Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

90.000 Hektare, Lahan HTI Prabowo Bisa Dukung Konservasi Gajah dengan Pengelolaan Baik

Kompas.com, 29 Juli 2025, 17:31 WIB
Eriana Widya Astuti,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Upaya pemanfaatan kawasan hutan industri sebagai habitat konservasi gajah dinilai berpotensi mencegah konflik sekaligus memulihkan populasi, selama dilakukan secara serius dan berkelanjutan.

Hal ini disampaikan oleh Ekolog Satwa Liar sekaligus Research Fellow di Institute for Sustainable Earth & Resources, FMIPA Universitas Indonesia, Sunarto.

Ia juga menyampaikan apresiasi atas langkah ini, namun mengingatkan bahwa keberhasilan konservasi tidak cukup hanya dengan luasan lahan.

Menurutnya, secara umum, area 90.000 hektare tergolong luas jika dikelola dengan baik. Namun bagi gajah, yang memiliki home range atau wilayah jelajah alami sangat luas, kawasan sebesar ini bisa jadi belum cukup memadai.

“Terlebih jika kita mempertimbangkan bahwa gajah hidup dalam beberapa tingkatan sosial, mulai dari kelompok kecil kerabat dekat hingga klan yang dapat berjumlah ratusan individu,” ujar Sunarto kepada Kompas.com, Senin (28/7/2025).

Ia menjelaskan bahwa gajah jantan biasanya hidup terpisah dan bergerak seperti “satelit” yang mengelilingi, sesekali mendekat ke kelompok betina yang terus berpindah tempat.

Baca juga: Pakar Satwa Liar Ungkap, Lahan HTI Prabowo Perlu Restorasi Sebelum Jadi Rumah Gajah

Karena itu, keterhubungan wilayah konservasi ini dengan habitat lain di sekitarnya menjadi sangat krusial dan harus dikelola secara terintegrasi.

Dari sudut pandang keberlanjutan, Sunarto mengingatkan bahwa jika hanya bersifat simbolik dan seremonial tanpa kelanjutan yang nyata, inisiatif ini justru bisa menjadi 'bom waktu'.

Artinya, jika restorasi habitat tidak dilakukan secara utuh dan berkesinambungan, bukan hanya tujuan konservasi yang gagal dicapai, tapi juga dapat memperbesar tekanan terhadap ruang hidup gajah di masa depan.

Kondisi ini bisa memicu konflik baru antara satwa dan manusia, seperti gajah yang merambah perkebunan warga, atau meningkatnya perburuan akibat habitat yang semakin terfragmentasi.

“Komitmen jangka panjang, kerja sama, serta dukungan multipihak menjadi kunci keberhasilan konservasi,” tegasnya.

Lebih jauh, ia menyebut bahwa pendekatan konservasi perlu dibangun di atas prinsip 3M: mutual trust, mutual respect, dan mutual benefit, agar benar-benar menjadi langkah nyata untuk pelestarian spesies gajah, khususnya gajah Sumatra yang terancam punah.

Baca juga: Prabowo Serahkan HTI untuk Konservasi Gajah, Ahli Jelaskan Cara Membuatnya Efektif

Prinsip tersebut tidak hanya berlaku antar-stakeholder, tetapi juga dalam relasi antara manusia dan satwa. Menurutnya, manusia dan gajah saling membutuhkan. Karena itu, manusia memiliki tanggung jawab moral untuk menjaga kelestarian satwa asli Indonesia tersebut.

Di sisi lain, keterlibatan komunitas lokal dinilai sangat penting dalam mitigasi konflik dan perlindungan habitat, terutama di wilayah-wilayah sensitif.

“Masyarakat lokal semestinya menjadi subyek utama. Mereka harus dipastikan tidak dirugikan, bahkan sedapat mungkin menjadi pihak yang paling diuntungkan. Pihak-pihak lain cukup mendukung,” ujar Sunarto.

Ke depan, ia berharap upaya konservasi ini bisa benar-benar diwujudkan dan memberi hasil nyata. Untuk itu, kerja sama dari berbagai pihak mutlak diperlukan.

“Tidak mungkin hanya dari satu arah saja. Leadership dari pemerintah dan contoh nyata dari sektor swasta bisa menjadi pemicu, katalis, sekaligus penyemangat,” pungkasnya.

Baca juga: Gajah Dianggap Teman oleh Mamalia Hutan, Kepunahannya Picu Kerusakan

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Belajar dari Banjir Sumatera, Daerah Harus Siap Hadapi Siklon Tropis Saat Nataru 2026
Belajar dari Banjir Sumatera, Daerah Harus Siap Hadapi Siklon Tropis Saat Nataru 2026
LSM/Figur
KUR UMKM Korban Banjir Sumatera Akan Diputihkan, tapi Ada Syaratnya
KUR UMKM Korban Banjir Sumatera Akan Diputihkan, tapi Ada Syaratnya
Pemerintah
Kementerian UMKM Sebut Produk China Lebih Disukai Dibanding Produk Indonesia, Ini Sebabnya
Kementerian UMKM Sebut Produk China Lebih Disukai Dibanding Produk Indonesia, Ini Sebabnya
Pemerintah
Walhi Sebut Banjir Sumatera Bencana yang Direncanakan, Soroti Izin Tambang dan Sawit
Walhi Sebut Banjir Sumatera Bencana yang Direncanakan, Soroti Izin Tambang dan Sawit
LSM/Figur
Perubahan Iklim Berpotensi Mengancam Kupu-kupu dan Tanaman
Perubahan Iklim Berpotensi Mengancam Kupu-kupu dan Tanaman
LSM/Figur
Sepanjang 2025, Bencana Iklim Sebabkan Kerugian hingga Rp 1.800 Triliun
Sepanjang 2025, Bencana Iklim Sebabkan Kerugian hingga Rp 1.800 Triliun
Pemerintah
Industri Finansial Dituding Berkontribusi terhadap Bencana di Sumatera
Industri Finansial Dituding Berkontribusi terhadap Bencana di Sumatera
LSM/Figur
Solusi Tas Spunbond Menumpuk, Jangan Diperlakukan Seperti Kantong Plastik
Solusi Tas Spunbond Menumpuk, Jangan Diperlakukan Seperti Kantong Plastik
LSM/Figur
Kemenhut Bolehkan Warga Manfaatkan Gelondongan Kayu Terbawa Banjir Sumatera
Kemenhut Bolehkan Warga Manfaatkan Gelondongan Kayu Terbawa Banjir Sumatera
Pemerintah
3 Orangutan Dilepasliar ke TN Bukit Baka Bukit Raya Kalimantan Barat
3 Orangutan Dilepasliar ke TN Bukit Baka Bukit Raya Kalimantan Barat
LSM/Figur
KLH Segel 5 Tambang di Sumatera Barat, Diduga Picu Banjir Sumatera
KLH Segel 5 Tambang di Sumatera Barat, Diduga Picu Banjir Sumatera
Pemerintah
Banjir Bandang Dinilai Munculkan Risiko terhadap Keanekaragaman Hayati Sumatra
Banjir Bandang Dinilai Munculkan Risiko terhadap Keanekaragaman Hayati Sumatra
LSM/Figur
Keanekaragaman Hayati Tebet Eco Park, 20 Jenis Burung hingga Reptil Teridentifikasi
Keanekaragaman Hayati Tebet Eco Park, 20 Jenis Burung hingga Reptil Teridentifikasi
LSM/Figur
Dampak CO2 pada Pangan, Nutrisi Hilang dan Kalori Bertambah
Dampak CO2 pada Pangan, Nutrisi Hilang dan Kalori Bertambah
Swasta
Indonesia Disebut Terbelakang dalam Kebencanaan akibat Anggaran Terlalu Kecil
Indonesia Disebut Terbelakang dalam Kebencanaan akibat Anggaran Terlalu Kecil
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau