Menurutnya, dengan menjadikan peternakan sebagai profesi utama, bukan hanya bisa meningkatkan produksi sapi, tapi juga menarik minat anak muda karena jadi profesi yang menjanjikan.
Nanang juga mendorong pemerintah untuk memikirkan program atau kampanye yang bisa mengajak generasi muda terjun ke sektor peternakan.
Kondisi saat ini membuat Indonesia semakin bergantung pada daging impor. Yang menjadi masalah serius adalah ketika impor sapi digantikan daging kerbau murah dari India, dampaknya bukan hanya melemahkan kemandirian pangan, tapi juga mematikan peternak rakyat.
Sementara itu, menurut Nanang, pemerintah memang telah menggagas sejumlah program seperti desa korporasi. Di skema ini, satu kabupaten bisa mendapat bantuan 1.000 ekor sapi yang dikelola secara berkelompok untuk mendorong transisi dari peternakan individu ke usaha kolektif.
Namun, masalah kerap muncul dalam pelaksanaan. “Sepanjang yang saya tahu, program yang ada unsur hibah jarang berhasil. Begitu peternak tahu itu hibah, rasa tanggung jawabnya hilang. Mereka anggap itu cuma pemberian, bukan tanggung jawab,” ujarnya.
Jika sistem ini tidak diperbaiki, ancaman terhadap ketahanan pangan hewani bukan lagi potensi, tapi kenyataan.
Tanpa regenerasi peternak, skala usaha yang berkelanjutan, dan reformasi sistem produksi yang efisien, Indonesia akan terus bergantung pada impor dan kehilangan kemandirian pangannya, terkhusus dari sisi hewani.
Baca juga: Proyek Ekowisata hingga Peternakan Picu Kerusakan Lingkungan di Bogor dan Sukabumi
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya