Namun, sejak maraknya praktik jual beli tanah di wilayah adat, baik untuk sawit maupun pabrik minyak, hubungan antara masyarakat adat dan alam dinilai mulai retak.
Menurut Laksmi, masyarakat adat yang kehilangan sumber penghidupan karena tidak lagi memiliki hak atas tanahnya untuk melakukan pertanian atau sumber daya untuk dikelola akhirnya terpaksa menjadi buruh dengan upah yang kecil.
Sementara untuk memenuhi kebutuhann pangan, mereka jadi bergantung pada makanan dari luar, yang artinya kehilangan kedaulatannya.
Karena itu, Laksmi menekankan pentingnya pengesahan Undang-Undang Masyarakat Adat.
UU ini diperlukan untuk memastikan tidak ada yang tertinggal, khususnya perempuan adat.
Baca juga: Pengesahan UU Masyarakat Adat Jadi Wujud Nyata Amanat Konstitusi
Hak-hak mereka dalam hal reproduksi sosial harus dilindungi, termasuk akses terhadap tanah, kontrol atas pangan, kesehatan, pengetahuan, kearifan lokal, kosmologi, dan spiritualitas.
“Semua hal itu saling terhubung. Kalau salah satunya hilang, maka kedaulatan pangan pun ikut hilang,” tegas Laksmi.
Bagi Laksmi, kedaulatan pangan tidak bisa dipisahkan dari perlindungan terhadap hak-hak perempuan adat.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya