KOMPAS.com - Biofuel kini populer sebagai alternatif bahan bakar fosil. Tak heran, negara-negara di dunia mulai memproduksi lebih banyak biofuel untuk mengatasi perubahan iklim.
Produksi biofuel sendiri meningkat sembilan kali lipat antara tahun 2000 dan 2020.
Pada tahun 2023 negara-negara G20 meluncurkan Aliansi Biofuel Global untuk mencoba memperluas penggunaan biofuel berkelanjutan.
Namun ada pertanyaan yang muncul apakah biofuel benar-benar lebih ramah lingkungan daripada bahan bakar fosil?
Pemerhati lingkungan memperingatkan bahwa lahan yang dibutuhkan untuk menanam bahan organik untuk biofuel menyebabkan kerusakan iklim seperti misalnya penggundulan hutan.
Baca juga:
Dikutip dari Eco Business, Senin (3/2/2025) biofuel, baik itu bioetanol maupun biodiesel, dibuat dari hasil pertanian atau limbah organik dan digunakan dalam kendaraan tradisional sebagai pengganti bahan bakar fosil.
Menurut Badan Energi Internasional (IEA) saat ini biofuel menggerakkan lebih dari 90 persen transportasi global.
Etanol dan biodiesel murni tidak beracun dan dapat terurai secara hayati. Biofuel umumnya mengeluarkan lebih sedikit partikulat, sulfur dioksida, dan racun, yang buruk bagi kesehatan manusia dan lingkungan.
Bahan ini digunakan untuk menjalankan mobil, truk, pesawat terbang, dan kapal.
Banyak negara meningkatkan produksi lokal mereka dengan mandat nasional untuk mencampur biofuel ini dengan bensin dan solar, dan pada tahun 2023 hampir 200 juta metrik ton bioetanol dan biodiesel diproduksi secara global.
IEA sendiri memproyeksikan permintaan biofuel akan meningkat sebesar 38 miliar liter antara tahun 2023 dan 2028, sehingga total permintaan biofuel menjadi 200 miliar liter pada tahun 2028.
Sebagian besar biofuel diproduksi dari gula yang dapat dimakan, pati, dan tanaman pangan lainnya seperti jagung yang ditanam di lahan yang subur. Biofuel generasi pertama ini diproduksi baik dengan mengekstraksi minyak atau fermentasi di tempat penyulingan besar.
Namun tantangan terbesar yang terkait dengan biofuel generasi pertama adalah kebutuhannya akan lahan yang dapat menyebabkan tumpang tindih dengan kebutuhan akan lahan pertanian untuk keperluan pangan.
Menurut laporan Union for the Promotion of Oil and Protein Plants dari Jerman, dari total 1,4 miliar hektar lahan yang digunakan untuk menanam tanaman secara global pada 2021, sekitar 8 persen digunakan untuk memasok bahan baku untuk produksi biofuel.
Dari segi penggunaannya, biofuel lebih bersih daripada bahan bakar fosil. Menurut penelitian dari Departemen Energi AS, etanol jagung memiliki emisi pencemar iklim antara 44 persen dan 52 persen lebih rendah daripada bensin.
Baca juga:
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya