Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Impor Daging Indonesia Bakal Melonjak karena Orang Muda Malas Ternak

Kompas.com - 18/07/2025, 19:03 WIB
Eriana Widya Astuti,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Mewujudkan ketahanan pangan hewani menjadi tantangan nyata hingga saat ini.

Ketergantungan pada sapi potong impor dalam lima tahun terakhir justru meningkat, memperlemah kemandirian dan keberlanjutan sistem pangan nasional.

“Awalnya kontribusi lokal ada di 60 persen, lalu turun menjadi 48 persen,” ujar Direktur Utama PT Indo Prima Beef sekaligus Ketua Umum PPSKI, Nanang Purus Subendro, dalam Kagama Leaders Forum Series bertajuk Daulat Pangan di Tengah Disrupsi Geopolitik dan Perang Dagang, Kamis (17/7/2025).

Salah satu penyebabnya adalah siklus produksi ternak yang lebih panjang dibanding sektor pertanian. Dibutuhkan waktu dan biaya lebih besar untuk menghasilkan sapi potong siap konsumsi. Sementara itu, jumlah peternak rakyat masih terbatas.

“Jumlah peternak sapi saat ini sekitar lima juta kepala keluarga,” kata Nanang.

Masalah lainnya adalah minimnya regenerasi. Data menunjukkan 56 persen peternak saat ini berusia di atas 50 tahun. Animo anak muda untuk masuk ke sektor ini rendah karena profesi peternak dianggap tidak keren dan kurang menguntungkan.

“Kalau di sektor lain hilirisasi jadi fokus, justru di peternakan sapi, masalah utamanya ada di hulu,” ujarnya.

Biaya produksi anak sapi (pedet) masih sangat mahal. Bila dihitung secara komersial, dari biaya pakan, tenaga kerja, penyusutan, hingga bunga pinjaman dan hasilnya dinilai tidak sepadan.

Baca juga: Tambang Ancam Ekosistem Kerapu dan Ketahanan Pangan di Raja Ampat

Nanang mengatakan, yang membuat peternak Indonesia masih bisa bertahan, karena sebagian besar peternakan rakyat dijalankan oleh kelompok kecil dengan skala yang tidak berkelanjutan.

Sekitar 63 persen peternak hanya memiliki 1–2 ekor sapi, 30 persen memiliki hingga 10 ekor, dan hanya 7 persen yang menjalankan secara profesional.

“Yang 63 persen ini sangat rentan,” ujar Nanang. Ia menjelaskan, jika tidak ada pendekatan baru untuk memperbanyak peternak, khususnya dari kalangan muda, dan menghasilkan lebih banyak anak sapi, maka ketahanan pangan hewani bisa gagal. Bahkan potensi punahnya sapi juga membayangi.

Nanang menyoroti perbedaan pendekatan dengan negara lain seperti Australia, di mana lahan-lahan dimanfaatkan untuk kepentingan peternak.

Ia mencontohkan, di sana, satu hektare lahan bisa dimanfaatkan untuk tiga indukan sapi. Pakan cukup dari rumput alami, sehingga biaya produksi lebih rendah. Sebaliknya di Indonesia, lahan makin terbatas dan banyak dialihfungsikan menjadi industri atau perumahan.

“Sekarang belum ada anggaran atau solusi konkret untuk penyediaan lahan pakan. Padahal itu penting agar pengembangbiakan sapi jadi lebih terjangkau,” katanya.

Baca juga: Ngebut Capai Swasembada Pangan Setahun, Pemerintah Alokasikan Rp 1,7 T untuk Pompa Air

Karena itu, menurut Nanang, pendekatan peternakan harus diubah. Peternak tidak bisa terus diposisikan sebagai pekerjaan sambilan. Harus ada transformasi ke arah profesionalisme.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
BMKG Peringatkan Potensi Cuaca Ekstrem, Hujan Diprediksi Landa Sejumlah Daerah
BMKG Peringatkan Potensi Cuaca Ekstrem, Hujan Diprediksi Landa Sejumlah Daerah
Pemerintah
Akses Listrik di Asia-Pasifik Hampir Merata, tapi Transisi Energi Bersih Terhambat
Akses Listrik di Asia-Pasifik Hampir Merata, tapi Transisi Energi Bersih Terhambat
Pemerintah
Deforestasi Amazon Kurangi Curah Hujan dan Picu Kenaikan Suhu
Deforestasi Amazon Kurangi Curah Hujan dan Picu Kenaikan Suhu
Pemerintah
Studi: Paparan Polusi Udara Picu Demensia
Studi: Paparan Polusi Udara Picu Demensia
Pemerintah
Bukan Sekadar Jumlah, Cuaca Ekstrem Juga Tentukan Siapa yang Bermigrasi
Bukan Sekadar Jumlah, Cuaca Ekstrem Juga Tentukan Siapa yang Bermigrasi
LSM/Figur
Kerusakan Laut Akibat Manusia Diproyeksikan Berlipat Ganda pada 2050
Kerusakan Laut Akibat Manusia Diproyeksikan Berlipat Ganda pada 2050
Pemerintah
360 Ha Lahan TN Gunung Leuser yang Rusak karena Sawit Ilegal, Bakal Direhabilitasi
360 Ha Lahan TN Gunung Leuser yang Rusak karena Sawit Ilegal, Bakal Direhabilitasi
Pemerintah
Badak Makin Terancam, Teknologi ART dan Biobank Beri Harapan
Badak Makin Terancam, Teknologi ART dan Biobank Beri Harapan
Pemerintah
Ecolab dan SCG Perkuat Kemitraan untuk Tingkatkan Efisiensi dan Dorong Target Net Zero
Ecolab dan SCG Perkuat Kemitraan untuk Tingkatkan Efisiensi dan Dorong Target Net Zero
Swasta
Insan Astra Salurkan Donasi Rp 371 Juta dari Healthy Life Challenge ke Kampung Berseri Astra
Insan Astra Salurkan Donasi Rp 371 Juta dari Healthy Life Challenge ke Kampung Berseri Astra
Swasta
Kemenhut Siapkan Rp 6 T untuk Belanja Pegawai hingga Penanganan Kehutanan
Kemenhut Siapkan Rp 6 T untuk Belanja Pegawai hingga Penanganan Kehutanan
Pemerintah
Hadir di EDRR 2025, Astra Tunjukkan Komitmen Kesiapsiagaan Bencana Nasional
Hadir di EDRR 2025, Astra Tunjukkan Komitmen Kesiapsiagaan Bencana Nasional
Swasta
Astra Bangun 250 Rumah Layak Huni Gratis untuk Warga Banyumas dan Garut
Astra Bangun 250 Rumah Layak Huni Gratis untuk Warga Banyumas dan Garut
Swasta
IPB: Koperasi Bisa Jadi Penggerak Pembangunan Berkelanjutan di RI dan Malaysia
IPB: Koperasi Bisa Jadi Penggerak Pembangunan Berkelanjutan di RI dan Malaysia
Pemerintah
Warga Diminta Tak Panik, Macan Tutul yang Kabur Terdeteksi di Hutan Tangkuban Parahu
Warga Diminta Tak Panik, Macan Tutul yang Kabur Terdeteksi di Hutan Tangkuban Parahu
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau