (300 kkal).
Baca juga: AI Bantu Kurangi Miliaran Ton Karbon dari Sektor Pangan, Energi, dan Mobilitas
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya